Menjemput Takdir Terbaik

Oleh: Ida Nurfitriana

“ Ma, besok siang Pa Pelantikan”, kata suamiku datar. Matanya tetap fokus ke depan, menatap jalanan yang mulai lengang. Saat itu waktu menunjukkan pukul 11 malam, kami dalam perjalanan menuju pulang ke rumahnsetelah selesai urusan pemulasaran jenazah nenek. “ Pelantikan?! Jam berapa Pa? Tapi besok kita bisa ikut pemakaman nenek kan?” Deretan pertanyaan terlontar dari mulutku, ada nada khawatir di dalamnya jika tak dapat menyaksikan saat terakhir nenek yang kusayangi. Dengan wajah tenang suami menanggapi, “ Tetap bisa Ma… undangannya jam 2 siang. Besok setelah pemakaman kita langsung pulang ya, karena jam 1 sudah siap-siap berangkat. “

Tubuhku yang mulai terasa letih saat itu, membuat tidak bertanya lebih lanjut lagi tentang pelantikan suami. Apalagi ini bukan pertama kalinya suami mengalami mutasi, suatu hal yang lumrah dalam organisasi Pemerintah. Dalam beberapa kesempatan kami sering diskusi kemungkinan suami akan pindah tugas (lagi), mengingat jabatan suami saat ini sudah melewati masa 2 tahun. Satu yang selama ini selalu kami mintakan kepada Sang Pencipta, yaitu dimanapun tempat tugas baru itu adalah tempat yang terbaik bagi kami menurutNya yang Maha Mengetahui.

Sebelumnya, suami diamanahkan menjadi kepala kantor suatu instansi vertikal di Kabupaten Bengkayang selama kurang lebih 2 tahun 8 bulan ( 13 Februari 2015 – 8 Oktober 2017). Tempat yang tak asing bagi kami, karena di sinilah perjalanan karir suami dimulai. Rumah dan keluarga kami telah menyatu disini, karirku sebagai seorang ASN disamping sebagai ibu rumah tangga, pun disini, sehingga everything is fine (semua baik-baik saja).

Mutasi pertama suami tahun 2017 lalu, menjadi momen perubahan pertama yang mewarnai hidup keluarga kami. Tentu bukan hal yang mudah, menjalani hidup terpisah (LDR) bersama kepala keluarga yang selama ini selalu bersama. Disamping itu, dua anak kami sudah hidup terpisah terlebih dahulu karena sekolah di boarding school ( Jakarta & Pontianak). Rumah yang dulunya ramai dengan celoteh mereka terasa sepi. Kesunyian ini semakin menjadi setelah suami bertugas di kota yang berbeda. Tinggal Aku bersama si bungsu dan si Mbak yang menemani. Banyak suasana yang dirindukan di sudut-sudut rumah, yang tak jarang membuatku meneteskan air mata.

Amanah sebagai seorang abdi negara membatasi keinginanku untuk segera mendampingi suami. Perlu waktu dalam proses kepindahan kerjaku . Mengingat ke depan akan ada beberapa kesempatan mutasi yang akan dilalui, membuat suami berpikir untuk mengajakku pindah ke instansi yang sama dengannya. Dengan mengucap Bismillahirrahmannirrahim, keputusan ini kami ambil. Alhamdulillah, dibantu oleh banyak pihak, dalam waktu kurang lebih 1 tahun, akhirnya surat keputusan menjadi pegawai instansi vertikal yang sama dengan suami, bisa saya dapatkan.

Belum setahun Aku menjalani tempat tugas baru, hari ini mendapat kabar suami ditakdirkan kembali dilantik untuk menerima amanah di tempat baru. Terlintas di pikiran, dimanakah tempat baru itu? Jauh atau dekat? Kalau jauh, mestikah kami mengalami LDR kembali atau saya harus ikut karena kini kami sudah berada di satu instansi?

Apapun itu, Aku yakin dan optimis bahwa suami akan mendapatkan tempat terbaik sesuai dengan do’a yang selama ini selalu kami panjatkan. InsyaAllah Aku siap mendampingi karena bagiku rida suami adalah segalanya dan tempatku di surga kelak sangat tergantung pada rida darinya.

Alhamdulillah proses pemakaman nenek kami, Hj.Arfah binti A. Rachman, berjalan dengan lancar. Sebelum jam 07.00 pagi, saudara dan para pelayat yang ingin mengikuti prosesi pemakaman sudah siap. Air mataku kembali menetes mengingat semua kebaikan Nekwa (panggilan kesayangan kami untuknya). Di usia 91 tahun, banyak amal kebaikan dan kenangan yang ditorehkan bagi kami semua, anak cucu, ponakan dan semua yang mengenalnya.

Teringat perasaan haru tadi malam, saat aku ikut memandikan, mengkafani dan memoleskan bedak serta eyeliner Mekkah kesukaannya. Nenek memang seorang yang cantik lagi baik, hal ini masih terlihat di usia senja. Wajah teduh dan senyum khas tetap menghiasi raut mukanya, hingga di akhir usia. Do’aku semoga nenek husnul khatimah dan mendapat tempat terbaik di sisi Allah swt, sang pencipta alam semesta dan segala isinya.

Waktu belum lagi menunjukkan pukul 09.00, ketika kami semua sudah beriringan pulang dari pemakaman menuju rumah almarhumah nenek. Tanpa berlama-lama, Aku pamit dengan Bibi, Om, tante dan saudara lain yang masih berkumpul. Kabar mengenai pelantikan suami masih kurahasiakan. Hanya Aku dan suami yang mengetahuinya.

Hari ini, Jum’at 19 Februari 2021 menjadi momen bersejarah dalam hidup kami selanjutnya. Tepat pukul 15.00 acara pelantikan dimulai. Bersama para pendamping yang dilantik lainnya, aku berdiri di barisan sebelah kiri aula, sambil menyimak satu persatu nama mulai dibacakan. Tiba saatnya nama suami disebut, “ Memberhentikan dengan hormat nama yang disebut pada kolom satu lampiran di atas dari jabatan lama Kepala Bidang Penyelenggara Haji dan Umrah Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat dan Mengangkat kembali menjadi Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Mempawah”, demikian master of ceremony menyebutkan dengan lantang. Subhanallah, Alhamdulillah, Innalillah … dalam hati tak lepas Aku berzikir kepadaNya.

Perasaan lega menelusup di hatiku, begitu juga yang tampak pada suami. Terlihat senyum sumringah merekah di bibirnya. Hari ini semua menjadi jelas, sejelas-jelasnya. Sebelumnya kami hanya mendengar kabar burung dan menerka-nerka tentang tempat tujuan mutasi. Alhamdulillah, kami yakin, seyakin-yakinnya bahwa Kementerian Agama Mempawah adalah takdir terbaik kami.


Photo by Kostiantyn Li on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *