Oleh: Tyasya
Meskipun pernah bercita-cita menjadi seorang guru, ternyata ketika lulus kuliah aku justru ingin mencari pekerjaan lain. Mengikuti seleksi CPNS, BUMN, perusahaan swasta semua sudah pernah kucoba. Sebenarnya setelah lulus aku ingin melanjutkan S-2, tapi aku tidak mau merepotkan Ibu lagi. Mengejar beasiswa apalah daya TOEFL ku amat sangat pas-pasan kala itu.
Pekerjaan pertama yang kudapatkan adalah sebagai administrasi di sebuah toko buku di kotaku. Hanya bertahan setengah tahun saja, kemudian aku merantau ke Jakarta. Berbekal uang seadanya dan menumpang di rumah saudara, aku mencari kerja. Setiap ada lowongan aku segera mengirimkan berkas lamarannya. Ketika diterima di salah satu perusahaan berjangka aku merasa senang sekali. Ah, tapi hanya mengandalkan komisi. Kalau tidak ada yang investasi aku dapat apa?
Aku pun tidak melanjutkan pekerjaan itu. Kemudian aku bertanya kepada temanku yang sudah bekerja di sebuah Bimbel apakah ada lowongan di sana? Alhamdulillah ada. Delapan tahun lebih kubaktikan masa kerjaku di sana. Mengajar anak SMA cukup menyenangkan. Tidak perlu tarik urat mereka bisa diajari dengan tenang.
Ketika anakku sudah dua, aku berpikir sampai kapan meninggalkan mereka dari pagi hingga malam? Aku tinggal di Jakarta dan bekerja di Depok. Akhirnya aku memasukkan lamaran ke sekolah di dekat rumah. Inginnya bisa mengajar SMA juga, tetapi adanya SMP. Ya sudah, aku coba. Materi SMP dan SMA tentu saja berbeda. Cara siswa belajar juga tentu tidak sama. Pertama kali masuk ke kelas, groginya luar biasa. Jika materi SMA sudah tidak perlu buka dan bawa buku saat mengajar, maka sekarang berbeda. Aku harus membaca dulu materinya, memahami intinya baru bisa mengajar dengan tenang.
Siswa kelas 7 yang imut, baru beranjak remaja dari masa kanak-kanaknya, beberapa memang perlu kesabaran ekstra. Tidak mudah bagiku menaklukkan kelas mereka, apalagi ini pertama kalinya aku mengajar di sekolah formal. Kalau di Bimbel aku bisa gunakan bahasa yang tidak harus baku, di sekolah tidak bisa seperti itu. Awalnya masih belepotan. Kadang terbawa suasana ngajar di Bimbel. Aku terus berusaha tidak menggunakan kata yang tidak baku di dalam kelas, padahal biasanya beberapa kugunakan untuk melucu.
Menghadapi siswa SMP itu menurutku memang membutuhkan kesabaran lebih dibanding SMA. Meski saat ini sudah mengajar selama 3 tahun, tetapi masih ada beberapa bagian yang aku akui belum mahir. Sebagai seorang guru, aku juga harus belajar. Sama halnya dengan siswa. Hanya saja, yang dipelajari berbeda. So far sejauh ini, mengajar anak SMP ternyata bisa menyenangkan juga. Yang terpenting adalah harus bisa menguasai kelas. Aku ingin bisa menjadi guru yang bisa diajak curhat oleh siswa. Doakan, ya?
Photo by Roman Mager on Unsplash