Oleh: Lia Nathalia
“…The day I died was the best day of my life,” lirik lagu The Day I Died dari Just Jack terasa relevan hari-hari ini. Kematian begitu dekat. Namun kematian seperti apa yang akan terjadi pada tiap individu adalah rahasia.
Kabar duka yang datang silih berganti dari orang-orang yang kita kenal, bahkan orang-orang terkasih kita, makin menyadarkan kita bahwa kematian itu bisa datang kapan saja.
Andai saya diberi tahu kapan saya akan meninggal, saya ingin memanfaatkan waktu itu dengan sebaik-baiknya. Saya kemudian berandai-andai. Andai saya diberi waktu 1×24 jam saja sebelum ajal menjemput, apa yang akan saya lakukan? Rasanya tak akan cukup, tapi katakanlah kalau saya hanya punya waktu 24 jam saja, apakah akan saya sempatkan beristirahat?
Tentu tidak. Andai saya diberi waktu 24 jam saja sebelum detik terakhir jiwa dikandung raga, saya ingin hari itu adalah hari terbaik dalam hidup saya seperti lirik lagu The Day I Died.
Tapi apa yang akan membuat hari saya menjadi hari paling bahagia sepanjang hidup saya? Saya hobinya makan makanan enak, travelling, bertemu banyak teman. Yang mana yang harus saya prioritaskan?
Di kepala saya mulai merancang banyak hal tapi rasanya semuanya sama penting. Di mana saya ingin meninggal? Siapa-siapa saja yang saya ingin ada bersama saya di saat-saat napas terakhir saya? Bahkan saya memikirkan pakaian apa yang sebaiknya saya kenakan pada saat maut menjemput saya.
Semuanya berseliweran tanpa kepastian. Rasanya, saya harus mulai membuat daftar dari sekarang.
Kalau hari ini adalah hari terakhir saya hidup, yang ingin saya lakukan sederhana. Saya ingin berada di sebuah tempat indah di tepi laut yang dekat dengan sungai yang jernih dan di latar belakangnya ada gunung-gunung menjulang. Cukup di dalam sebuah tenda kecil, di mana saya bisa memandang laut dengan leluasa, burung-burung laut terbang dan sesekali melesat ke laut memangsa ikan. Mendengar musik nyanyian ombak dengan bau aroma angin laut yang segar.
Tak perlu ditemani siapa-siapa, cukup sendirian. Kemudian menelpon satu atau dua orang terdekat, mengucapkan salam perpisahan.
Dari sana juga saya bisa menikmati indahnya matahari terbenam, sambil menyalakan api unggun untuk membakar ikan laut yang siap disantap dengan buah-buahan. Bintang-bintang akan terlihat bertaburan dengan indah kalau dinikmati dari tepi laut.
Waktu yang tersisa adalah waktu yang diperuntukkan untuk kontemplasi diri, mensyukuri apa yang sudah diberikan alam dan sesama manusia. Kenangan suka duka, biarkan berseliweran dalam perenungan diri, agar pada akhirnya bisa mensyukuri kebesaran Tuhan, Sang Pemberi Hidup.
Saya rasa, rencana ini sudah cukup baik. Saya hanya perlu mencari, di mana kira-kira tempat yang cocok sesuai angan-angan saya itu. Dan sebelum itu, saya hanya perlu selalu berjalan maju, berbuat baik selagi masih bernapas, hingga bila tiba waktunya, tak ada penyesalan di hati.
Photo by Pars Sahin on Unsplash