Impian dan Realitas

Oleh : Siti Atikah (Atik)

Sejak sebulan terakhir, keluarga besar dari pihak ibu dan ayah saya, bergantian saja didera sakit yang dominannya karena terpapar Covid-19. Belum lagi, ada di antara keluarga kami ini yang secara ekonomi merasakan beratnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bisa dibayangkan menjadi lebih berat ketika sakit menyerang. Mau berobat, lebih sering berpikir panjang karena hanya bisa menggunakan fasilitas BPJS yang kita tahu antriannya panjang, apalagi dalam situasi lonjakan kasus Covid-19 belakangan ini. Memikirkan antrian saja sudah menambah drop psikologis yang sakit pastinya. Sementara, mau berobat ke fasilitas kesehatan yang berbayar akhirnya terbentur dengan biaya. Mengandalkan bantuan keluarga, mmmm juga agak repot ya, karena belum ada di antara kami yang kondisi finasialnya berlebihan. Kekurangan tidak, namun sekadar cukup untuk anggota keluarga inti.

Aaah…. Setiap kali dihadapkan kondisi seperti tadi, sebenarnya hati ini geram sekaligus sedih karena tidak mampu berbuat maksimal mengulurkan tangan membantu keluarga yang sedang kesulitan. Beberapa kali, saya dan beberapa sepupu sempat membahas kondisi keluarga besar kami ini. Alhamdulillah, untuk urusan kekompakan dan keguyuban, keluarga besar kami masih sangat solid di tengah hantaman pandemi. Namun, ya lagi-lagi, di antara kami belum ada yang posisinya bak sultan pemilik perusahaan atau bisnis yang sudah settle. Kebanyakan masih jadi orang gajian kelas menengah, rata-rata, atau baru usaha rumahan kecil-kecilan. Kami saling bantu, iya, namun ya itu, belum bisa maksimal, baru sekadar semampunya.

Saat sarapan pagi tadi, adik saya kembali mencetuskan impiannya tentang kami bisa mendirikan sekolah sendiri. Sudah sejak lama, ia yang sangat antusias dengan dunia pendidikan, ingin sekali bisa punya sekolah sendiri, sekolah inklusi yang bisa mengayomi anak-anak berkebutuhan khusus dengan masalah belajar dan sosialisasi, yang terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah. Dulu, ia juga berandai-andai punya cafe kekinian tempat hang out yang terjangkau oleh masyarakat kebanyakan. Kemudian terakhir, beberapa bulan setelah ia resign karena jatuh sakit, ia sudah sempat ingin membuka taman belajar sederhana di teras depan rumah kami yang sempit untuk anak-anak sekitar komplek tempat kami tinggal. Namun, semua keinginannya ini tentu saja belum terwujud. Masih sebatas impian. Belum terpikir jauh bagaimana mewujudkannya.

Bagaimana dengan saya? Saya justru mungkin orang yang jarang punya keinginan seperti adik saya itu. Hidup saya lebih banyak mengalir meskipun justru sering overthinking untuk hal-hal yang sebenarnya nggak penting. Namun, belakangan ini, melihat situasi keluarga besar yang sering terbentur masalah finansial, berkali-kali muncul perasaan, Yaa Allah… andai saja saya punya uang banyak, pendapatan rutin yang settle, atau dana yang berputar karena usaha dan yang bekerja di dalamnya adalah anggota keluarga besar, maka tak ‘kan hanya sekadarnya saja bantuan akan saya berikan buat keluarga yang sedang kesulitan ekonomi. Lalu, bagaimana mewujudkan angan saya itu? So far, yang saya tahu ya harus mulai punya usaha meskipun kecil-kecilan. Inilah yang kemudian jadi ganjalan sendiri bagi saya untuk bergerak maju mewujudkannya.

Beberapa kali saya sudah mencoba usaha, baru sebatas jadi reseller, sih. Mulai dari jualan camilan dan cokelat kiloan, kosmetik herbal, hingga camilan homemade. Namun, semuanya cuma berjalan sebentar karena saya tak ahli dalam hal pemasaran dan jaringan komunitas. Bahkan, promosiin buku antologi karya sendiri dan kawan-kawan penulis aja saya ngga becus🙈 Ada semacam perasaan rikuh dan ngga nyaman aja ketika saya mempromosikan usaha saya. Pernah suatu kali, saya mencoba untuk menguatkan niat memulai lagi usaha ini dibantu oleh sepupu yang punya skill promosi dan jaringan yang cukup oke. Namun, lagi-lagi, belum jadi terlaksana karena memang sepertinya niat di hati untuk jualan tuh, belum menemukan Aha moment-nya, belum mendapatkan kliknya. 

Sebenarnya ada satu camilan homemade ala saya yang lumayan menang di hati pelanggan saya yang hitungannya masih di kalangan rekan kerja di sekolah. PizzaCantik. Begitu saya menamakannya. Waktu sekolah masih berjalan normal, setiap minggunya ada saja yang pesan pizza buatan saya tersebut. “Pizza lo, enak, Tik. toppingnya banyak, dan rotinya ngga kering. Diangetin sebentar di microwave atau kukusan rasanya tetap kaya’ baru.” Begitu para penggemar PizzaCantik memberikan testimoninya dan selalu repeat order. Sayangnya, sejak pandemi muncul, saya tak bisa memenuhi orderan teman-teman karena terbentur ongkir yang mahal karena jarak rumah saya yang jauh dari rumah para penggemar PizzaCantik. Hanya beberapa kali saja saya penuhi jika jarak antarnya tidak terlalu jauh atau ketika mereka ada yang kebetulan punya diskon ongkir dari aplikasi kurir online.

Maka, sebenarnya jika ditanya apa impian saya, maka selain ingin sukses dari berkarya melalui kegemaran saya menulis dan menyanyi, sungguh saya ingin mengembangkan PizzaCantik saya sekelas pizza-pizza lain yang sudah punya nama. Ingin bisa fokus berkarya dan usaha dari rumah saja dengan pendapatan yang settle dan berkah. Ingin hasil dari karya dan usaha ini bisa menopang dan membantu keluarga besar yang membutuhkan, tak lagi hanya membantu sekadarnya saja seperti yang selama ini sudah saya lakukan. 

Emangnya ngga bisa dikerjain sambil ngajar? Nah, belakangan saya baru sadar kelemahan saya, yaitu saya bukanlah termasukl orang yang mampu membagi fokus atau multitasking. Oleh karenanya, selama menjadi guru adalah sumber penghasilan utama saya, maka sulit bagi saya fokus untuk menjalankan usaha impian saya tadi. Sementara, saya belum berani melepaskan aktivitas saya yang utama sebagai guru dikarenakan itulah satu-satunya sumber penghasilan saya sebagai pencari nafkah utama bagi kedua orangtua, kedua putra, dan juga adik saya.

Kini, karena realitanya saya belum bisa seperti itu, maka yang bisa saya lakukan adalah menjalankan apa yang bisa dilakukan saat ini. Terus menekuni kegemaran saya menulis dan membuat cover lagu sambil terus belajar dan memperbaiki skill yang berkaitan dengan kedua hal tersebut. Terus berusaha membantu sanak keluarga yang kesulitan dengan apa yang saya mampu. Terus berusaha mengulik dan menemukan Aha moment agar impian dan angan-angan memiliki usaha sendiri yang settle dapat segera terwujud. Terakhir, terus berdoa agar apapun yang tengah saya lakukan saat ini senantiasa diberkahi oleh Allah SWT dan suatu hari nanti segala impian saya tersebut dapat menjadi kenyataan. Aamiin. InsyaaAllah.

18 Juli 2021

Hari ke-13 Lockdown Writing Challenge, Books4care, Kinaraya.com

#atikberbagikisah

IG : atikcantik07


Photo by Bulbul Ahmed on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *