Oleh: Wulandari
Ada pepatah mengatakan jika orang yang tidak mampu dilarang sakit. Pepatah ini terdengar sangar mendiskriminasikan kalangan ke bawah tetapi hal ini tidak sepenuhnya salah.
Karena jika sampai sakit dan harus dirawat inap atau operasi mereka akan kesulitan membayar biaya pengobatan.
Berdasarkan pengalaman pribadi, jika pasien merupakan masyarakat tidak mampu yang berobat menggunakan Kartu Indonesia Sehat atau disingkat KIS dan BPJS maka pelayanan yang diberikan kurang memuaskan bahkan pasien sering menunggu lama di UGD saat keluarganya mengisi formulir pendaftaran.
Belum lagi jika berobat di Rumah Sakit Umum Daerah maka Dokter yang menangani sakit pasien atau Dokter Umum yang bertugas menangani pasien hanya datang satu kali karena mereka juga membuka praktek sore di tempat lain. Padahal kita tidak tahu perihal sakit pasien apakah ringan atau berat? Bisa jadi pasien tidak bisa menunggu hingga besok.
Dan bagaimana jika kondisi pasien kritis dan memerlukan tindakan operasi saat itu juga tetapi Dokter yang bertanggung jawab tidak ada? Hanya ada perawat yang bertugas bukankah itu berbahaya?
Ketika berobat menggunakan kartu BPJS ternyata ruang rawat inap yang katanya berdasarkan kelas yang dipilih hanya berupa kebohongan, sebab meski ada pasien memakai BPJS kelas 1 dan 2 ketika berobat mereka tetap dirawat di ruang bangsal atau ruang kelas tiga.
Padahal setiap bulan pasien harus membayar tagihan BPJS sesuai dengan kelas yang diambil dan tagihannya bukan hanya untuk satu orang tetapi untuk seluruh anggota keluarga.
Selain itu biaya rontgen dan MRI tidak ditanggung oleh BPJS padahal bagi pasien tidak mampu harga rontgen tergolong mahal sekitar Rp.100.000,- sampai Rp.600.000,- tergantung bagian tubuh yang di rontgen. Sedangkan biaya MRI mencapai jutaan sekitar Rp.1.500.000,- sampai Rp.5.000.000,-
Karena itu banyak orang yang tidak mampu lebih memilih mendatangi pengobatan alternatif, yakni dengan membeli ramuan obat herbal berupa jamu atau meracik sendiri dari rempah-rempah atau tanaman yang khasiatnya berguna mengobati penyakit yang diderita. Ada juga yang memilih mendatangi orang pintar atau ustadz untuk melihat apakah penyakit yang diderita oleh pasien memang medis atau non medis.
Bagi masyarakat yang tidak mampu uang sangatlah penting, bagaimana mereka bisa membayar biaya berobat jika biaya untuk makan sehari-hari pun terkadang tidak ada.
Yang patut disayangkan adalah adanya oknum-oknum tidak bertanggung jawab menggelapkan dana bantuan BPJS dari pemerintah, sehingga masyarakat yang kurang mampu terkena imbasnya, mereka jadi tidak bisa mendapatkan hak untuk berobat padahal banyak masyarakat yang tidak mampu mengidap penyakit kronis.
Pemerintah haruslah memihak rakyat kecil sebab hanya rakyat kecil yang butuh uluran tangan pemerintah, sedangkan kebanyakan orang kaya jika sakit pasti pergi berobat ke Luar Negeri, karena semua orang tahu bahwa pengobatan di Luar Negeri pelayanannya sangat baik dan Rumah Sakit di sana memiliki fasilitas peralatan yang lengkap.
Karena itu ada baiknya pemerintah membenahi bidang kesehatan, agar semua masyarakat Indonesia khususnya masyarakat tidak mampu mendapat pengobatan yang baik di Rumah Sakit. Jangan sampai ada lagi kejadian viral yang memalukan dimana pasien tidak mampu diusir dari Rumah Sakit atau ditolak berobat di Rumah Sakit.
Setiap Rumah sakit Daerah sebaiknya disediakan fasilitas peralatan medis yang lengkap dan memadai, juga para Dokter dan Perawat sebaiknya menangani pasien dengan ramah dan segera melakukan tindakan ketika pasien berada di UGD jika pasien yang datang memerlukan penanganan darurat.
END