Oleh: Sri Rita Astuti
Berada di sampingmu dan menjadi belahan jiwamu adalah kehormatan dan kebanggaan bagiku. Cinta tak banyak yang kupinta darimu, tetaplah disisiku, genggam selalu tanganku, menjadi imamku. Cintai dan sayangi aku selamanya.
Cinta, kita punya mimpi yang sama menghabiskan sisa usia dalam kedamaian. Membangun sebuah pondok di pedesaan. Masih kuingat malam itu diperaduan menjelang kita menjemput mimpi. Kau ucapkan keinginanmu untuk hidup kita berdua di masa tua nanti.
Kau kisahkan mimpimu memiliki sebuah rumah kecil di kampung. Tak perlu rumah yang megah cukuplah rumah yang sederhana untuk kita tempati berdua , ada dapur mungil tempatku bisa bereksperimen lalu menyajikan makanan makanan kegemaranmu. Engkau selalu berkata apapun yang kumasak terasa enak. Dirimu selalu memintaku memasak apapun setiap hari. Dari dapur itu akan terus kuikat cintamu.
Aku ingin rumah kita berpagar bambu, tak usah pagar dari besi yang akan mengurung kita. Nantinya di sekeliling pagar akan aku tanami dengan bebungaan. Ada melati dan mawar kesayanganku, juga bunga bunga lain yang berwarna warni. Yang akan membuat rumah kita terlihat asri. Pasti akan sangat menyenangkan melihat bunga bermekaran di pagi hari dengan titik titik embun yang bergantungan malu malu di ranting rantingnya.
Engkau ingin punya halaman luas di belakang rumah agar dapat menyalurkan hobimu memelihara ikan dan berkebun.
“Aku ingin beternak lele, nila bahkan mungkin belut di masa pensiun nanti,” ucapmu dengan senyum di bibir waktu itu sambil merangkul pundakku.
“Apa lagi?” tanyaku sambil tersenyum penuh tatapan sayang padamu.
“Kita juga bisa berkebun, menanam sayur sayuran , cabe, tomat dan buah-buahan di dekat kolam ikan,” ujarmu lagi.
Katamu agar aku tak usah repot repot ke pasar, semua bahan makanan akan di hasilkan dari kebun milik kita. Engkau hanya ingin diriku selalu ada di sisimu. Sering engkau ucapkan perasaanmu tenang bila melihatku. Perasaan itu juga tumbuh di hatiku cinta.
“Tapi aku ingin halaman yang luas agar cucu kita bisa bermain dengan bebas di sana,” harapku.
“Iya kita bisa buat gazebo kecil di dekat kolam ikan, akan kita ajarkan anak cucu kita mencintai hewan dan tanaman sambil bermain di halaman belakang, jadi halaman depannya jangan terlalu besar ya?” dengan sabar engkau mengemukakan argumenmu. Karena engkau tahu aku kadang keras kepala.
Ah, iya engkau juga ingin membuat kandang ayam. Semua untuk mengisi hari harimu bila tak lagi bekerja. Hasil semua ternak bisa dijual. Sehingga kegemaranmu tak sia sia. Cintaku, tahukah kamu aku tak pernah takut miskin bersamamu, karena aku yakin dirimu akan selalu menjagaku.
Itu rumah impian kita, yang sekarang sedang kita perjuangkan untuk mewujudkannya. Untuk itu saat ini kau jauh dariku, berkarya mewujudkan mimpi. Aku ikhlas walau harus selalu di dera rasa rindu. Tapi cintamu menguatkanku kekasih. Semoga Allah mengabulkan harapan kita sayang. Terima kasih cinta karena telah begitu besar mencintaiku. Terima kasih untuk setiap momen indah yang kau ukir di setiap waktu. Terima kasih telah menjadikan aku ratu di hatimu.
RINDU YANG TERJEDA
Lembayung Senja
Malam kian purba ketika bayangmu genit mengusik angan
Mencumbuku penuh kasih dalam kenang
Mengurai benang benang waktu
Merapal harap bersua dalam sasmi
Pada ruang-ruang angin malam
Kutitipkan roncean rindu yang paling ranum
Hadirkan resah yang teramat gemuruh
Mendekap jeda jarak yang menyiksa
Mataku tak jua terpejam
Sedang sunyi semakin menjerat halimun yang paling dingin
Nuraniku begitu asyik mengurai rindu
Mereguk binar kasih dari bayang matamu
Sungai Raya, 19072021
Photo by Sven Mieke on Unsplash