Berlatih Memuji

Oleh: Lufti Avianto

Suatu hari, putra sulung dimarahi. Istri saya terlihat kesal betul, ketika si sulung lalai dari tanggung jawabnya. Dalam kesalnya, istri saya lebih banyak menyoroti kesalahan dan kekurangannya. Saya pun kerap begitu.

Ketika amarahnya sudah mereda, saya coba bicara dengan istri. “Adakah kebaikan dan kelebihan dari si sulung yang bisa kita apresiasi?”

Istri saya terdiam. Ia lalu mengingat-ingat ternyata ada banyak sekali hal-hal baik yang tersemat dalam pribadi putra kami: ia anak yang rajin membaca, bahkan buku-buku tebal. Mau tidur, ia membaca. Menunggu giliran mandi, ia membaca. Tak perlu lagi menyuruhnya membaca buku. Ia anak yang mandiri, bahkan sudah bisa membantu adiknya yang bungsu untuk menyuapi.

Ia juga helpful.

“Coba deh perhatiin, kalau kita lagi nyuci baju, ia pasti tanya apa yang bisa dia bantu?” pertanyaan saya membuyarkan lamunannya.

Istri saya mengangguk setuju. Ternyata kami kerap lupa hal-hal baik dan terlalu fokus pada kekurangan anak ketika dia berbuat salah. Lagi pula, anak mana yang tidak berbuat salah? Toh kami juga pernah jadi anak-anak dan mungkin melakukan kesalahan yang lebih berat.

Kami lalu berdiskusi dan memikirkan sikap yang tepat untuk mengapresiasi anak-anak kami. Ketika mereka melakukan kesalahan, kami harus belajar memaafkan, memberi tahu kesalahannya dan melatih agar ia tak mengulanginya lagi.

Kami juga belajar dan melatih diri untuk terampil mengapresiasi sehingga bisa lebih fokus pada kebaikan, keunggulan dan potensi masing-masing anak. Agar mereka juga fokus pada pengembangan diri dan keunggulannya.

Soal keterampilan mengapresiasi ini, sependek amatan saya, memang agak minim dilakukan dalam pendidikan keluarga saya. Itu yang mungkin tanpa sadar, membentuk pribadi saya yang miskin memberi pujian.

Saya juga temui di dunia pekerjaan, dimana atasan jarang sekali mengapresiasi kinerja anak buahnya, atau apresiasi sesame kolega ketika berkolaborasi.

Saya jadi berpikir, apakah ini representasi kita sebagai bangsa yang malas memuji?

Padahal, ketika kita mengapresiasi secara tepat, ada energi positif yang merambat pada orang yang kita apresiasi. Senyum akan mengembang, dan perasaan bahagia akan tumbuh pada hatinya. Lalu, hari-harinya akan jadi berwarna dan penuh semangat.

Dan benar, ketika beberapa malam lalu, saat beberapa kebutuhan pokok habis, saya pergi berbelanja dengan si sulung. Sampai di rumah, saya bilang ke istri. “Wah, Bu. Alhamdulillah banget belanja bareng si Aa’, barang belanjaan yang banyak itu dia bawain. Kalo nggak, bisa encok nih. Makasih ya A’.”

Istri saya melirik dan kami tersenyum pada si sulung. Ia tersipu dan hidungnya mengembang, seperti menghirup aroma kebahagiaan banyak-banyak yang kemudian memenuhi rongga dadanya.


Photo by Zach Vessels on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *