Oleh: Etika Aisya Avicenna
Pandemi belum jua berakhir bahkan yang terinfeksi virus Covid-19 terus mengalami peningkatan dengan sangat drastis. Pemerintah melakukan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3 – 20 Juli 2021 ini. Kantor saya kembali menerapkan Work From Home (WFH) 100%. Aktivitas di luar rumah pun dibatasi.
Meski portal perumahan tidak ditutup, tapi protokol kesehatan ketat terus diterapkan. Setiap orang yang masuk perumahan harus mengenakan masker, termasuk pedagang keliling. Saya merasa di masa PPKM Darurat ini jumlah pedagang keliling yang masuk ke perumahan justru semakin bertambah. Biasanya hanya sekitar 10-15 pedagang yang masuk. Kini bisa lebih dari 20 pedagang keliling yang masuk dalam sehari.
Pernah saya membeli salah satu pedagang keliling yang baru akhir-akhir ini masuk ke perumahan. Sang penjual berkisah bahwa sejak pandemi, penghasilannya terus menurun. Dia masuk ke perumahan kami sebagai upaya untuk menjajakan dagangannya. Saya jadi terharu. Tentu ada banyak pedagang kecil seperti beliau yang mengalami kisah serupa.
Pernah waktu sedang ada keperluan di luar rumah, saya juga melihat seorang bapak yang menjual aneka mainan anak dengan berjalan kaki. Saya tahu bapak tersebut sering mangkal di depan Sekolah Dasar yang lokasinya tak jauh dari rumah. Kondisi pandemi sekarang, di mana sekolah masih dilakukan dari rumah, tentu membuat dia harus berusaha lebih keras agar tetap berpenghasilan.
Meski kerja dari rumah dan bisa dibilang apa yang harus diselesaikan tak ada habisnya, saya harus tetap banyak-banyak bersyukur. Masih banyak yang harus berjuang di luar sana untuk mencari uang. Bahkan mereka mungkin tidak sempat memikirkan besok akan makan apa. Bisa jadi apa yang mereka dapatkan adalah untuk makan di hari itu juga.
Ingatan saya pun melayang pada dua orang bapak yang selalu membuat saya trenyuh dan takjub, tapi melahirkan syukur dan semangat ketika akan keluar dari Stasiun Gondangdia. Sejak WFH, saya sudah lama tidak naik KRL menuju ke kantor. Apa kabar ya mereka?
Sosok pertama adalah seorang bapak penjual koran yang tuna netra. Sosok kedua adalah seorang bapak penjual pisang berkaki satu yang berjualan dekat gerbang pintu keluar bagian utara di stasiun Gondangdia. Saya sering bertransaksi dengan kedua bapak ini.
Saya kagum dengan bapak penjual koran. Beliau selalu tepat memberikan nama koran yang saya beli padahal ada setumpuk koran beda nama yang dia bawa. Sepertinya sudah lama beliau menekuni profesi ini. Sepanjang pengamatan saya melintas di situ tiap pagi, belum pernah melihat beliau merokok. Saya juga salut dengan bapak penjual pisang. Meski hanya bertopang pada satu kaki dan kadang dibantu kruk dari kayu, tapi beliau selalu bersemangat menawarkan barang dagangannya. Saya banyak belajar dari mereka yang mungkin secara lahiriah dipandang tak sempurna fisiknya, tapi selalu semangat dalam menyempurnakan ikhtiar mencari rezeki. Terima kasih, para inspirator!
Kalau kita -yang fisiknya mungkin lebih sempurna- dan masih memiliki fasilitas di zaman serba digital ini, lalu merasa malas bekerja atau ogah-ogahan mencari nafkah, mungkin bisa mengambil inspirasi sebanyak-banyaknya dari sosok-sosok di atas.
Hari-hari yang kita alami saat ini memang sedang tak mudah. Meski mungkin terasa lebih berat dijalani, tapi semoga kita bisa tetap semangat untuk terus berjuang. Semoga pandemi ini tidak menjadi alasan untuk menyerah dengan keadaan. Insya Allah kita bisa. Seperti kata Tulus, dalam salah satu lirik lagunya:
Manusia-manusia kuat, itu kita…
Jiwa-jiwa yang kuat, itu kita…
Semoga Allah senantiasa memberi kekuatan, kesehatan, dan perlindungan terbaik bagi siapa saja yang tengah berjuang menjemput rezeki dari-Nya.
Etika Aisya Avicenna
Terlahir kembar pada 2 Februari. Saat ini berprofesi sebagai statistisi (ASN). Senang membaca, menulis, jualan online di @supertwinshop, dan jalan-jalan. Ada puluhan karya anggota FLP DKI Jakarta ini yang sudah diterbitkan baik solo, duet, maupun antologi, seperti: “The Secret of Shalihah”, “Diary Ramadhan”, “Dongeng Nyentrik Alesha”, dan lainnya. IG: @aisyaavicenna