Pengendali Dunia Kecil

Oleh: Dwina

Dini hari, alarm tubuh sudah membuatku terjaga. Dalam temaram cahaya lampu tidur, aku memicingkan mata agar dapat fokus pada jam di dinding. Ah, masih jam empat pagi. Pantas saja belum ada suara mengaji dari masjid. 

Aku masih berusaha mengembalikan kesadaranku. Lamat-lamat, aku dengar suara hujan dari luar. Pantas saja aku menggigil. Aku pikir karena AC di kamar terpasang suhu paling rendah atau badanku yang kurang sehat. Ternyata hujan yang membuat suhu lebih dingin. 

Aku mengajak yang sedang tidur di sebelahku untuk bangun.

“Mas, ayo bangun.”

“Jam berapa sekarang?”

“Jam empat.”

“Masih belum Subuh, lagian ini weekend ada rencana apa, sih?”

“Tidak ada yang spesial, tapi kalau bangun pagi kan baik bagi tubuh kita.”

“Iya, lima menit lagi.”

Untuk beranjak dari tempat tidur sebelum subuh, di saat akhir pekan, apalagi hujan, butuh kemauan yang kuat. Benar, tidak?

Bagiku, apabila seorang ibu rumah tangga tidak segera bangun pagi, maka mood sepanjang hari akan kurang baik. Kebersihan dan kerapihan rumah adalah prioritas utama. Anak-anak akan suka membeli jajan di luar jika tidak disiapkan cemilan di rumah. Masakan akan kurang menarik sehingga selera untuk makan kurang. Di situ, aku akan merasa bersalah dan uring-uringan. Bagiku, makan enak dan sehat artinya kesehatan kami terjamin. 

Membagi waktu antara kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri dan kegiatan mengurus rumah tangga adalah hal yang menurutku harus bisa berjalan beriringan.  Pagi adalah waktu terbaik untuk menulis. Di saat otak belum terkontaminasi dengan drama-drama kehidupan, maka ide bisa lancar tertuang. 

Kalimat syukur selalu terucap manakala alam memperdengarkan rayuannya. Candaan burung kutilang yang bersahut-sahutan, pertanda fajar mulai menyingsing. Suara orang mengaji dari masjid-masjid di seputaran perumahan sahut menyahut, adem dan menenangkan.  Menambah gairah untuk menuangkan ide dalam tulisan. 

Disusul dengan aktivitas lain, membersihkan dapur dan berkreasi menciptakan masakan unik membuat hidangan yang kuhasilkan selalu menggugah selera. Ikhtiar untuk membuat seluruh anggota keluarga sehat dengan hidangan dari tanganku. Betapa bangganya menyaksikan anak-anak tumbuh dengan kuat dan sehat karena ibu yang telaten memasak dengan variasi menu untuk memberikan cukup gizi kepada mereka. 

Ada harapan yang terselip dengan aktivitasku. Semangat untuk menjadi contoh bagi anak-anak agar selalu aktif, berusaha melayani orang lain, berusaha mengawali hari sedini mungkin agar bisa bersedekah minimal tenaga untuk keluarga.

“Adek, adek ayo bangun dulu, waktu subuh tinggal setengah jam lagi.”

Si adek menggeliat dan berusaha membuka matanya. 

“Jam berapa, Buk?”

“Sudah setengah enam.”

“Hah kenapa alarmku tidak bunyi?”

“Emang kamu pasang jam berapa?”

“Jam lima.”

“Nyenyak betul tidurmu, Le, sampai-sampai alarm yang bikin berisik sekampung kamu biarkan saja.”

Begitulah pembicaraan singkat antara aku dan si bungsu. Untungnya, dia termasuk anak yang mudah diingatkan. Tahu waktu Subuh sudah mepet dia segera ambil handuk dan ngacir ke kamar mandi.  


Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *