Khas Deso atau Sedekah Bumi sudah umum terjadi di beberapa wilayah yang ada di Pulau Jawa, setiap Kabupaten atau Kota punya caranya sendiri dalam memperingatinya. Jika suatu daerah terletak pada pesisir pantai ada sedekah laut sedangkan yang tinggal di dataran tinggi atau jauh dari laut ada sedekah bumi. Acara ini merupakan wujud rasa syukur kepada Gusti Allah yang telah melimpahkan hasil Alam yang sangat luar biasa terhadap kehidupan manusia, oleh karena itu masyarakat berbondong-bondong membuat makanan beserta kue khas daerah untuk di sedekahkan serta menggelar acara Doa bersama.
Nama Ku Menik, gadis 21 tahun yang tinggal di kabupaten Rembang bagian selatan yang terletak di perbatasan antara Jawa Timur dan Jawa Tengah. Daerah kami sangat asri oleh pegunungan dan hutan, penduduk sangat bergantung kehidupannya dengan air serapan hutan, sehingga sumberan air pun bisa mengalir dengan sangat deras.
Rutinitas fajar setelah subuh seperti biasa,Aku dan Emak sudah sibuk di dapur untuk menyiapkan adonan gorengan yang biasa Emak jual di depan rumah. Biasanya Ibu-ibu komplek sudah mengantri mulai pukul setengh 6 pagi untuk mendapatkan tempe goreng, bakwan jagung, piya-piya dan rolade daun singkong, lapak Emak selalu rame karena gorengan dengan harga 500 perak ber biji bisa meringankan para Ibu untuk membuat lauk pelengkap sarapan keluarga.
Pagi itu tak seperti biasa Emak terlihat murung, padahal biasanya Emak akan bercerita banyak hal, entah itu kegaduhan Adik-adikku yang masih duduk di Sekolah Menengah Pertama dan duduk di bangku Sekolah Dasar. Merekalah yang membuat hari-hari Emak tak pernah sepi meski seharian Ku tinggal kerja di toko swalayan ****mart yang berada di desa Kami. Pekerjaan yang Aku inginkan setelah lulus SMA, karena Aku pikir sudah saatnya untuk bisa membantu Emak dan Bapak yang semakin menua, setidaknya bisa membantu biaya sekolah Adik-adik.
“Emak kenapa? Kok murung dari tadi.”
“Minggu depan Khas Deso Nduk, lupa tow?”
“Astaghfirullah… Menik lupa Mak.”
“Acara minggu depan tapi Emak belum ada uang lebih, Bapakmu juga lagi sepi pamggilan.”
“Menik ada Mak, tapi juga nggak banyak, kemaren buat uang gedung Adek juga pada minta seragam dan sepatu baru.”
“Paling nggak harus ada dana tiga juta Nduk, karena ada ater-ater (mengirim makanan ke saudara) 13 tumbu (tempat nasi yang berukuran besar).”
“Nggak usah Mak, kalau memang lagi nggak ada uang ya kita nggak usah ater-ater dulu, bukankah sedekah itu nggak harus memaksakan diri?”
“Ini bukan sedekah lagi Nduk, sudah tradisi kalau lagi khas Desa kita harus ater-ater, nggak enak kan kita juga dapat ater-ater dari saudara-saudara tapi Kita nggak balik ater-ater.”
“Kenapa kayak hutang ya Mak?”
“Bukan hutang, tapi siapa menanam pasti ya memanen Nduk.”
“Kalau lagi nggak ada gimana dong Mak?”
“Emak tak cari pijaman ya.”
“Nggak usah Mak, biar Menik jual kalung aja.”
“Apa nggak sayang Nduk, kalung itu Kamu beli dengan mengumpulkan uang gaji sedikit demi sedikit.”
“Menik lebih sayang Emak, dari pada Emak cari pinajman ke sana ke mari.”
Emak diam dan Ku lirik mata Emak sedikit berembun, mungkin sedikit lega minggu depan bisa mengadakan pesta rakyat dan memasak banyak makanan.
Minggu Kliwon
Hari Minggu Kliwon ini lah yang menjadi hari paling baik untuk merayakan acara setahun sekali, biasanya hari khas desa ini jatuhnnya beda-beda dengan Desa yang lain, dari sinilah muncul tradisi ater-ater makanan ke Saudara yang tinggal di Desa sebelah.
Hari minggu dapur Emak sudah mengepul dari fajar sebelum subuh, sengaja Aku ambil kerja sifh siang agar bisa bantu Emak, karena kami harus memasak 8 ekor ayam dan 20 kilo nasi, sedangkan memasak kue khas daerah sudah di lakukan dari hari kemaren.
Seperti Tape Ketan adalah makanan yang dibuat Emak paling dulu, karena makanan ini butuh proses fermentasi sekitar 3 hari untuk mendapatkan ketan yang matang menjadi tepe lezat di bungkus daun pisang.
Kue jenang salak, meski namanya salak tapi bahan dasarnya bukan dari buah salak. Dia terbuat dari beras ketan yang di masak dengan santan dan gula merah. Setelah matang ditaruh di Loyang dengan warna coklat dan tekstur kasar dari beras ketannya dan rasanya sangat legit.
Kue Dumbek, ini makanan khas yang ada di daerah Rembang yang dibungkus dengan daun kelapa yang masih muda ( Janur ) yang berbentuk seperti terompet mini, rasanya manis biasanya di tambah toping buah nangka atau kelapa muda menjadi rasa kue dumpek semakin nikmat di lidah.
Kemudian banyak jajanan pelengkap seperti Rengginang, Kue cucur, Kue Bugisan, dan Gemblong menjadi pelengkap tumbu yang akan di bagikan ke sanak saudara.
Tepat pukul 6 pagi Bapak dan Adik-adik ke Punden untuk doa bersama dengan membawa dua ember makanan yang lengkap untuk di sedekahkan. Acara akan semakin semarak dengan makan bersama di Punden, ini bermanfaat untuk bisa merekatkan tali persaudaraan antar warga.
Sedangkan Aku dan Emak masih sibuk dengan dapur, karena nanti setelah acara di Punden Bapak akan ater-ater atau mengantar makanan lengkap lauk pauk beserta kue khasnya ke saudara yang telah di tulis Emak. Saudara dari Emak dan Bapak akan mendapat kiriman semua dan terhitung ada 13 tumbu yang akan dikirim. Dan tugas ini Bapak dan Adik yang akan melakukannya.
Tugas belum selesai, karena kami masih harus menyiapkan satu ember makanan lagi untuk di bawa ke sumur dan berdoa disana bersama orang-orang yang hidupnya bergantung pada air sumur tersebut. Ini bermaksud berdoa kepada Gusti Allah supaya sumur yang merupakan tempat bergnatung air nya akan terus mengalir deras.
Barulah kami bernafas lega kalau sudah menunaikan serentetan acara Minggu Kliwon ini, puncak dari acara khas desa Kami. Biasanya sebelum Pandemi ada cara pagelaran seni ketoprak atau wayang untuk menghibur warga. Kemudian di lanjutkan karnaval yang di meriahkan beberapa delegasi dari RT yang ada di Desa Kami. Sungguh pesta rakyat yang sangat dinanti oleh masyarakat pada umumnya, tapi ketika tradisi membuat sebagian masyrakat terbebani karena faktor ekonomi akan lebih bijak jika kita bisa merayakan dengan cara yang sederhana seperti pandemi ini. Yang terpenting sedekah tetap di lakukan meski dengan cara yang sangat sederhana, berharap kemakmuran akan masyarakat selalu terjamin.
Photo by Mufid Majnun on Unsplash