Oleh: Denik
Rumahku surgaku. Harapan dan impian semua orang. Meski kenyataannya tidak sama persis. Namun hampir semua orang menginginkan hal tersebut.
Bukan dalam artian memiliki rumah besar dan mewah, lho. Tapi lebih ke suasananya. Seperti apapun tempat tinggal kita, asal di dalamnya menentramkan. Membuat nyaman. Itu sudah surga tersendiri.
Lalu bagaimana agar tercapai hal tersebut? Rumahku surgaku. Maka harus ada landasan yang kuat. Yaitu iman. Jika baik iman seseorang, maka insyaallah akan baik keseluruhan sisi kehidupannya.
Lantas upaya apa yang sebaiknya dilakukan? Tingkatkan ibadah kita. Tingkatkan pemahaman kita terhadap ajaran agama.
“Bagaimana mau lancar ibadahnya? Apa-apa dibatasi.”
Ups. Tidak perlu menggerutu. Jalani saja semua dengan hati tenang. Jika tidak bisa beribadah di rumah peribadatan. Lakukan saja di rumah. Ajak anggota keluarga.
Tidak bisa kemana-mana karena ada pembatasan? Di rumah saja kumpul keluarga. Lakukan tugas masing-masing. Setelah itu bisa bercengkrama dengan keluarga. Sambil berdiskusi atau bercanda-canda. Dengan demikian suasana rumah terasa hangat dan lebih hidup dari biasanya.
Ya, biasanya sebelum pandemi. Semua melakukan kegiatan sendiri-sendiri. Sibuk dengan urusan masing-masing. Rumah hanya semacam persinggahan. Bagaimana bisa merasakan surga di rumah kalau satu atap tapi masing-masing.
Seberapa besar dan mewahnya rumah tersebut. Tetap saja tak ada kehangatan. Yang ada kejenuhan dan kebosanan menghinggapi perasaan. Tidak betah di rumah. Itu problem yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat.
Adanya pandemi bisa dijadikan sarana introspeksi diri. Renungkan semua yang telah terjadi dengan hati dan kehati-hatian. Apa yang salah dan tidak benar, diperbaiki. Apa yang tidak seharusnya dilakukan, jangan diulangi.
Lakukan apa yang seharusnya dilakukan. Dengan hati lapang tentu saja. Mau menyadari kesalahan dan kekurangan diri. Setelahnya bersiap untuk berani berubah. Perubahan ke arah yang lebih baik tentunya.
Jika sudah, maka pelan-pelan upaya untuk mewujudkan rumahku surgaku bisa terwujud. Yang awalnya beribadah secara sendiri-sendiri. Sejak pandemi bisa dilakukan secara bersama-sama. Contohnya salat berjamaah dengan keluarga.
Yang biasanya makan dulu-duluan. Pandemi membuat acara makan senantiasa bersama-sama. Karena semua berada di rumah. Yang biasanya jarang main dengan anak atau keponakan. Sejak pandemi, merekalah hiburan di rumah yang ternyata menggemaskan hati.
Jika direnungkan, maka pandemi bisa disebut sebagai pemersatu keluarga. Pencetus suasana akrab dan hangat saat di rumah. Menghapuskan sifat individu. Menciptakan keharmonisan dalam keluarga.
Hal inilah yang patut dijaga dan dipertahankan. Harus bisa menekan ego. Jika semua anggota keluarga memahami hal tersebut. Niscaya tidak akan tercetus kata-kata bete. Tidak ada lagi kata jenuh. Yang ada justru perasaan hangat dan ceria saat berada di rumah. Inilah rumahku. Inilah surgaku. Rumahku surgaku. (EP)
Photo by Mick Haupt on Unsplash