Impian Menjadi Penghafal Quran adalah Penyemangat Hidup

Oleh: Dian Sulis Setiawati

Siang itu ada pesan WhatsApp masuk, pesan dari orangtua temannya anakku yang pertama. Bunyinya seperti ini, “Ma apa sudah mendapatkan pesan dari Ustadzah Eka?” Saya menjawab, “pesan apa nggih?”. “Coba dilihat dulu apakah ada pesan via japri yang yang masuk” katanya lagi. Saya mencari nama ustadzah Eka di layar Hp. Iya ternyata ada kubuka pesannya, kubaca sampai beberapa kali karena rasanya tak percaya. Isi pesan itu adalah pemberitahuan bahwa sekolah akan memulai kelas tahfidz angkatan pertama karena sekolah anakku adalah sekolah baru jenjangnya baru sampai kelas IV. “ Ananda terpilih untuk mengikuti program tahasus tahfidz”, itulah kalimat yang membuatku tak henti-hentinya mengucap syukur. Dari kelas I sampai kelas IV 170an siswa hanya dipilih 20 anak untuk mengikuti kelas tersebut dibagi dalam 2 kelompok. MasyaAllah rasanya bahagia sekali saat itu, langsung kubalas bersedia dan berterima kasih kepada ustadzah pembimbingnya. “Maa masyaAllah nggih saya dapat wa, Alhamdulillah bersedia nggih”, kataku pada mama Wawa, teman anakku Rosyid.

Segera kukabarkan pada suami berita ini, masyaAllah bahagia sekali kami saat itu, Bismillah semoga Allah mudahkan perjalanan Rosyid untuk menghafal Al Qur’an. Rasanya jadi kebahagiaan tersendiri di tengah suatu masalah yang saat itu kami hadapi. Rasanya menjadi penyemangat yang luar biasa dalam hidup ini.

Beberapa hari sebelumnya saya ikutkan dia untuk mengikuti tes di TPQnya yang juga akan membuka tambahan kelas tahfidz untuk tahun ini, setelah mengikuti jadwal tes seminggu ternyata diumumkan kalau di belum lulus, kubesarkan hatinya, “ dicoba lagi ya tahun depan ya nak”. Rosyid memang anak yang selalu bersemangat mengikuti kegiatan yang kutawarkan padanya, dia anak yang aktif luar biasa jadi berinteraksi dengan banyak teman membuatnya sangat senang.

Tibalah orangtua yang anaknya terpilih dikumpulkan oleh pihak sekolah, disampaikan peraturan-peraturan kelas tahfidz dan target yang harus dicapai. Entah kenapa saat itu ada rasa takut apakah annakku mampu mengikutinya. Anak-anak harus datang pukul 06.30 untuk memulai hapalan bersama ustadzah yang telah ditunjuk menjadi pembimbing. Sepagi itu berarti dia harus berangkat ke sekolah lalu bayangan tentang target yang harus dicapai juga membuatku merasa ini bukan hal yang mudah. Ustadzah menyampaikan boleh mengundurkan diri jika tidak yakin. Bagaimana saya akan mengundurkan diri seperti kata beliau yang ingin terpilih disini saja banyak dan kesempatan itu belum tentu didapat. Inii adalah rejeki dari Allah, Qodarullah anakku terpilih berarti aku harus yakin Allah yang akan memampukannya menghafal Al Qur’an.

Tapi sungguh saat itu saya kembali menemui walikelasnya, saya seperti meminta penguatan. Bagaimana tidak Rosyid adalah anak yang sangat aktif. Bagaimana dia bisa duduk tenang mengikuti kelas tahfidz untuk menghafal dengan dengan target seperti yang telah disampaikan tadi. “Us leres toh Rosyid ini terpilih masuk kelas tahfidz, bagaimana pertimbangan ustadzah sementara dia tipe anak kinestetik yang kalau di kelas saja tidak bisa duduk dengan tenang dan cenderung bergerak kesana kemari setelah dia menyelesaikan tugasnya yang kadang dengan tidak teliti?” tanyaku pada walikelasnya. “InsyaAllah Bunda ananda anak yang terpilih mampu, memang dia tipe kinestetik tapi daya penerimaannya juga bagus, di doakan mawon insyaallah ananda bisa”, ustadzah meyakinkanku.

Banyak yang disampaikan gurunya saat itu juga tentang hobinya mengobrol saat di kelas, ah jadi ingat saat dia masih TK, gurunya menerangkan di depan kelas begitu menoleh ternyata anakku sudah mengajak beberapa temannya melingkar, mereka justru sedang asyik mendengarkan Rosyid bercerita, entah apa yang diceritakan saat itu. Yang pasti ceritanya saat itu dapat mengalihkan perhatian anak-anak tersebut dari gurunya, hehe.

Jika melihat dia saat kecil dengan pembawaan yang luar biasa aktifnya rasanya seperti tidak mungkin dengan perkembangannya saat ini, dia hanya di cap sebagai anak yang nakal karena memang perilakunya saat itu yang terlalu aktif. Melompat, memanjat, berlari, tidak bisa duduk tenang sayapun kewalahan dan kebingungan bagaimana cara membimbingnya. Sering saya menangis sedih melihat perilakunya yang berlebihan dari anak sesusianya. Alhamdulillah semakin bertambah usia walaupun tetap aktif tapi sudah mulai bisa diarahkan. Banyak yang tak menyangka melihat perkembangan anak pertamaku ini. Dalam hati saya hanya bilang, Saya menyangka baik pada Allah akan kebaikan anak yang Allah amanahkan ini, InsyaAllah. Penyemangat hidup kami, semoga Allah berikan umur panjang pada kami orangtuanya untuk kelak dapat melihatnya menjadi salah satu hamba Allah penghafal Qur’an, Aamiin.


Photo by Andri Helmansyah on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *