Bersyukur pada Keterbatasan

Minggu 15 Juni 2008, saya menghadiri sebuah acara pra manasik haji dan launching sebuah situs baru. Acara itu diadakan di Balai Kartini, Jakarta.

Dimeriahkan oleh Ummi Maktum Voice sebuah grup yang merupakan bagian dari Yayasan Ummi Maktum. Begitu mendengar nama group vokal Ummi Maktum Voice, saya mengira grup ini terdiri dari 4 atau 5 personil. Tapi ternyata hanya terdiri dari 2 orang saja. Mas Sholeh dan mas Yayan. Mereka berdua adalah penyandang tuna netra.

Sehabis menyanyi, Mas Sholeh menyampaikan bahwa keuntungan orang buta adalah dia dapat menghemat energi/listrik. Baginya tidak ada beda antara ketika lampu sedang hidup atau padam. Baginya tidak ada beda ketika listrik padam atau hidup.

Orang buta tidak pernah mengalami gangguan membaca ketika lampu sedang padam. Kegelapan tidak menghalanginya dalam membaca. “Coba bapak dan ibu sekalian bayangkan! Tutuplah mata bapak dan ibu sekalian, begitulah keadaan kami. Jika bapak dan ibu pejamkan mata, maka hal itu menjadi penghalang dalam membaca. Sedangkan saya masih tetap bisa membaca dalam kegelapan atau tanpa penerangan, Alhamdulillah.”

Dia menyitir sebuah ayat yang menjelaskan bahwa Allah akan menambah nikmat hamba-Nya jika bersyukur. Sebaliknya jika mengingkari, Allah mengancam hamba-Nya dengan adzab yang pedih.

Bagaimana dengan yang dapat melihat? Dapat melihat indahnya pemandangan, melihat hijaunya daun. Bisa setuju atau tidak bahwa aktris itu cantik atau aktor itu tampan, karena mampu melihatnya secara langsung, melihat dengan mata kepala sendiri. Kita dapat melihat bahwa gajah itu besar dan semut itu kecil. Kita dapat melihat luasnya lapangan sepak bola dan sempitnya rumah tipe RSS.

Mas Sholeh bersyukur dalam kekurangannya. Karena dia melihat kondisinya itu sebagai kelebihan dirinya atas orang lain yang bisa melihat. Utamanya membaca dalam kegelapan. Mas Sholeh mensyukuri satu sisi. Bukankah kita lebih layak untuk bersyukur, karena banyak hal bisa diperoleh melalui sarana mata yang dapat melihat?

Karena melihat kekurangannya sebagai kelebihan, maka tidak ada lagi kesempatan mas Sholeh untuk iri hati pada orang yang dapat melihat.

Jika mas Sholeh bisa bersyukur pada kekurangan dan keterbatasannya, mungkin kita perlu belajar bagaimana mensikapi kekurangan diri dan keterbatasan dengan bersyukur.


Photo by Oscar Keys on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *