Dampak Positif Pandemi

Datangnya pandemi bisa ditanggapi positif. Setidaknya dari sisi saya dan mungkin pula dari arah teman-teman. 

Alhamdulillah biasanya bila Ramadhan tiba, saya dapat ‘jatah’ kultum di musholla dekat rumah. 
Tapi begitu pandemi datang dan juga melewati Ramadhan, jatah itu tidak ada. Tidak surat resmi dari musholla yang meminta untuk jadi imam dan penceramah kultum. Padahal biasanya jika dapat giliran jadi imam dan penyampai kultum, ada surat resmi dan jadwal.

Kenapa saya memandang sebagai hal positif? Bukankah jadi penyampai kultum dapat berbagi ilmu bermanfaat? Bukankah hal itu merupakan peluang memperoleh ganjaran yang tidak pernah putus?

Ya benar dari sisi itu. Tapi ada hal positif dari sisi lain.

Saya termasuk orang yang hampir tidak pernah full tunaikan sholat Tarawih. Tidak pernah lengkap sebulan sebagaimana puasa Ramadhan. Tidak seperti waktu duduk di Sekolah Dasar (SD).

Tapi begitu pandemi tiba dan Ramadhan hadir di saat itu, ibu meminta saya jadi imam di sholat Tarawih. Sementara ibu adalah tipe orang yang tidak mau tinggalkan salat Tarawih, walau hanya sehari. Katanya, mumpung Ramadhan, kapan lagi.

Walhasil, saya mengimaminya dan Alhamdulillah full salat Tarawih di dua tahun terakhir ini.

Bukan hanya mengimami salat Tarawih saja, tapi juga salat lima waktu.

Sejak pandemi hadir, hampir tidak pernah lagi, salat fardhu di masjid.

Di satu sisi, bagi seorang pria salat fardhu di masjid merupakan keharusan. Sahabat Rasulullah Saw yang buta saja; Abdullah bin Ummi Maktum sholat di masjid. Dengan bantuan tali yang terhubung dengan masjid, Ibnu Ummi Maktum tunaikan sholat di masjid.

Abdullah bin Ummi Maktum Ra pernah bertanya pada Rasulullah Saw, apakah dia juga harus tunaikan sholat fardhu di masjid?

Rasulullah menjawab bahwa Ibnu Ummi Maktum tetap harus ke masjid, selama dia mendengar adzan.
Tapi begitu terjadi pandemi, ada ketentuan lain. Karena pandemi pernah terjadi di masa khalifah Umar bin Khattab ra.

Bahkan kondisinya parah. Seseorang yang terpapar di pagi hari, malamnya wafat. Salah satu korbannya adalah sahabat Abu Ubaidah bin Al-Jarrah Ra.

Setelah mempelajari kondisi ini Amr bin Ash Ra berkesimpulan bahwa wabah ini terjadi karena banyak interaksi. Oleh karenanya dilarang berkerumun. Larangan ini diberlakukan di masa khalifah Umar Ra.
Karena alasan inilah, sekarang saya salat fardhu di rumah, mengimami ibu. 

Semoga Allah menghitungnya sebagai birrul walidain; bakti pada orang tua.

Bukan itu saja. Adanya pandemi, membuat interaksi dengan keluarga lebih dekat, terutama ibu.

Sejak ayah berpulang ke Rahmatullah dua tahun lalu, ibu kelihatan ‘lebih manja’.

Setiap mau berangkat kantor -waktu itu belum pandemi-, ibu selalu berpesan, “Jangan pulang malem-malem, ya.”

Ibu menjelaskan bahwa waktu ayah masih hidup, ayah yang dinantikan kepulangannya dari kantor.

Sekarang saya yang dinanti pulang dari kantor.

Tapi kini, begitu pandemi datang, ibu bisa lebih seting berkomunikasi dengan saya.


Photo by Positive Moslem Attitude on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *