Pulang Kampung

Oleh: Tyasya

Dulu, aku tidak pernah menyangka akan menjadi anak perantauan demikian lamanya. Sewaktu memutuskan kuliah di Solo, aku pikir hanya akan merantau ketika kuliah saja. Aku memang tipe anak Emak, yang tidak pernah hidup jauh dengan keluarga.

Namun, begitu lulus kuliah dan mencari pekerjaan semua pemikiran berubah. Ya, karena pekerjaan yang aku mau rata-rata berada di Jakarta. Apakah hal itu langsung terjadi? Ternyata tidak.

Pekerjaan pertamaku justru ada dekat dengan Emak, di Kebumen. Menjadi seorang admin di sebuah toko buku yang baru berdiri. Hal itu menyenangkan sebenarnya, karena aku memang lebih suka ada di balik layar.

Sayang, aku hanya bertahan selama setengah tahun saja. Kemudian aku nekad merantau ke Jakarta, meski belum ada jaminan mendapatkan kerja. Aku menginap di rumah Paklik, adik dari Ibu. Alhamdulillah pekerjaan kedua aku dapatkan sebagai Pengajar di sebuah Bimbel.

Ada satu keinginan suatu hari nanti aku akan kembali ke kampung halaman. Bekerja dan tinggal di sana. Entahlah kenapa aku menginginkan hal itu. Mungkin pada awalnya karena harga barang-barang termasuk rumah di sini yang cukup mahal. Meskipun sejauh ini —kecuali soal rumah— masih bisa ditoleransi.

Aku berniat menabung demi bisa pulang kampung permanen. Namun, apa lacur, tabungan hanya cukup untuk mudik saja. Pulang kampung sementara, aku menyebutnya begitu. Hanya seminggu, dua Minggu kemudian kembali ke perantauan.

Keinginan itu masih ada sampai saat ini. Bahkan setiap ada pembukaan CPNS, aku selalu mengintip apakah ada formasi untukku di sana. Walaupun setiap kalinya aku dibuat kecewa. Karena meskipun formasinya ada, kalau tes tetap harus ke sana tidak bisa dari Jakarta.

Masa depan ingin kuhabiskan bersama Ibuku satu-satunya yang ada di kampung sana. Membesarkan anak-anak di lingkungan desa yang jauh dari supermarket, dengan harapan mengubah kebiasaan ‘jajan’ yang kini mendera. Mempunyai penghasilan meski dari rumah adalah hal yang kuimpikan sejak lama.

Aku benar-benar berharap lima tahun lagi —jika masih ada umur panjang— bisa pindah ke kampung halaman. Apakah pembaca mau mendoakannya? Semoga, ya. Karena aku percaya bahwa setiap impian akan menemukan jalan terjadinya.

Jika nanti mimpiku itu menjadi nyata, aku pasti akan sangat bahagia. Udara di sana masih bersih dan suasana begitu asri. Apalagi ada kebun dengan segala isi yang ada di dalamnya. Meskipun tidak luas, tetapi cukup indah untuk dipandang.

Masa depanku, berbaik hatilah kepadaku. Seperti masa lalu yang selalu menuntunku, jadilah cahaya dalam hidup masa tuaku. Menjadikanku orang yang hidup penuh syukur karena terkabulnya doaku. Kampung halaman, tunggulah aku dan keluargaku. Kami akan menghabiskan hidup di tempatmu.


Photo by Olya P on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *