Tiga Cermin

Seorang pria muda berdasi dan gunakan jas meminta supirnya hentikan mobil. Ada pemandangan di luar yang menarik hatinya. Menggelitik rasa ingin tahu.

Seorang anak kecil tertunduk menangis. Pria berdasi itu turun dari mobilnya hampiri anak itu.

“Ada apa nak?” tanya pria itu.

Anak usia sekitar 4 SD itu mengeluh, “Ada orang beli sayuran dagangan saya dengan uang palsu,”

“Coba paman lihat uangnya,”

Anak itu menyerahkan dan pria itu memeriksanya, “Uang kertas ini asli nak. Hanya memang sudah agak lecek uangnya. Ya sudah paman ganti uangnya,”

Pria itu serahkan uang kertas baru dan si anak menerimanya. “Paman, uang yang peman serahkan terlalu banyak. Tidak sebanding dengan uang lecek yang tadi,”

“Tidak apa-apa Nak, buat kamu saja,”

Pria itu pun memborong semua dagangan anak itu dan menyerahkan selembar kertas pecahan 100. Si anak ingin memberikan kembaliannya. Karena menurutnya dagangan yang dibeli pria itu senilai 25.

“Tidak usah dikembalikan nak. Karena dagangan yang saya borong tadi senilai 100,”

“Semoga Allah melimpahkan rezekimu,” doa anak itu

Pria itu terkejut begitu memperhatikan sepatu si anak. Sepatu sudah tidak layak pakai. Jari-jari mungil menyembul di ujung sepatu

“Mengapa engkau tidak gunakan kaos kaki nak?”

“Saya hanya punya sepatu ini paman,’

Jawaban itu membuat pria tersebut tersentuh hatinya. Dipanggillah putranya di mobil.

“Ridho!”

“Ya ayah”

“Kemarilah!”

Ridho yang sebaya dengan anak pedagang itu pun turun dari mobil menghampiri ayahnya.

Tanpa persetujuan Ridho, pria itu membuka sepatu dan kaos kaki anaknya. Lalu dipakaikan ke anak pedagang itu. Bukan hanya itu. Pria itu membuka jaket yang dikenakan Ridho dan pindah tangan jadi milik anak pedagang itu.

Sebelum jaket diserahkan, pria itu menyelipkan beberapa lembar uang ke dalam jaket.

Sebelum sampai di mobil, “Paman tunggu! Saya tahu. Paman tadi meletakkan uang di jaket. Saya terima uang ini, tapi bisa saya minta tolong?”

“Boleh nak,”

“Tolong serahkan uang ini kepada korban banjir di pengungsian. Di sana banyak anak yang tidak bisa tidur layak, paman,”

“Baik nak, akan paman serahkan pada korban banjir,”

Kisah di atas merupakan cuplikan dari video durasi singkat. Saya yakin masih banyak pria dermawan seperti itu di dunia nyata. Pria yang berempati pada kesusahan orang lain. Bukan hanya menghibur dengan kata, tapi dengan aksi nyata.

Bukan hanya itu, masih banyak orang di dalam kehidupan nyata ini yang mengajarkan buah hatinya untuk berkorban.

Pun tentu masih banyak Ismail-ismail zaman now yang rela berkorban tanpa protes.

Yang terakhir, tentu masih banyak orang-orang fakir yang semangat sedekah sebagaimana semangat orang-orang fakir di masa Rasulullah. Dimana mereka ingin menyamai orang-orang kaya dalam bersedekah.


Photo by Marcel Strauß on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *