Sejak lama Tifa mengagumi professor cantik yang sudah menua namun masih sangat memesona itu. Professor Revi adalah dosen favoritnya di kampus kuning ternama yang menjadi pilihan studi lanjutan Tifa.
“Asli, cantiknya parah bangeet…. Aku selalu terkesima ngeliatnya, Bang!” komentar Tifa pada teman kelas yang lebih tua darinya.
“Iya, sih. Professor Revi udah tua tapi masih kayak anak belia ya, saking cantik dan proporsionalnya,” jawab Aldi.
Meski mengagumi, namun Tifa tidak pernah mendapat kelas yang diajar oleh Professor Revi. Sosok cantik itu hanya dapat diamatinya dari jauh dan sesekali ditegurnya singkat jika bertemu. Seperti biasa, Professor Revi selalu menyambut sapaan Tifa dengan ramah dan senyum yang sangat manisnya.
Rupanya Tuhan mendengar suara hati kekaguman Tifa. Hingga suatu hari ketika Tifa harus menyelesaikan studi akhirnya, Professor Revi-lah yang ditunjuk sebagai promotornya. Kala itu rasanya bagai mau masuk surga bagi Tifa. Dia bahagia sekaligus cemas tidak bisa membuat professor cantik itu menyukainya jika apa yang Tifa sajikan dalam disertasi tidak sesuai dengan kemauan professor itu.
Hal itu semakin memompa semangat Tifa untuk selalu berhati-hati dan bersemangat mengerjakan disertasinya. Tifa berupaya sangat keras untuk tidak mengecewakan professor yang kemudian dimintanya agar berkenan dipanggil dengan sebutan Prof Cantik. Hari-hari berikutnya, mereka dihadapi dengan pertemuan yang intens dan Prof Cantik nampak tidak bermasalah dengan Tifa. Beliau selalu antusias menyambut Tifa. Komunikasi mereka berjalan lancar dan menyenangkan bagi Tifa. Sampai proses pembimbingan selesai dan Tifa harus kembali berjarak dengan Prof cCntik tersebut, Tifa selalu menjaga kontak komunikasinya hingga saat ini. Tifa sangat menyukai Professor Revi dan banyak termotivasi dari beliau.
“Tifa, kamu bisa dan akan menjadi professor seperti saya. Saya dahulu juga sibuk dengan anak-anak saya, saya juga telah banyak mencoba jabatan struktural disela-sela kesibukan saya mengurus dan mengawasi ketiga putri saya. Jadi Tifa, kamu harus optimis dan jangan lemah dengan keadaan!” Suatu hari Professor Revi sempat menasihati Tifa yang merasa lelah dengan hari-harinya menyelesaikan karya akhir pencapaian akademik tertinggi itu.
Nasihat itulah yang selalu dikenang oleh Tifa, meski kerap dia merasa tidak memiliki kemampuan banyak untuk bisa memiliki gelar tertinggi seperti Prof Cantik itu. Melalui komunikasi yang masih dijaga oleh Tifa, Professor Revi selalu ingat dengan Tifa dalam jarak yang telah terpisah jauh dan sosok pujaannya itu hanya bisa dilihat melalui akun media sosialnya.
“Terima kasih, Tifa yang baik… Semoga Tifa selalu sehat dan semakin sukses,” begitu biasanya balasan Professor Revi kepada pesan yang dikirim Tifa.
Professor Revi juga menyukai traveling seperti hobby Tifa. Foto dokumentasi jalan-jalannya selalu memukau Tifa hingga suatu hari dia meng-capture foto Prof cantik itu untuk dijadikan bahasan kembali dengan Aldi teman lamanya.
“Nih, liat nih, Bang. Prof Revi lagi di luar negeri. Gaya fashionnya anak muda banget, ya? Gila, nggak sangka udah umur enam puluh tahunan begini coba?” puji Tifa sambil memamerkan tangkapa foto Professor Revi yang diambil dari akun media sosial kepunyaan dosennya itu.
“Ya… memang cantik. Tar sama kayak kamu, tuh!”
“Sama bagaimana, si?h Aku mah boro-boro kali ah, hahahha.” Tifa tertawa menanggapi komentar Aldi.
“Ya sama, tar loe juga jadi professor paling cantik se-Indonesia,” ujar Aldi dengan kalimat meyakinkan menanggapi chattingan Tifa.
“Hahaha, ada-ada aja loe, Bang! Khayalan tingkat tinggi buat gue yang masih banyak males begini.”
“Nggaklaah. Gue yakin banget loe bisa kayak Professor Revi. Tar gue bisa dibuati kopi deh, sama Professor hahahah,” canda Aldi.
“Hahaha, kacau!”
Padahal dalam hati Tifa bergumam mengamini ucapan senior yang juga dikagumi itu. Dalam diam, Tifa membayangkan justru sosok Aldi-lah yang ada di sampingnya ketika nanti gelar Professor itu diamanahkan Tuhan kepadanya, dan pastinya Tifa dengan senang hati membuatkan kopi meski telah bergelar Professor.
Berharap semoga Tuhan kali ini masih mau mengabulkan impiannya dengan sukacita dukungan semesta.
Photo by Joan Kwamboka on Unsplash