Oleh Bunga Ramona
Sebagai seorang penulis, membuat kalimat sesuai struktur tata bahasa, benar secara makna, dan enak dibaca adalah wajib hukumnya. Lantas, bagaimanakah cara membuat kalimat yang demikian?
Pertama, kalimat yang baik semestinya memiliki subjek dan predikat yang jelas. Subjek adalah pelaku dalam kalimat, sementara predikat adalah pekerjaan subjek dalam kalimat.
Perhatikan kata-kata berikut, “Seorang karyawan teladan di sebuah kantor.”
Apa kata-kata di atas sudah pantas disebut sebagai kalimat yang baik? Jawabannya adalah tidak.
Coba kita lihat, “seorang karyawan teladan di sebuah kantor” hanyalah pelaku. Apa yang dikerjakannya? Belum disebutkan.
Coba kita ubah kata-katanya menjadi “Seorang karyawan teladan di sebuah kantor mendapat bonus dari bosnya.” Nah, dengan demikian, pelaku dalam kalimat tersebut telah memiliki pekerjaan, yaitu “mendapat bonus”.
Berikutnya, kalimat yang baik mesti memiliki makna yang sesuai. Pernah nggak, sih, dengar kalimat “Yang membawa HP harap dimatikan”?
Seketika, mungkin kita tahu maknanya adalah HP yang dibawa harap dimatikan. Tapi, kalau dalam bahasa tulisan, kalimat tersebut nggak pantes banget untuk ditulis.
Coba kita bedah strukturnya.
“Yang membawa HP” ini adalah subjek atau pelaku. Coba pikirkan, siapa yang membawa HP? Apa kucing atau orang yang membawa HP? Sudah pasti jawabannya orang.
“Harap dimatikan” ini adalah predikat atau pekerjaan yang dikenai ke subjek.
Kalau tadi subjeknya adalah orang, berarti predikat “harap dimatikan” jatuh kepada orang. Nahloh, jadi kalimat “Yang membawa HP harap dimatikan” memiliki makna ‘orang yang membawa HP harap dimatikan’.
Jelas, kan, bahwa teks yang salah akan membawa arti yang salah pula. Untuk itu, bagi teman-teman yang hendak menjadi seorang penulis, keefektifan suatu kalimat harus diperhatikan.
Selain contoh tadi, ada lagi contoh kalimat yang mungkin secara makna sudah benar, namun salah memilih kata yang pantas hingga rasanya kalimat itu terasa lucu saat didengar.
“Kucing-kucing itu sedang sarapan bersama teman-temannya.”
Secara struktur, kalimat tersebut telah benar karena memiliki subjek dan predikat yang jelas.
“Kucing-kucing itu” sebagai subjek alias pelaku.
“Sedang sarapan” sebagai predikat atau pekerjaan yang dilakukan subjek atau si pelaku.
Tapi, kalau kita sedang tidak membuat fabel atau cerita lucu, apa pantas kita sebut “kucing sedang sarapan”? Rasa-rasanya pasti tidaklah pantas kata “sarapan” dipakaikan ke hewan.
Untuk itu, sebagai penulis yang baik, coba ditilik lagi apakah kata-kata yang dipakai sudah pada tempatnya atau belum, ya.
Nah, yang terakhir ini, sih, sebenarnya lebih pada keekonomisan, ya. Yaitu adalah pemborosan kata. Siapa yang suka boros? Hayo! Jangan diulangi lagi, ya, termasuk jika kalian sedang menulis.
Perhatikan kalimat “Rina sangat senang sekali pagi ini.”
Dalam kalimat di atas, terdapat dua kata dengan arti yang sama, yaitu kata “sangat” dan “sekali.” Oleh karena itu, kita wajib menghilangkan salah satunya, ya.
Baiklah, dengan demikian, teman-teman sudah bisa mempraktikkan ilmu-ilmu di atas ke dalam tulisan teman-teman. Semoga berhasil!
Photo by John Benitez on Unsplash