Quality Time bukan Terlockdown

Oleh: Dian Sulis Setiawati

Ramainya rumah ini dengan 3 bocil alias bocah cilik yang luar biasa aktif. Di masa pandemi seperti ini terkadang sampai bingung bagaimana membuat mereka betah di rumah karena lingkungan lagi tidak baik. Di perumahan tempatku tinggal banyak yang positif covid. Sudah lebih dari seminggu begitu mendengar dari grup RT beberapa tetangga positif covid, maka ada himbauan juga untuk anak-anak sementara “dirumahkan” dulu. Suasana ramai siang sampai sore hari yang biasanya penuh canda tawa anak-anak berlarian kini sepi. Tak ada anak-anak yang keluar semua berada dirumahnya bahkan untuk sekedar jajan pun kami memilih membelikan agar mereka tak merengek minta keluar beli jajan.

Terbayang serunya berada di rumah bersama mereka, anak-anak yang super aktif ini terus bergerak lincah. Naik pintu, panjat lemari, lompat dari satu kursi ke kursi yang lain. Alhamdulillah yang terpenting mereka sehat semua.

Tahun ajaran baru pun sudah dimulai, tugas daring yang harus dikirimkan ke guru mereka kembali dimulai. Dua hari ini serunya rekaman murojaah si kakak yang kupikir telah usai karena sekolah mulai diizinkan pembelajaran tatap muka harus kembali dijalani. Bagaimana tidak seru, baru dapat beberapa ayat rekaman 2 adiknya berteriak dengan suara yang begitu kencangnya. Atau terkadang tangisan si adik yang digoda kakaknya masuk dalam rekaman yang akan dikirimkan ustadzahnya. Dan si kakak harus mengulangnya lagi, jika sudah begitu tentu mood-nya jadi berubah.

“Paringi sabar, ya Allah,”kataku.

Beberapa hari lalu si anak tengah nangis, “Kapan Ibuk, Corona pergi, aku ingin main dan bersepeda lagi,” katanya.

“Sabar nak ya, berdoa sama Allah semoga corona menghilang biar bisa keluar main lagi,” kataku.

Entahlah masih berapa lama lagi pandemi ini, pasrah pada ketentuanNya, dan terus berdoa kita semua diberikan keselamatan.

Punya 3 putra dengan selisih 3 tahunan dulu tak pernah terbayangkan, diamanahi satu putra saja sudah bersyukur luar biasa karena hampir setahun aku baru mendapatkan keturunan. Bahkan saat itu aku mendapat vonis bahwa rahimku retrofleksi yang biasanya akan sulit mendapatkan keturunan. Tapi bukankah bagi Allah semua itu mudah, bahkan kenyataannya dokter anestesi yang membantuku lahiran secara SC terheran-heran.

“Lha ya mbak, padahal rahim retro kok ya punya anak jarak dekat sampai 3?” katanya.

Aku pun menjawab, “Ya nggak tau dok kuasa Allah.”

Apalagi saat ini PPKM diberlakukan, malam kita sudah harus berada dirumah karena lampu penerangan jalan dimatikan agar mengurangi mobilitas masyarakat. Anggap ini quality time untuk keluarga kita, kembali dirumah membersamai keluarga. Terus bersyukur bisa diberikan waktu berkumpul dengan keluarga yang utuh, karena banyak juga orang lain yang harus kehilangan keluarga karena Allah telah memanggilnya terlebih dulu.

Ini saatnya kembali memeluk keluarga, semoga Allah senantiasa menjaga.


Photo by Keren Fedida on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *