Rumah Mungil Dan Harapan Papa

Oleh: Wulandari

Lan, karena jarak yang cukup jauh antara Curup ke Cirebon, saran papa coba kamu cari orang tua asuh disini (baca: Cirebon), khawatir terjadi sesuatu sama kamu, kami orang tua tentunya tidak bisa cepat menjenguk, tapi kami akan lebih tenang kalau Wulan punya orang tua Asuh disini ya nak”. Ucap papa saat itu, ketika kami asyik mengobrol santai di ruang tengah di rumah yang baru kami tempati beberapa minggu yang lalu. Sebuah petuah yang agak janggal terdengar di telingaku saat itu, batinku seolah-olah mengatakan bahwa seperti papa ingin meninggalkan pesan khusus untukku, anak sulungnya yang sejak kecil selalu tinggal jauh darinya. Namun coba ku tepis perasaan yang tidak enak dihati tersebut dan ku anggap hanya sebagai bukti kekhawatiran orang tua terhadap anaknya yang selalu terpisah jarak dan waktu. Saat itu aku hanya menjawab seadanya bahwa banyak sekali orang baik yang ada di sekitarku, namun memang belum ada yang secara eksplisit kami anggap sebagai orang tua asuh. Dan tanpa dinanya, ternyata itu adalah sebuah firasat dan pesan terakhir yang beliau sampaikan untukku.

Tahun 2021 dalam beberapa hari lagi akan berlalu pergi, meninggalkan banyak cerita suka dan duka, tahun yang bagi aku, keluarga dan mungkin banyak keluarga lain merupakan tahun kesedihan, ‘Am al-Huzni atau ‘Aamul Huzni istilah dalam Bahasa Arab. Penamaan Aamul Huzni (Tahun Kesedihan) adalah tahun duka cita Ketika nabi Muhammad SAW ditinggal oleh istri tercinta ummul mukminin Khadijah RA dan juga pamannya Abu Thalib yang selama hidupnya menjadi pelindung dan pengasuh Nabi. Dan tahun 2021 ini juga merupakan tahun duka cita dan tahun kesedihan karena kami harus kehilangan orang yang paling kami cintai, paling kami kagumi dan paling kami hormati dalam keluarga. Petuahnya yang selalu kami nantikan dalam setiap keputusan. Yahhh kami kehilangan sosok papa tercinta, yang telah meninggalkan kami semua pada tanggal 27 Juli 2021 yang lalu karena virus COVID-19.

Dibalik cerita sedih tersebut, ada juga harapan yang terwujud di tahun ini, yang membuat hidup kami menjadi lebih bersemangat dan bermakna, yaitu Ketika Allah memberikan jalannya untuk kami mendapatkan sebuah rumah mungil berukuran 72 meter, untuk kami tinggali berenam. Saya, suami, dan anak kami yang berjumlah 4 orang, anak pertama kami berusia 11 tahun, kami kerap memanggilnya dengan sebutan kakak Fidelia, adeknya yang nomor dua berusia 7 tahun bernama Alvar, dan yang bungsu anak kembar kami, yang sekarang berusia 3 tahun, kami memanggilnya Bagas dan Bagus, nama pemberian papa untuk cucu kembarnya.

Untuk kami sekeluarga yang beranggotakan 6 orang, mungkin rumah seluas 72 meter bisa dibilang kecil dan sempit, namun itu tidak masalah, yang penting tahun ini kami sudah memiliki rumah sendiri dan tidak harus mengontrak lagi. Selama dua tahun belakangan ini, kami mengontrak di sebuah rumah sederhana dengan konsep minimalis modern dekat dengan kampus, sekitar 10 menit kalau ditempuh menggunakan kendaraan bermotor. Pemilik kontrakan tersebut adalah Bu Dewi, seorang istri Rektor di Universitas Kuningan dan juga dosen fakultas Ekonomi Syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon, kampus dimana saya juga mengabdi dan bekerja disana. Bu Dewi adalah sosok ibu kontrakan yang baik hati, setiap kali ada masalah kerusakan rumah yang kami tempati, Bu Dewi selalu sigap membantu dan memberi solusi tanpa harus merepotkan kami yang mengontrak. Jarang ditemukan saya kira ibu kontrakan seperti beliau.

Dua tahun kami mengontrak disana, bisa dibilang cukup betah cuma karena situasi daerahnya yang kadang sepi, meski berada di kota Cirebon, membuat orang tua saya kerap khawatir, terlebih di malam hari, karena tempatnya yang berada dipojok dan jarang ada tetangga kanan kiri, pun ada tetangga disamping kanan rumah kontrakan, itupun kalau sedang ada suaminya yang kebetulan bertugas di Jakarta pulang, selebihnya lebih sering kosong, “khawatir ada orang yang jahat sama kamu dan anak-anak lan”, ucap papa waktu itu, apalagi orang tuaku tahu kalau suamiku yang masih bertugas di Karawang, lebih banyak menghabiskan waktunya disana daripada dengan kami di Cirebon. Walhasil kami banyak ditinggal dan sehari-hari hanya berlima di rumah kontrakan tersebut.

Meski proses mencari rumah yang cocok dan sesuai dengan budget yang kami punya tidaklah mudah, entah sudah berapa puluh rumah yang kami kunjungi sampai akhirnya mendapat rumah yang sekarang kami tempati. Teringat dua tahun yang lalu, untuk pertama kalinya kami menginjakkan kaki ke Cirebon, mengantar berkas administratif yang harus diserahkan ke kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon sebagai persyaratan mengajukan lamaran untuk posisi Dosen Magister Sastra Arab yang pada waktu itu hanya tersedia 2 kursi dan harus bersaing dengan puluhan bahkan ratusan orang dengan minat dan impian yang sama. Keinginan untuk saya menjadi dosen sejatinya adalah keinginan dan harapan papa agar minimal dari 4 orang anaknya ada yang melanjutkan profesi menjadi seorang dosen PNS. Kalau aku sendiri bersedia mengikuti test CPNS lebih kepada ingin berbakti, membahagiakan orang tua dan tidak ingin mengecewakan harapan orang tua terutama papa, yang waktu itu sudah sangat mendukung dari awal mulai informasi lowongan CPNS dibuka, tanggal pemberkasan sampai tahap ujian yang mengharuskan kami pergi dan menginap di Bandung dengan membawa 4 anak dan dua diantaranya masih bayi usia 3 bulan, kembar dan ASI pula, papa tak pernah lelah untuk terus memberikan informasi, mengawal dan mengontrol sejauhmana perkembangan dan perjuanganku meski dari tempat yang jauh Curup, Bengkulu.

Mengikuti ujian CPNS kala itu sebenarnya bukan prioritas bagiku, karena sebenarnya aku sendiri sudah merasa nyaman dengan usaha bisnis online yang sudah aku jalani sejak tahun 2011. Namun berkat keinginan besar mewujudkan harapan papa, akupun akhirnya bersungguh-sungguh untuk belajar siang malam dengan cara mempersiapkan segala hal yang mungkin akan ditanyakan pada saat ujian nanti. Dan Alhamdulillah usaha yang selama ini dilakukan tidak mengkhianati hasil, berkat doa dan support dari orang tua dan juga suami yang rela berbagi peran selama dalam proses ujian seleksi, akhirnya aku lulus dan diterima sebagai dosen PNS di IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Sebuah kesyukuran yang luar biasa karena pada akhirnya bisa mewujudkan harapan dan juga impian papa untuk melanjutkan tugas beliau sebagai dosen PNS. Karena sejatinya kebahagiaan sesungguhnya adalah Ketika engkau mampu membuat orang yang kamu sayangi tersenyum bangga terhadap pencapaian yang engkau raih. Selamat jalan papa tercinta, meski anakmu belum bisa banyak berbuat, namun cita dan harapan papa untuk kami lebih memaknai hidup dengan penuh rasa cinta dan syukur akan terus kami lanjutkan. Sosok papa, ayah, abi di dunia ini adalah cinta pertama bagi semua anak perempuannya yang tidak akan pernah terganti.

Cirebon, 21 Desember 2021


Photo by Volodymyr Hryshchenko on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *