Belajar Sejarah Majapahit di Masa Pandemi

Bermula dari membaca buku Kemelut di Majapahit, karya Kho Ping Hoo. Heran ya? Kho Ping Hoo ada karyanya tentang Indonesia? Ya, penulis Indonesia ini biasanya menulis cerita silat berlatar tempat, waktu dan tokoh-tokoh China. Tapi, Kemelut di Majapahit ini benar-benar berlatar Indonesia di masa kerajaan Majapahit dengan tokoh-tokoh Indonesia.

Karya Kho Ping Hoo ini masih tentang cerita silat. Hingga kini saya sudah baca 600- an halaman. 

Ceritanya seru penuh intrik politik di kerajaan Majapahit di masa Raden Wijaya. 

Tokoh antagonisnya mrengadu domba orang-orang terdekat Raden Wijaya.

Di saat setu-serunya ini saya terpikir mana yang fakta dan mana yang fiksi.

Pertanyaan ini membuat saya membeli buku-buku tentang Majapahit yang membahas tentang fakta sejarah Majapahit. Salah satunya berjudul Sejarah Kelam Majapahit, karya Peri Mardiyono.

Dari buku ini saya jadi tahu mana yang fakta sejarah dan fiksi.

Ranggalawe diadu domba dengan Nambi oleh Resi Mahapati adalah fakta sejarah. 

Lembu Sora yang diadu domba oleh Resi Mahapati juga fakta sejarah. 

Padahal Ranggalawe, Lembu Sora dan Nambi adalah orang-orang terdekat Raden Wijaya. Pengorbanan mereka pada Raden Wijaya amat luar biasa.

Sementara Sutejo, Lestari dan Bromatmojo di dalam Kemelut di Majapahit-nya Kho Ping Hoo adalah fiksi. 

Walau kehadiran mereka di tengah-tengah fakta sejarah, tidak merubah sejarahnya. 

Setelah dipilah-pilah inilah, kita baru bisa ambil pelajaran dan hikmahnya.

Kita harus berhati-hati terhadap orang-orang selicik Resi Mahapati. Terutama para pemegang kekuasaan, seperti Raden Wijaya. Sebab bila orang-orang seperti Raden Wijaya sudah termakan berita bohong dan hasutan, maka dampaknya lebih berbahaya jika dibandingkan bila rakyat yang tersulut hasutan. 

Berita bohong dan hasutan inilah yang coba mempengaruhi Rasulullah Saw sebagai pemimpin dalam peristiwa Hadirsul Ifki.

Ya sejarah memang selalu berulang.

Kesimpulan bahwa Sutejo, Lestari dan Bromatmojo adalah tokoh-tokoh fiksi, karena nama-nama itu tidak ada dalam buku sejarah Majapahit. Itu sepanjang yang baru saya baca.

Bisa jadi saya salah. Karena rujukan buku tentang Majapahit, di antaranya adalah Kitab Negarakertagama, kitab Pararaton dan kitab-kitab lainya.

Ada juga yang berdasarkan penuturan dari orang-orang. Sebagaimana novel Perang Bubat-nya Aan Merdeka Permana. Di antara bahan-bahan tulisannya adalah cerita dari mulut ke mulut. 

Cerita-cerita dari mulut ke mulut ini ada yang sesuai sejarah aslinya. 

Orang biasa menyebut cerita dari mulut ke mulut dengan istilah Tutur.

Bisa jadi tokoh Arya Kamandanu, Arya Dwipangga, Mei-Shin, Tong Bacok dll adalah tokoh fiktif. Bisa juga tokoh yang benar ada berdasarkan cerita dari mulut ke mulut atau Tutur. Makanya judul buku dan film berjudul Tutur Tinular.

Tutur Tinular, juga kisah berlatar belakang sejarah Majapahit. Bahkan dimulai dari runtuhnya Singasari yang diruntuhkan oleh Jayakatwang.

Sama dengan penilaian terhadap Kemelut di Majapahit,  saya juga adakan penilaian terhadap Tutur Tinular.

Kertanegara yang merupakan raja terakhir Singasari adalah fakta sejarah.

Singasari yang diruntuhkan Jayakatwang adalah fakta sejarah.

Untuk meruntuhkan Singasari, Jayakatwang dibantu oleh Arya Wiraraja hingga berdirilah Kerajaan Kediri 2 adalah fakta.

Raden Wijaya dibantu oleh Arya Wiraraja untuk dirikan Majapahit dengan menggulingkan Jayakatwang itu juga fakta sejarah.

Adapun Kamandanu, Dwipangga, Mei-Shin Tong Bacil mungkin fiktif.

Moga manfaat.


Photo by GR Stocks on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *