Self Love : Ketika Aku Sepenuhnya Bersama Diriku Sendiri

Oleh: Anita Yulia

“Barang siapa mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya”

Tahun 2021 ini terasa begitu singkat, padat dan berat namun tahun ini juga aku merasa dibentuk begitu hebat. Tahun dimana aku menyadari telah putus kuliah, risign dari pekerjaan, kehilangan orang tersayang, kesehatan menurun, terkena mental illnes karena banyaknya harapan tak sesuai kenyataan, benar bahwa ada istilah “berharap pada manusia adalah patah hati yang disengaja”, beberapa benturan mental yang membuat aku selalu merasa seakan ingin pulang meski sudah di rumah, dalam artian mencari tempat untuk menemukan ketenangan jiwa, karena di beberapa fase aku merasa telah putus harapan namun dibeberapa fase aku merasa hidup kembali.

Aku menyadari sedang tidak berdamai dengan diri sendiri sehingga vibrasinya terasa ke orang-orang sekelilingku, maka dari pada aku semakin banyak masalah dan membuat berbagai ulah maka aku memutuskan untuk mencari tempat yang bisa membuat diriku damai secara lahir batin sembari memulihkan kondisi fisik yang dirasa memburuk namun nampak diluar seakan aku orang yang baik-baik saja. Sejak awal tahun aku memang memutuskan untuk menetap di lingkungan baru yaitu pondok pesantren, ini bukan keputusan main-main perlu berbulan-bulan untuk akhirnya aku mengambil pilihan ini, karena memang masih berat mengingat punya pekerjaan dan lain-lain. Di pondok pesantren akhirnya aku seakan tengah menempuh hidup baru atas sebuah pilihan yang sulit diterjemahkan oleh nalar. Aku menemukan ketenangan dan kesenangan justru bukan oleh kemewahan tapi oleh banyak hal-hal sederhana yang mampu menyirami sisi terdalamku yang aku sendiri sulit menebusnya. Aku dididik begitu hebat, sesederhana belajar kitab namun penjelasannya mampu membuat aku menangis siang dan malam. Aku bahkan mengalami ruqyah dengan reaksi yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, aku menangis begitu miris, menjerit begitu kuat, hingga puncaknya aku berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT secara sadar dan utuh, aku hanya ingin husnul khatimah yaitu memiliki akhir hidup yang baik, dan benar-benar melibatkan Allah SWT untuk setiap detak dan detik dalam hidup.

Titik berserah atas keputusan dalam hidup selama setahun ini adalah akumulasi dari berbagai kejadian dan kode-kode alam yang sudah lama hadir menuntun untuk mengambil langkah dan bergerak, aku jadi selalu melibatkan ridha Allah SWT, oleh karena itu perjalanan hidup aku ditahun ini jadi lebih bermakna beriringan dengan doa restu orangtua, dukungan keluarga, situasi dan kondisi di lingkungan yang hampir semua mendukung, Alhamdulillah akses kebaikan menjadi terbuka lebih luas dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya, bahkan hati aku mudah tersentuh oleh banyak hal sesederhana quote atau status-status yang lewat di beranda media sosial, pernah ada sebuah status Facebook dari guruku yang cukup aku maknai yaitu “Adakalanya kita butuh diam dan menepi bukan menjadi pasif dan tidak produktif melainkan untuk mengenal dan menelaah diri sendiri, menjadikan hati sepi dari kesia-siaan”. Aku merasakan betul energi dari quote tersebut.

Tiga bulan pertama di tahun 2021 menjadi awal dari perjalanan spiritual aku mengenal diriku sendiri, seperti mencari jadi diri dan banyak bertanya mengapa aku hidup? Aku berproses memperdalam ilmu agama, mengaji dan ngaji diri dengan lingkungan yang benar-benar mendukung. Aku ternyata banyak tidak tahunya, hingga aku sering menangis meratapi kenyataan. Tiga bulan ini aku memaafkan orang-orang yang menyakiti aku dan meminta maaf ke orang-orang yang mungkin aku sakiti, Allah SWT benar-benar melembutkan hatiku yang sempat keras. Aku memiliki waktu berdoa lebih khusyuk, ada kedekatan aku dengan Allah SWT yang seakan dialog hati ke hati, aku begitu lemah dan rapuh di hadapanNya. Inilah proses damai diriku dimulai.

Tahun ini juga 3 buku antologi secara kebetulan terbit dalam waktu berdekatan, semua jenis tulisannya memoar yang menceritakan fase-fase perjalanan spiritual dua tahun terakhir. Buku pertama berjudul “Pada Seribu Bulan” yang diterbitkan oleh book4care, aku sangat bersyukur saat Allah SWT mengenalkan aku dengan book4care melalui seorang teman di FTBM Kota Depok, karena buku pertama inilah aku merasa tengah penyembuhan atau healing dari endapan emosi yang sudah lama terpendam. Buku ke 2 berjudul A Cup of Spirit “kehilangan di Masa Pandemi”, aku memaknai lagi ini bukan sebuah kebetulan tapi memang Allah SWT izinkan aku sembuh melalui tulisan, karena saat menulis buku kedua ini aku tengah berperang hebat dengan covid-19 satu keluarga terkena termasuk aku, puncaknya adalah aku kehilangan nenek yang sangat aku sayangi setelah sama-sama berjuang selama 50 hari. Buku ke 3 berjudul “Literasi Santri” ini adalah buku yang aku tulis menjelang pindah ke pondok pesantren ke 3 di tahun 2021, menceritakan perjalanan aku menjadi seorang santri di usia 25 tahun, cerita yang tak mudah namun indah dan InsyaAllah berkah.

Tahun ini, beberapa orang dan beberapa kejadian menjadi obat untuk aku yang sakit kala itu, kini aku tak ingin mengeluh sakit lagi. Aku hanya ingin menunjukkan bahwa aku telah cukup berjuang untuk sembuh seutuhnya.

Menjadi seorang aku bukanlah perkara sederhana, bukan perjalanan lurus mulus, yang dilalui bukanlah hal-hal mudah bukan hanya bicara tentang aku tapi juga aku dan lingkaran disekelilingnya yang Allah SWT hadirkan untuk aku belajar dan terus belajar. Aku seakan tengah dipersiapkan untuk berhadapan dengan beragam karakter orang dan menghadapi berbagai situasi, sebagai seorang sarjana jurusan pendidikan masyarakat mungkin inilah PR besar aku, seseorang yang tak hanya hidup namun juga bermanfaat. Seseorang yang berjuang untuk tobat, taat, bermanfaat dan berharap mendapatkan syafaat dunia akhirat.

Aku memang harus menangis terlebih dahulu, aku memang harus mengeluh juga, aku pun harus mengalami kegagalan dan derita pada umumnya karena tanpa itu sepertinya aku tak akan benar-benar mampu membantu orang-orang disekitar aku yang juga mengalami hal serupa atau lebih berat dari itu, kini aku telah belajar bukan hanya merasa atau menjadi pendengar saja tapi lebih dari itu aku akan memaknainya dan memberikan solusinya, termasuk memberikan resep sekaligus obatnya.


Photo by Lindsay Henwood on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *