Oleh: Sri Rita Astuti
Sedari kecil aku telah teramat suka membaca. Apapun kubaca, bahkan terkadang bungkus belanjaan bumbu dapur ibu pun kubaca. Tiada hari tanpa membaca. Kebiasaan ini mungkin ditularkan dari almarhumah Mbah Putri juga almarhumah ibu. Mereka juga suka membaca. Bahkan sering kali aku rela tidak jajan agar dapat menyewa buku di taman bacaan langgananku. Di usia SD bacaanku bukan hanya majalah atau buku cerita anak anak seperti Bobo dan si Kuncung ataupun komik komik anak seperti Donal Bebek, Richie Rich, Miki Mouse, gundala, dan lain lain yang banyak terbit pada waktu itu. Tapi juga bacaan ibu ibu seperti majalah Femina dan Kartini aku lahap.
Di kelas 3 SD aku mulai tertarik pada puisi dan mulai menulis puisi untuk pertama kalinya. Dua puisi pertama berjudul Pak Harto dan Ibu Kartini. Banyak lagi puisi yang kutulis setelah itu. Aku bahkan mulai menulis cerita pendek di bangku Sekolah Menengah Pertama. Waktu itu mulai ada wadah untuk menyalurkan hobiku melalui Mading sekolah. Sayangnya semua catatan tulisan itu sudah raib tak bersisa, karena sering pindah pindah rumah. Dan saat itu tidak terpikirkan untuk mengarsipkan tulisan tulisanku.
Teramat disayangkan menginjak bangku Sekolah Menengah Atas tidak ada lagi Mading di sekolah yang kumasuki. Jadilah puisi puisiku hanya menghiasi buku tulis. Saat itu tidak seperti saat ini begitu banyak sarana dan wadah untuk menyalurkan hobi tulis menulis. Hanya ada majalah atau koran yang bisa memuat karya kita. Tapi karena tinggal di daerah di tanah Kalimantan waktu itu juga teramat sulit, akses ke kantor pos jauh dan majalah susah didapat. Belum lagi ekonomi keluarga yang tidak mendukung. Beda dengan saat ini, berbagai media online tersedia untuk mengapresiasikan hasil karya kita.
Sejujurnya aku lebih mencintai puisi. Di sana aku bisa bermain dengan diksi-diksi indah dan majas-majas. Aku tak malu untuk belajar kepada mereka yang lebih paham walaupun usianya lebih muda dariku. Di usia menjelang 40 tahun aku mulai serius menggeluti literasi. Saat waktuku tak lagi sesibuk dulu. Keinginanku dapat terus menulis hingga akhir hayatku.
Beberapa buku antologi puisi dan cerpen telah terbit, satu novel solo juga berhasil kuselesaikan walau hasilnya belum memuaskanku. Aku ingin nanti aku bisa berkolaborasi bersama pemilik tulang rusukku membuat buku antologi puisi. Aku juga berharap bisa nulis bareng bersama anak anakku.
Aku ingin terus bergelut di dunia aksara. Terus aktif menjadi mentor menulis di kelas-kelas menulis. Mengajak lebih banyak orang orang untuk mencintai literasi. Terus bisa bersama dalam komunitas komunitas literasi yang selalu beraura positif.
Kuingin mewujudkan proyek terbaru yang saat ini sedang digodok bersama rekan-rekan guru berhasil dan sukses. Membangun literasi berupa kelas menulis yang menghasilkan produk antologi di tingkat SD, SMP, SMA, di kalangan guru juga merambah ke ibu-ibu rumah tangga, para pemuda dan masyarakat umum.
Akan kujadikan dunia literasi sebagai ladang amalku. Bukankah Allah telah memerintahkan kita umatnya untuk membaca melalui kata-kata “Iqra” yang terdapat dalam Al Qur’an pada surah Al Alaq. Mimpiku menghabiskan sisa usiaku dengan turut membangun literasi di kotaku. Terima kasih tak terhingga kepada kekasih hatiku dan ketiga Qurrota Ayunku yang selalu mendukung semua kegiatan literasiku. Maaf bila sering ditinggal keluar kota karena harus membersamai beberapa kelas menulis yang diadakan di kota lain.
MENCOBA KEMBALI
Rindu ini memanggilku
Melambai genit dan manja
Ah… mana penaku
Semoga tak mengering tintanya
Kemarilah…
Mendekat diksi-diksi cantik
Kurangkai kau dalam roncean aksara indah
Beruntai kata puja
Juga asmara
Aku rindu
Luahkan rasa lewat tarian pena
Harapku tak tumpul rasaku
Sungai Raya, 20072021
Photo by Thought Catalog on Unsplash