Flash Fiction Lisa Adhrianti: Doa untuk Dirga

Gemuruh suara dari layar kaca yang menampilkan aksi heorik bintang film Hollywood ternama malam itu sedikit membuat Mayang teralihkan dari beban perasaan yang menemaninya beberapa hari ini. Bagaimana tidak? Mayang dihadapkan pada sebuah realita yang merupakan perkara yang sulit untuk dipilihnya. Impiannya untuk melihat dan menikmati aurora bersama teman baiknya di Eropa tertawan pada sebuah jalan berliku yang tidak mungkin dilaluinya saat ini. Jalan yang membuat Mayang dan Dirga berpikir ulang untuk melakoninya.

“Lima tahun lagi kita ambil studi saja ke Eropa biar bisa lihat aurora, ya?” sahut Dirga kala itu.

“Aamiin… maunya sekarang ya, aku sudah tidak sabar ingin melihat aurora itu.”

“Ya mana bisa sekarang? Udah tahu kondisinya lagi begini, lagian kita harus berusaha untuk memperlancar Bahasa Inggris dahulu deh, sepertinya.”

“Hmmm atau kita pilih naik kereta hantu dahulu saja di Asiatique yaaa, hahahha,” canda Mayang.

“Boleh juga, sih. Tapi terus buat apa?”

“Ya sambil conference, laaah….”

“Boleh juga, sih, tapi kayaknya lebih seru kalau lihat aurora sepertinya.”

“Ya iya, sih. Tapi kaaan, tidak mungkin dalam waktu dekat ini, Dirga.”

“Mungkin aja, sih. Dari sini juga bisa, kok. Kita cuci mobil di bawah pelangi, naaah terus nanti pasti muncul deh tu si aurora.” Dirga balik bercanda.

“Hahaha, itu mah aurora-auroraan keles….”

Begitulah suasana percakapan yang dibangun Mayang dan Dirga selama ini. Percakapan yang penuh dengan tawa dan khayalan bersama karena minat mereka terhadap dunia pendidikan sangatlah besar.

Mayang dan Dirga saat ini adalah relawan bagi program sekolah gratis tingkat desa yang memiliki sama-sama berlatar pendidikan Magister.

Jika Mayang lebih tertarik pada bidang keilmuan sosial, Dirga tertarik pada bidang keilmuan kedokteran.

Keduanya dipertemukan dalam sebuah acara reuni bersama yang akhirnya kembali mendekatkan komunikasi mereka. Mayang dan Dirga memiliki chemistry yang seimbang sehingga mereka bisa saling terbuka dalam membahas apapun.

Suatu hari, Mayang mendengar kabar duka bahwa vitamin hari-harinya itu berpulang secara mendadak ketika hendak menunaikan salat. Dirga yang masih tinggal sendiri terbiasa shalat ke masjid dekat lokasi perumahannya itu terjatuh dan kemudian pergi untuk selama-lamanya.

Hancur hati Mayang ketika mendengar kabar itu. Dia teringat kepada impian masa depan yang telah mereka rancang bersama. Semuanya harus menguap bersama rencana Allah yang Maha Mengetahui segala urusan hamba-Nya.

Mayang sangat berduka dan hanya bisa merintih dalam doa. Doa yang selalu dilangitkan secara lembut sembari mengenang kembali ketika Dirga banyak mengisi hari-harinya. Mayang menyadari ternyata mungkin dia telah jatuh hati kepada sosok teduh dan cerdas itu.

Kini hanya doa-doa panjang yang bisa selalu dilangitkan Mayang untuk Dirga.

“Rabb…. Turunkan kasih sayang-Mu selalu untuk hamba yang baik itu meski dia telah tiada bersamaku, hamba yang Engkau kirimkan agar aku dapat melihat kebaikan dalam ketidaksempurnaan, hamba yang terjatuh namun juga berhasil membangun kebahagiaan bagi orang-orang, hamba yang tidak ingin menyakiti setiap diri yang dia kenali, hamba yang tetap kukagumi meski dia sendiri tidak menyadari. Rabb…. Terimalah Dirga di sisi-Mu.”


Photo by Matt Houghton on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *