Aku Guru Kampung

Oleh: Sri Rita Astuti

Hari ini  hari pertama masuk sekolah lagi setelah liburan kenaikan kelas. Belum juga motorku sempurna kuparkirkan, beberapa orang muridku menghampiri sambil berlarian lalu berebutan  menyodorkan tangan hendak mencium tanganku sambil berucap serentak berulang ulang

“Selamat pagi, Bu.” 

Kemudian segera berlarian kembali ke kelas. Mereka tidak memakai seragam. Bahkan beberapa anak menggunakan sandal jepit. Karena semenjak wabah Covid-19 merebak tak ada proses belajar mengajar secara tatap muka. Mereka datang untuk berkenalan dengan wali kelas barunya dan mengambil buku pelajaran yang dipinjamkan oleh sekolah. Sepanjang jalan menuju kantor kubalas  beberapa sapaan dari orang tua murid yang mengantar anaknya ke sekolah juga murid murid yang ingin mencium tanganku. Hal ini selalu terjadi setiap kali aku baru saja tiba di sekolah tempatku mengajar.

Aku mengajar di satu sekolah negeri di sebuah desa di pinggiran sungai Kapuas. Setiap hari aku harus menyeberangi sungai kapuas dengan menggunakan sampan bermotor tempel. Sampannya berukuran lumayan besar. Ada berbagai ukuran sampan. Ada yang hanya bisa dinaiki 5 motor saja dan ada yang bisa dinaiki hingga 10 motor di atasnya ditambah pengendara motornya. 

Setelah sampai di seberang sungai kapuas aku masih harus mengendarai motor sejauh 2 km lagi untuk sampai di sekolah tempatku bertugas. Jalan yang kutempuh bukanlah jalan aspal yang mulus. Melainkan jalan berbatu dan berlobang. Bila musim  penghujan maka lobang lobang tersebut akan dipenuhi oleh genangan air. Danau danau buatan pun bermunculan di sepanjang jalan. Bahkan aku sudah beberapa kali terjatuh karena ban motor tergelincir. Karena tak bisa melihat permukaan jalan yang terendam banjir. Dan bila musim kemarau debu akan beterbangan di sepanjang jalan, menyesakkan pernapasan. 

Walaupun demikian aku menikmati semuanya. Segala kendala yang ada tak membuatku surut melangkah dalam menjalankan kewajiban. Aku mencintai profesiku. Walau harus berpayah payah dahulu untuk tiba di sekolah. Tapi udara segar  dan pemandangan indah mampu membuatku melupakan jalan yang rusak. Tak dipungkiri pemandangan hutan dan kebun di sepanjang jalan masih terlihat sangat alami. Belum lagi bila aku memilih jalan memutar ke tepian sungai maka jejeran keramba keramba ikan nila yang terikat  rapi di sepanjang tepi sungai. Drum drum plastik berwarna biru menyatu saling bertautan menambah segar pemandangan. Biasanya di pagi hari para pemilik keramba akan memberi makan ikan ikan di keramba.

Deretan keramba berlatar belakang sungai kapuas sangatlah indah ditambah berbagai jenis kendaraan air melintas di atasnya. Dari yang berukuran kecil hingga besar. Kecipak riak air sungai menenangkan  pikiran. Belum lagi penduduk desa yang ramah.  Selalu menyapa bila berpapasan. 

Tempat tugasku mungkin tak sebagus sekolah sekolah di kota. Tapi aku bangga karena di sini aku banyak mengenal berbagai karakter. Aku dipertemukan dengan murid murid yang lugu, sopan dan lucu.

Aku bangga menjadi seorang guru walaupun di desa terpencil .

Inilah profesiku, cita citaku.

Sungai Raya, 12072021


Photo by Ley Halos on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *