Masa Depan Cerah Diawali Bersyukur

Nabi Musa as dan para pengikutnya berhasil lari menjauh dari Fir’aun dan pasukannya. Merasa selamat dari kejaran, mungkin itu yang terpikir para pengikut nabi Musa. Tapi ternyata, nabi Musa dan orang-orang beriman  menghadapi halangan Laut Merah. 

Otomatis kondisi ini, menghentikan langkah mereka, sementara Fir’aun dan pasukannya semakin mendekat. Bayangkan bila teman-teman berada diantara pengikut nabi Musa.

Waduh lari kemana lagi?
Mati deh kita…
Kalau tahu begini… lebih baik lewat jalan lain…

Banyak orang kadang dihadapi oleh kondisi yang membuat diri sesak, bingung dan kadang frustasi.

Apa yang di pikiran orang-orang yang rumahnya terbakar? Jangankan memikirkan untuk menikah, untuk makan saja sulit. Untuk tempat berteduh saja susah. 

Orang tua bingung memikirkan nasib masa depan pendidikan anak-anaknya yang masih kecil. Mereka yang sudah bekerja bingung antara membantu keluarga yang sedang ditimpa musibah atau masuk kantor? 

Jika memaksakan masuk kantor juga, banyak pakaian tidak bisa diselamatkan. Laptop dan file-file yang terdapat di dalamnya ikut terbakar juga.

Kondisi ini mungkin banyak membuat orang frustasi.

Banyak keadaan serupa seperti di atas. Saat bencana letusan gunung berapi, ketika Tsunami atau saat krisis moneter waktu itu. 

Kini saat pandemi, ketika diterapkan PPKM. Membuat ruang gerak jadi terbatas dan berimbas pada pemasukan perusahaan, badan usaha bahkan usaha-usaha kecil. Efek dominonya berimbas pada karyawan, keluarga karyawan dan seterusnya.

Bisa jadi banyak orang menyalahkan Allah atas kondisi ini.

Tapi bagaimana sikap nabi Musa ketika hadapi halangan Laut Merah?

Nabi Musa as berkata, “Allahummaa wa lakal hamdu, wa ilaikal musytaka wa antal musta’aan laa Haula wa laa quwwata illaa billaahil alyyil azhiim,”

Apa yang pertama diucapkan nabi Musa ketika hadapi keadaan genting? 

Nabi Musa as bersyukur, memuji Allah atas kondisi ini. Bersyukur atas kondisi genting memang sikap yang luar biasa. 

Sejarah nabi Musa mengajarkan pada kita agar bersyukur pada kondisi yang ada. Ada nasi goreng, ada telur mata sapi. Namun tidak ada krupuk. Bersyukur atas keberadaan nasi goreng dan telur mata sapi.

Tidak perlu memusingkan krupuk yang tidak ada.

Bersyukur pada yang ada, apa pun kondisinya, termasuk kondisi genting. Itulah yang diajarkan nabi Musa.
Akhirnya Allah memberi pertolongan pada nabi Musa as. Tongkatnya jadi mukjizat baginya, dapat membelah Laut Merah.

Masa depan yang kelihatannya suram, bisa berubah jadi terang. Bermula dengan bersyukur pada kondisi yang ada. Bersyukur pada kondisi genting mungkin tidak mudah. 

Oleh karenanya, sudah sepantasnya berlatih bersyukur dengan cara menuliskan berbagai nikmat yang diterima tiap hari.

Ustadz Jamil Az-Zaini memberikan tips-tipsnya ketika mengobati dirinya yang terpapar Covid 19. Salah satunya menuliskan berbagai nikmat yang diterimanya tiap hari,


Photo by Debby Hudson on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *