Oleh: Lisa Adhrianti
Hey, laut, gunung, udara yang megah….
Romantis itu apakah?
Kau tahu aku pemuja romantis.
Tapi kini kaulatih aku untuk tidak mencari romantis meski sesekali kau masih memberiku romantis.
Aku tahu kalian sangat romantis dengan cara kalian… meski terkadang itu bukan untukku ketika aku menemuimu dalam keadaan gelombang gelap mencekam, letusan amarah dan hembusan badai…
Aku mungkin sangat mengganggumu ya, dengan kehausan romantis itu….
Ketenangan biru, hijau dan hembusan lembut itu menari dan kerap kunantikan selalu, tentunya dengan jemari tangan yang tidak terlepas menggamku ketika menikmatinya.
Hey, laut, gunung, dan udara yang mewah….
Entah sampai kapan dapat menunggu keromatisanmu….
Mungkin besok lusa ketika aku menemukan pengalihan dan penggantimu saja. atau mungkin Tuhan akan betul-betul memberi keromantisanmu padaku? Aku tak tahu….
Yang jelas seperti ada pepatah mengatakan jika cinta tidak harus memiliki, jika romantis bukan berarti mencintai, maka mungkin saja aku harus mempercayai pepatah itu.
Hey, laut, gunung, udara….
Aku tahu romantismu adalah bukan sekedar bahasa dalam rupa ungkapanmu, namun melingkupi semua yang kau dapat sajikan untukku.
Aaakh romantis itu apa sih?
Jika ditanyakan kepada makhluk Tuhanmu apakah dia bisa menjawab dengan jujur dan tulus?
Meski aku pun tidak selalu beruntung menemukan itu, tapi lewat berbagai cerita dalam ragam kalimat yang berisi berbagai hal mulai dari hiburan, pecutan atau bahkan hanya kicauan hati hamba Tuhan itu, aku telah dipertemukan dengan kenyamanan, sehingga aku sampai pada sebuah kesimpulan bahwa hanya dengan melihat jari jemarimu menuliskan, “Semua akan baik-baik saja,” kepadaku adalah sesuatu yang romantis, mendengar deringan nada sambung yang hanya berujar, “Aku balik, ya!” atau, “Hey, kamu di mana?” itu pun sudah menujukkan sisi romantismu.
Hey, mahkluk Tuhan….
Ya… perlahan namun pasti kamu telah mengajarkan aku bahwa menggugat romantis adalah sesuatu yang membuat miris karena yang paling berhak merasakan keromantisan sejati itu hanya diri kita sendiri dengan mensyukuri segala hal baik yang berhasil kita terima setiap hari.
Sungguh romantis yang sederhana namun bermakna tinggi. Romantis yang bukan sekedar kata-kata manis namun lebih kepada bukti empiris.
Romantis yang tidak perlu dicari karena dia yang akan menciptakan suasananya sendiri, romantis yang tidak perlu dibagi-bagi karena bukan untuk dinilai, romantis yang berisi ajakan-ajakan kebaikan dan karya-karya yang menanti.
Romantis yang sungguh sulit dimengerti namun kuyakini kini.
Terima kasih kepada makhluk Tuhan yang sudah menghadirkan esensi romantis meski dengan hening….
Aku tahu itu mengandung bening yang dapat mengatasi berbagai kepalsuan, menghadirkan ketenangan, menutupi duka panjang dan membuka lembaran kemenangan.
Romantis yang membuat manis tanpa miris….
Romantis yang sederhana namun pembalut kecewa….
Ya… aku merindukan romantis tanpa jeda yang hadir bukan hanya melewati sela jendela namun merasuk hingga ke dalam jiwa hingga surga.
Romantis yang halal, menenangkan dan menetramkan.
Photo by Yana Tkachenko on Unsplash