Oleh: Hendra Desdyanto
“Bapak Bupati yang dirahmati Allah SWT.
Tetapi salah satu yang menjadi sorotan saya. Pandemi ini menjadikan saya lebih bisa melihat sisi lain dari dunia pendidikan kita. Selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), kalau siswa dengan IQ rata-rata saja mengalami kesulitan. Apalagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) yang bersekolah di sekolah regular (inklusif). Sekedar informasi bahwa di Kecamatan Tambakboyo ada 51 PDBK. Tidak menutup kemungkinan ada PDBK juga di jenjang TK, SMP, dan SMA.”
Salah satu kutipan isi surat yang kutulis untuk Bupati Tuban dalam rangka mengikuti lomba Festival Pendidikan 2021. Sayang, surat ini tidak tersampaikan karena saat harus dibacakan lewat video akunya sakit.
Dalam surat ini, ada sebuah harapan besar yang ingin kusampaikan. Kita jangan sampai lupa bahwa di sekolah kita ada peserta didik yang membutuhkan layanan khusus. Mereka juga membutuhkan perhatian kita. Tetapi karena keterbatasan kita, akhirnya mereka belum mendapat layanan dengan maksimal seperti anak-anak pada umumnya.
Untuk mengatasi masalah ini, harapan saya nantinya di setiap kecamatan paling tidak ada satu sekolah yang dijadikan Pusat Sumber (Resource Center). Sekolah ini nantinya dijadikan rujukan cara menangani peserta didik berkebutuhan khusus oleh sekolah-sekolah yang lain. Disini juga bisa dijadikan tempat belajar para guru. Guru bisa belajar mengidentifikasi dan mengasesmen peserta didik berkebutuhan khusus. Lebih jauh lagi nantinya orang tua dan masyarakat bisa memperoleh informasi seluas-luasnya tentang cara menangani anak berkebutuhan khusus. Hal ini juga dapat mengurangi kecemasan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus tentang masa depan anaknya. Sehingga, tidak ada lagi alasan anak berkebutuhan khusus yang tidak bersekolah.
Tapi sebelumnya guru harus dibekali dengan diberi pelatihan. Setiap tahunnya Dinas Pendidikan bisa mengadakan workshop tentang Pendidikan Inklusif. Dari workshop ini guru bisa mengimbaskan ilmu yang sudah diperoleh ke guru yang lainnya.
Sambil menunggu harapan ini terwujud. Aku memulai dengan membantu guru yang kesulitan untuk mengelompokkan jenis anak berkebutuhan khusus. Aku juga mensosialisasikan tentang identifikasi dan asesmen, membagikan filenya biar bisa dipelajari. Sehingga yang dulunya belum tahu menjadi tahu. Dengan tujuan agar nantinya kita bisa sama-sama mengerti dan sama-sama belajar mengenai mereka.
Aku berharap kedepannya peserta didik berkebutuhan khusus lebih dilibatkan dalam kegiatan. Misalnya dengan mengadakan lomba yang pesertanya khusus mereka. bisa lomba kesenian atau olahraga. Dan karya-karya mereka bisa ditampilkan di pameran pendidikan.
Selain itu, aku juga berharap peserta didik berkebutuhan khusus mendapatkan soal standar khusus mereka. Ada tim khusus yang dibentuk. Jadi ketika mereka mengerjakan penilaian harian atau penilaian akhir semester, soalnya tidak sama dengan anak pada umumnya.
Untuk Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) mendatang. Peserta didik berkebutuhan khusus pun belum mendapatkan perhatian. Hal ini terlihat ketika aku ikut workshop.
“Pak, kita jangan lupa kalau di sekolah reguler ada peserta didik yang berkebutuhan khusus. Bagaimana mereka bisa mengikuti AKM yang cara mengerjakannya menggunakan komputer? Sedangkan mengerjakan soal sederhana yang dari buku saja mereka belum bisa,” tanyaku meragukan.
“Iya, terima kasih. Pertanyaan Anda nanti akan kami sampaikan ke provinsi,” tutupnya.
Photo by Compare Fibre on Unsplash