Oleh: Tyasya
Halo, perkenalkan namaku Tya, Emak dari dua anak. Kenapa dipanggil Emak? Lebih suka aja, meski anak-anakku manggilnya Mama. Nggak nyambung, ya? Sambungin aja, deh! He-he-he. Anak pertamaku berusia tujuh tahun dan sekarang duduk di kelas 1 SD. Dia laki-laki yang kami beri nama Dewantoro (panggil saja begitu, ya?). Kenapa kutulis kami? Karena namanya memang dipilih oleh aku dan suami. Kami berharap dia nantinya bisa menjadi panutan dan penjaga adik-adiknya. Aamiin.
Setelah Dewantoro lahir, aku tinggalkan dia untuk bekerja saat usianya belum genap tiga bulan. Jarak yang cukup jauh mengharuskanku berangkat pukul sepuluh pagi dan sampai di rumah lagi pukul sepuluh malam. Itu kalau KRL tidak ada hambatan. Jika ada, ya bisa lebih malam lagi pulangnya. Bahkan pernah terpaksa menginap di indekos teman karena sampai pukul sepuluh malam KRL tidak juga bisa diberangkatkan.
Alhamdulillah, meski kutinggal bekerja, Dewantoro bisa full ASI sampai usia dua tahun. Setiap hari di tempat kerja aku menyempatkan memompa ASI. Terkadang stoknya kejar-kejaran. Bersyukur tidak pernah kehabisan stok. Ketika usia Dewantoro tiga tahun, aku tidak menyangka akan diberikan anugerah lagi dari Allah. Aku hamil di luar rencana kami. Namun, tidak mungkin kami menolaknya bukan?
Lahirlah Salsabila, anak keduaku. Alhamdulillah Allah berikan kami sepasang anak, laki-laki dan perempuan. Mempunyai dua anak mulai membuatku berpikir untuk pindah kerja ke dekat rumah. Aku sudah merasakan meninggalkan Dewantoro untuk waktu yang cukup lama, membuatku tidak begitu dekat dengannya. Akhirnya aku mulai mencari lowongan di dekat rumah. Awalnya aku tidak kepikiran untuk masukkan lamaran ke sekolah karena administrasi guru di sekolah itu luar biasa.
Akan tetapi, tidak ada Bimbel di sekitar yang sistemnya seperti di tempatku. Pengajarnya tetap, tidak diroling ke cabang lain. Pada akhirnya aku mencoba peruntunganku. Beberapa bulan tidak ada panggilan, aku merasa tidak ada harapan. Ya sudahlah, jalani lagi yang begini. Tidak disangka panggilan mengajar di sekolah itu datang mendadak dan tiba-tiba.
Dengan kejadian ini, aku menyadari bahwa setiap yang terjadi pasti di waktu yang tepat. Entah itu kejadian yang menyenangkan ataupun tidak. Bekerja dekat dengan rumah membuatku punya waktu lebih banyak dengan Dewantoro dan Salsabila. Memang kedekatanku lebih kepada Salsabila, karena dia tidak sering kutinggal bekerja. Sore aku sudah di rumah dan bertemu dengan anak-anak. Dilema yang kurasakan pada awalnya, kini sudah tidak ada. Berada dekat dengan keluarga adalah salah satu privillage yang aku punya. Tidak harus dengan sesuatu yang mahal, melihat anak-anak tumbuh besar dengan mata kepala sendiri itu menyenangkan.
Namun, tentu saja ada beberapa hal yang tidak mengenakkan. Kapan punya anak lagi? Duh, dua saja kadang butuh kesabaran, apalagi nambah? Ya, pertanyaan semacam ini aku rasa tidak perlu dijawab karena tidak akan berhenti jika dilanjutkan. Dua anak? Alhamdulillah.
Photo by Benjamin Manley on Unsplash