Ganesha yang gagah dan Balairung megah mempesona menjadi bayang-bayang cita-cita emak dapat melihat anak-anaknya menjadi bagian dari kampus ternama di Indonesia itu.
Emak yang justru tidak terlalu memahami bagaimana bentuk kampus terbaik itu namun sering mendengar saudara-saudara dan berita-berita media massa tentang kedua kampus tersebut.
Biasanya yang emak dengar dan lihat itu tentang profil anak-anak bangsa yang berhasil lulus tes masuk atau menjadi sarjana dari kedua kampus itu. Sesekali emak mendengar kabar dari keluarganya yang terlihat sangat bangga dengan pencapaian anak-anak yang berhasil menjadi bagian dari si Ganesha yang gagah dan Balairung yang megah nan mempesona itu.
“Emak kok suka banget ya lihat orang-orang itu kalau pake baju toga lengkap gitu terus difoto di depan patung Ganesha ITB sama di depan Balairung UI yang super keren itu!” ujar emak suatu ketika kepada tiga anak-anaknya yang masih belum lulus Sekolah Menengan Pertama.
“Kok bisa begitu, Mak? Memangnya emak mau difoto di sana juga ya, Mak? Emang Emak maunya kami pada pake toga juga di sana ya, Mak?” sahut si sulung menaggapi cerita emaknya.
“Ya iya… Emak itu sering dulu diceritain mendiang bapakmu tentang dua kampus itu. Terus kan sering masuk berita dan sering Emak denger cerita dari saudara-saudara katanya kalau bisa belajar di sana dan berhasil pake toga dari sana tandanya anaknya itu pinter! Naah anak-anak Emak kan pasti pinter-pinter juga, nggak seperti Emak hihihi,” Emak terkekeh menaggapi pertanyaan si sulung.
“Aamiin dibilang pinter sama Emak, biasanya dibilang main melulu, susah bener nurut!” si tengah lanjut menanggapi dengan setengah bercanda.
“Ya… mungkin karena pinter ya jadi sering bikin ngomel juga hahahaha. Tandanya otak anak-anak Emak masi muter tuuuh.”
“Emak-emak, harusnya Emak bersyukur anak-anak Emak ini memang pinter-pinter, tapi ya gitu deeeh, masih banyak khilafnya plus malesnya, Maaak hihihi.” si sulung kembali menanggapi.
“Ya… alhamdulillah kalau kalian pinter-pinter dibuat Allah, meskipun emakmu ini biasa bangeet gitu ya, tapi kok cita-citanya banyak bener. Pokonya kalian semoga ada yang lulusan Ganesha dan lulusan Balairung.”
“InsyaAllah cita-cita mak dikabulkan Tuhan ya, Mak, mohon doa selalu kami bisa memenuhi cita-cita Emak.”
“Yo… rajin-rajin belajar dan berdoa ya, kalian semua agar Tuhan mengabulkan cita-citaku.”
“Siap Insya Allah Mak, kami akan berusaha untuk tidak mengecewakan Mak.” Mereka pun berpelukan.
Emak yang merupakan seorang ibu yang hanya banyak disibukkan oleh kegiatan keseharian di rumah tersebut juga telah banyak belajar melalui perangkat digital yang tersambung ke segala hal yang diinginkan. Termasuk sudah mampu mencari tentang berbagai macam informasi mengenai kedua kampus favortinya tersebut.
Emak menjadi rajin mengumpulkan foto dan video tentang kedua kampus tersebut.
“Terserah kalian aja deh mau milih belajar yang mana? Yang penting anak-anak Emak lulusan dua kampus itu dan bisa ajak Emak berfoto di patung Ganesha dan di depan Balairung itu. Okeee?” Emak mencoba menekankan kembali tentang cita-citanya terhadap anak-anaknya.
“Oke, Mak. Insya Allah,” jawab ketiganya serempak.
“Eh tapi Mak tuh tahu nggak sih sebenarnya ITB dan UI itu persisnya di mana, Mak?” sahut si bungsu tiba-tiba menimpali.
“Ya taulaah… itu di deket danau kalau UI, kalau ITB deket hutan,” jawab Emak.
“Lah nama daerah lokasinya maksudnya, Maaak…,” timpal si bungsu.
“Lah apa yak? Kok Emak lupa? Hahahha… buset dah, astaghfirullahaladziim tapi kayaknya nggak ada tol deh buat ke sono.” Emak tertawa renyah.
Aaah Emak cita-citamu cukup canggih meski pemikiranmu masih sangat sederhana.
Semoga Tuhan akan menyanggupi dengan pasti cita-citamu suatu hari.
“Jangan dulu pergi, Mak…” si sulung, tengah dam bungsu kembali memeluk emak.
“Insyaa Allah umur aye panjang ye, dikasih sehat-sehat aje buat kalian anak-anak Emak yang pada cakep-cakeeep.”
Bulir-bulir airmata emak membasahi wajahnya yang ayu.
Photo by Ainara Oto on Unsplash