Oleh: Denik
Saat pandemi berlalu. Apa yang ingin kamu lakukan? Pertanyaan tersebut sering sekali masuk ke pesan WA. Ada yang iseng sekadar seru-seruan sambil berandai-andai. Ada yang dijadikan topik pembicaraan secara khusus.
Saya pribadi sebelum pertanyaan tersebut terlontar dan menjadi topik perbincangan di WAG, telah membuat rencana jika pandemi usai. Yaitu ingin mudik ke kampung halaman ibu. Menjenguk sedulur-sedulur ibu yang ada di kampung. Sudah cukup lama saya tak berkunjung dan bertemu dengan mereka secara langsung.
Kalau sekadar berkabar melalui telepon selular sih sudah sering. Begitu juga dengan video call. Namun untuk bertemu secara langsung sudah lama sekali tak dilakukan. Sebelum pandemi belum sempat berkunjung. Baru berencana mudik eh, ada pandemi. Jadi tertunda lagi. Sempat menyesal juga. Kenapa waktu itu menunda-nunda waktu. Akhirnya begini deh. Entah sampai kapan? Semoga sih secepatnya.
Bukan karena ingin merasakan perjalanan mudik sebagai pelampiasan karena di rumah saja selama pandemi. Sama sekali tidak seperti itu. Meski saya senang jalan-jalan. Hampir selalu menghabiskan akhir pekan dengan jalan-jalan. Tak berarti tersiksa saat pandemi. Sebab tak bisa ke mana-mana.
Saya merasa enjoy selama di rumah saja. Karena pada dasarnya memang senang di rumah. Jadi tak masalah kalau harus di rumah saja. Adapun rencana pertama yang dicanangkan adalah mudik. Lebih dikarenakan menjaga silaturrahim.
Sebagai golongan muda. Weh, bahasanya. Macam zaman proklamasi saja. Ya, sebagai golongan muda sudah seharusnya mengunjungi golongan yang lebih tua. Apalagi sedulur yang ada di kampung sudah termasuk sepuh alias lansia. Sehingga niat mudik dan bersilaturahim lebih mengejar waktu.
Khawatirnya mereka dipanggil oleh Sang Pencipta. Namanya umur. Bukannya mendoakan. Tapi kenyataan. Yang muda saja banyak yang berpulang ke Rahmatullah. Apalagi yang umurnya sudah lanjut. Logikanya kan seperti itu. Walaupun yang namanya umur hak prerogatif Tuhan. Hanya Dia yang tahu kapan waktu itu akan tiba.
Nah, atas dasar pemikiran inilah saya jadikan mudik sebagai bagian dari rencana ke depan. Rencana pertama begitu kondisi sudah stabil. Silaturahim dengan sedulur di kampung. Apalagi sejak orang tua tak ada. Tetap menjaga hubungan baik demi orang tua juga. Melihat secara langsung kondisi mereka dan tentu saja melepas rindu.
Dulu sewaktu orang tua masih ada, mudik tak hanya saat libur hari raya. Tapi sewaktu-waktu. Terutama saat ada hajatan dan kemalangan. Ibu pasti sudah mengajak kami berangkat ke kampung.
“Kapan lagi? Mumpung masih pada hidup. Siapa yang longgar waktunya sempatkan menjenguk satu sama lain.”
Benar juga sih. Kini setelah orang tua tak ada, ritual semacam itu agak malas dilakukan. Namanya juga anak muda. Biasalah sibuk dengan urusan segala macam. Tapi begitu ingat pesan ibu, jadi sadar.
“Iya, ya? Silaturahim itu penting. Harus dijaga. Ada atau tak ada orang tua.”
Jadi mantaplah. Bahwa mudik menjadi rencana pertama saya. Mudik is my planning. (EP)
Photo by Adam Vandermeer on Unsplash