Gratis Dalam Perspektif Psikologi

Oleh Delfitria

Jika ada satu bahasa yang selalu dimengerti oleh orang lain, maka bahasa tersebut adalah perkara gratis. Banyak hal bisa kita komunikasikan setelah memberikan  hal gratis pada orang tersebut. Beberapa orang yang punya kepentingan politik saja berani secara cuma-cuma membagikan bahan pokok maupun uang dengan gratis. Meskipun memang tidak selalu mengharap respon, gratis kerap menjadi sebuah permintaan. “Kan sudah digratisin tadi!” Rasanya menarik jika psikologi bisa membedah fenomena gratis yang banyak terjadi pada kehidupan manusia. 

Ilmu psikologi merupakan ilmu mengenai tingkah laku individu. Ilmu yang belajar bagaimana tingkah laku dapat muncul maupun tidak muncul, sesuai harapan atau tidak, hingga normal atau di luar normal. Dalam fenomena gratis, kita akan banyak menemukan tingkah laku baru yang dapat terbentuk. Apalagi jika tingkah laku tersebut diharapkan oleh si pemberi gratis. Rasanya hampir semudah bel yang dipencet, maka datanglah yang diharapkan. 

Beberapa waktu lalu, aku mengikuti sebuah e-learning yang membahas tentang politik uang. Dalam politik uang, para calon penguasa akan memberikan sejumlah uang kepada calon pemilihnya agar dipilih. Jelas, uang diberikan secara gratis dan tidak ada pemaksaan atau wajib lapor apakah telah dilaksanakan atau belum. 

Dari kebanyakan orang yang mau menerima uang tersebut, meskipun mereka tidak kenal secara personal dengan pemberi, mereka bersedia untuk memilih orang tersebut. Padahal kalau dipikir dua kali jenis pemimpin yang berbuat kotor seperti ini, kan, berbahaya. Bisa dipastikan bahwa tingkah laku yang muncul ketika pemilih si calon yang melakukan politik uang merupakan sebuah automatic processing. Manusia tidak mampu berpikir panjang dalam memutuskan sesuatu ketika sesuatu tersebut telah terjadi berulang-ulang. Apa yang berulang-ulang dalam fenomena ini? Ya, pemberian gratis yang menggiurkan.  Aku yakin, mereka yang terhanyut dalam politik uang adalah pemain-pemain lama yang menikmati hasilnya. 

Automatic processing dalam psikologi seharusnya berkaitan dengan mengendarai sepeda, mobil, membaca hingga bermain game. Aktifitas yang kita lakukan berulang tidak akan merepotkan kesadaran kita. Sama halnya dengan pemberian gratis. Semakin sering seseorang menerima gratisan, maka semakin otomatis pula perilaku yang diharapkan dapat muncul. Bayangkan, jika semua orang sudah merasa pemberian gratis ini menjadi sesuatu yang otomatis? Apa tidak kabur batas-batas kebenaran dalam hidup kita?

Well, saya juga sering menerima pemberian gratis, misalnya traktiran teman, hadiah apresiasi, bahkan saat kecil manusia juga mendapatkan kasih sayang secara gratis dari orang tua. Terkadang gratis bisa mempermudah urusan yang niatnya baik seperti dalam hal kasih sayang orang tua tersebut. Namun, untuk urusan seperti politik uang, bagaimana? 

That’s right! Semua pemberian gratis yang menggiurkan akan mudah untuk kita benarkan. Batasnya adalah sampai kita masih bisa berpikir alasan dari pemberian tersebut. Seperti daging kurban, rasanya bagus kalau setelah dapat daging kurban gratis kita jadi makin bersyukur sama Tuhan. Tapi kalau dapat daging kurban gratis malah ‘mendekati’ panitia untuk dapat lebih banyak, salah juga, kan, hasilnya? 

Psikologi memberi nasihat kepada kita bahwa tidak semua hal harus diproses otomatis. Ada kemampuan berpikir yang bisa kita andalkan untuk menentukan sebuah perilaku. Jangan sampai perkara gratis menjadi harga diri kita!


Photo by Annie Spratt on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *