Flash Fiction Etika Aisya Avicenna: Pisang yang Hilang

Hisyam masih enggan beranjak dari tempat tidur sejak Mama membangunkannya untuk sahur 5 menit yang lalu. Meski akhirnya ia bangun dan beranjak menuju kamar mandi, tapi matanya belum terbuka sempurna. 

“Syam, ayo buruan cuci muka, sikat gigi, dan wudhu. Salat tahajud dulu ya, Sayang,” kata Mama sambil meletakkan sepiring telor dadar di meja makan. Sudah ada Kak Keyla di dapur sedang membantu Mama menyiapkan sahur.

Keluar dari kamar mandi, Hisyam menuju musala untuk salat tahajud. Ternyata papa masih membaca Alquran di musala. 

“Syam, ini kan hari Arafah. Hisyam yang semangat ya puasanya! Hanya satu hari saja, kok. Insya Allah Puasa Arafah itu bisa menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang lho!” kata Papa setelah Hisyam menyelesaikan salat tahajudnya meski sebenarnya ia masih mengantuk.

“Iya, Pa,” jawab Hisyam meski kurang yakin. 

“Ayo, Syam. Kita sahur!” ajak Papa. Mereka pun menuju ke dapur.

“Wah, ada telor dadar dan sapo tahu!” Teriak Hisyam saat melihat menu sahur di meja makan.

“Makan yang banyak, Syam. Biar nanti nggak lemes waktu puasa,” ledek Keyla, kakak sulung Hisyam. 

Hisyam makan sahur dengan lahap. Pada Ramadan tahun ini sebenarnya Hisyam sudah mulai belajar puasa tapi belum pernah sehari penuh. Nah, hari Arafah ini Hisyam bertekad ingin puasa sehari penuh. 


Waktu menunjukkan pukul 13.30 WIB, Hisyam terbangun dari tidur siangnya. “Duh, udah melilit nih perut,” kata Hisyam dengan posisi rebahan di kamarnya. 

“Kayaknya batalin puasa nggak apa-apa nih daripada lemes. Kan puasa sunah juga. Tar aja deh pas hari Senin atau Kamis,” batin Hisyam.

Hisyam pun mengendap-endap menuju dapur. Suasana rumah sepi, sepertinya Mama dan Kak Keyla masih tidur siang. Papa hari ini masuk kantor. Hisyam membuka tudung saji. Ternyata meja makan kosong, tidak ada makanan. Saat membuka penanak nasi, dia pun tidak menemukan nasi di sana. 

“Wah, minum saja deh kalau gitu.”

Saat hendak mengambil air minum di kulkas, Hisyam melihat empat buah pisang di atas kulkas yang masih dibungkus plastik. 

“Hmm… makan pisang ini saja deh daripada kelaparan,” kata Hisyam kemudian membuka plastik pembungkus pisang dan mulai memakannya. Tak cukup satu buah, Hisyam menghabiskan dua buah pisang dan minum segelas air.

“Kenyang juga, nih! Biar nggak ketahuan Mama, kulit pisangnya dibuang di tempat sampah depan kamarku saja deh,” batin Hisyam.

Setelah minum, Hisyam kembali ke kamarnya. Sebelumnya tak lupa Hisyam membuang kulit pisang di tempat sampah depan kamarnya.

Hisyam melanjutkan tidur.


“Syam, bangun! Sudah pukul empat sore. Kamu dari tadi susah banget dibangunin untuk salat Asar,” ujar Kak Keyla dengan nada agak kesal.

Meski ogah-ogahan, Hisyam bangun dan salat Asar. 

Setelah salat, Hisyam mendengar teriakan Mama. 

“Astaghfirullah!”

Hisyam dan Kak Keyla yang sedang asyik membaca di ruang TV langsung berlari menuju dapur.

“Ada apa, Ma?” tanya Hisya dan Keyla hampir bersamaan.

 “Ini lho… kok pisang di atas kulkas tinggal dua buah ya? Perasaan Mama masih ada empat buah. Apa Mama lupa ya? Atau dimakan tikus?” selidik Mama.

Hisyam merasa bersalah tapi takut untuk berkata jujur.

“Yaaah, nggak jadi bikin kolak pisang dong!” ujar Keyla agak kecewa.

“Wah, padahal aku suka sekali kolak pisang,” Hisyam membatin.

“Gimana lagi, Kak. Pisangnya menghilang,” kata Mama dengan nada sedih.

“Jangan-jangan kamu ya Syam yang mengambil pisang Mama?” selidik Keyla sambil menatap Hisyam dengan tatapan penuh curiga.

“Ng.. Nggak kok, Kak! Hisyam masih puasa!” jawab Hisyam setengah berteriak.

“Hayo, Kakak curiga nih diam-diam kamu makan,” kata Kak Keyla masih penuh selidik.

“Sudah, jangan berantem. Lagi puasa lho!”

Akhirnya Hisyam masuk kamar dan Keyla ikut membantu Mama menyiapkan menu berbuka.


Ketika menu berbuka sudah siap, Keyla hendak membuang bungkus sampo di tempat sampah depan kamar Hisyam yang lokasinya tak jauh dari kamar mandi. Keyla terhenyak dengan apa yang dilihatnya.

“Maaa…!” teriak Keyla pada Mama yang sedang menata dapur.

“Ada apa sih teriak begitu?” tanya Mama penasaran sambil berjalan menuju Keyla.

“Itu, Ma di dalam tempat sampah ada kulit pisang!” jawab Keyla.

“Hmm.. ketahuan nih siapa pelakunya,” kata Mama.

Tok tok tok… Mama mengetuk pintu kamar Hisyam. 

Hisyam membuka kamar dan mendapati Mama sedang membawa kulit pisang.

“Mmm… Mama.. Maafkan Hisyam tadi tidak jujur. Hisyam tadi merasa lemas jadi terpaksa makan pisang dan minum air. Hisyam janji, besok akan puasa sehari penuh,” Hisyam berkata dengan wajah iba.

“Hisyam, tidak jadi masalah kalau Hisyam belum kuat puasa sehari penuh. Hisyam bisa membatalkannya. Apalagi kan Puasa Arafah ini juga puasa sunah. Sekarang kan Hisyam baru belajar, jadi batal tidak apa-apa. Asalkan Hisyam jujur, itu yang paling penting,” ujar Mama sambil mengusap kepala Hisyam dengan penuh sayang.

“Maafkan Hisyam ya Mama dan Kak Keyla. Hisyam janji tidak akan bohong lagi,” ujar Hisyam penuh kesungguhan.

“Wah, Hisyam nggak jadi dapat ampunan setahun yang lalu dan setahun yang akan datang dong dari Allah,” canda Keyla pada adiknya.

“Eh Keyla, kalau soal pahala dan ampunan dosa itu haknya Allah. Kan tadi Hisyam juga sudah puasa dan lagi Insya Allah niatnya Hisyam sudah dicatat,” kata Mama menjelaskan.

Hisyam sangat menyesal dengan kebohongan yang dilakukan dan dalam hati ia berjanji lain waktu akan berlatih puasa dengan sungguh-sungguh. 


Etika Aisya Avicenna

Terlahir kembar pada 2 Februari. Saat ini berprofesi sebagai statistisi (ASN). Senang membaca, menulis, jualan online di @supertwinshop, dan jalan-jalan. Ada puluhan karya anggota FLP DKI Jakarta ini yang sudah diterbitkan baik solo, duet, maupun antologi, seperti: “The Secret of Shalihah”, “Diary Ramadhan”, “Dongeng Nyentrik Alesha”, dan lainnya. IG:  @aisyaavicenna 


Photo by Eiliv-Sonas Aceron on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *