Pelangi Mengikuti Perjalananku

Oleh: Hendra Desdyanto

Lamongan 2018. Kutuju dengan penuh harapan. Berpacu dengan waktu. Di perjalanan ban motor kempes. Kudorong. Kucari tukang tambal ban yang buka. Tidak jauh aku berjalan, akhirnya kutemukan.

“Maaf Mas, ini bannya tidak bisa ditambal dan harus diganti,” kata tukang tambal ban.

“Berapa ya, Pak?” kutanya karena takut uangku kurang.

“Lima puluh ribu, Mas,” katanya.

“Iya Pak, silakan diganti.”

Ya Allah… ada saja masalahnya. Apa ini pertanda tidak baik? gumamku.

Kulanjutkan perjalanan. Kuparkir motor untuk menuju ke tempat pendaftaran. Antrian panjang terjadi. Maklum pada saat ini ada ribuan orang yang daftar.

Sebelum aku masuk ruangan, tubuhku diperiksa.

“Iya, silakan masuk!” kata salah satu panitia.

“Bismillah,” kuucap sambil kulangkahkan kaki kanan.

Kupilih tempat yang menurutku paling nyaman. Komputer menatapku diam. Kucoba berinterkasi dengannya, dengan kuketik sebuah pasword.

“Sudah siap semuanya?” tanya salah satu panitia

“Siaappp!!!” Dengan kompak semua peserta menjawab.

“Silakan dikerjakan!”

Tanpa pikir panjang langsung kuklik “mulai”. Ibarat lomba lari ketika ada aba-aba “yak” aku langsung berlari. Karena ada 100 soal yang harus dikerjakan dalam waktu 90 menit.

Satu persatu pertayaan kujawab. Ketika ada pertanyaan hitungan kulewati dulu. Andai ada tisu di kepala ini pasti akan terbakar. Panas kepala ini. Soal dengan kalimat yang  panjang dengan pilihan jawaban yang hampir sama.

Waktu sudah habis. Nilai terpampang jelas di layar komputer.

“Sayang maaf, aku tidak lolos passing grade,” kataku dengan penuh kesedihan.

“Gak papa sayang, yang penting kamu sudah berusaha,” kata istri mencoba menghiburku.

Ini pertama kalinya aku ikut tes CPNS. Meskipun dari dulu beberapa kali ada, aku tidak pernah ikut. Bagiku prosesnya ribet dan aku tidak yakin bisa lolos. Tapi istri terus menyemangati dengan pertimbangan masalah ekonomi. Aku akhirnya mendaftar. Berharap lolos dan kondisi ekonomi kami membaik.

“Sayaaaaang… Kamu lolos, kamu peringkat tiga,” teriak istri membangunkanku.

“Alhamdulillah, Sayang. Iya, aku lolos SKD.” Penuh rasa haru kupeluk istriku.

Pada saat itu memang banyak peserta yang tidak lolos passing grade. Akhirnya dibuat sistem peringkat dan kebetulan di instansi yang kupilih tidak ada yang lolos passing grade.

Ini kesempatan kedua yang Allah berikan padaku, kali ini aku harus bersungguh-sungguh lagi. Aku tidak ingin mengecewakan istriku lagi. Tekadku berusaha yang terbaik.

Sebelum hasil SKD keluar, aku merasa sudah gagal dan harus kerja keras lagi. Aku diajak temanku ikut workshop di Surabaya bisnis madu. Dalam workshop ada kata-kata yang selalu kuingat sampai sekarang. “Lebih baik kita berkeringat di medan latihan daripada kita berdarah di medan pertempuran”.

Kata-kata ini yang kugunakan untuk memotivasi diri. Aku semangat membaca dan latihan mengerjakan soal-soal SKB. Tiap ada file tentang SKB kuprint dan kupelajari. Aku juga mulai rajin salat Tahajud dan Duha.

Sehari sebelum tes SKB. Aku menghubungi temanku. Aku menginap di sekolahnya.Karena waktu itu dia ada kegiatan kemah.

“Bro, aku sholat di sini gak papa?” tanyaku karena itu sekolahan nonmuslim.

“Gak papa Bro, santai ja. Di sini juga ada guru muslim, kok,” kata temanku.

Aku salat Tahajud dan salat Subuh di ruang guru, berdoa semoga lolos SKB.

Tibalah aku di BKD Sidoarjo. Warna hitam dan putih terlihat dominan di setiap sudut. Ribuan peserta dengan satu tujuan yang sama.

“Silakan mengisi buku hadir dulu,” kata panitia.

Tangan agak gemetar kupaksa menulis nama dan melekukkan coretan berbentuk tanda tangan.

Bleeeengg… seketika kurasakan saat memasuki ruang registrasi.

“Yang sudah mengambil kertas silahkan ikuti saya!”

Merasa sudah mengambil kertas kuikuti perintah panitia tadi. Dengan langkah hati-hati peserta di depanku menuruni tangga. Dengan PD kuikuti dari bekakang dengan langkah yang sama.

Mungkin lantainya baru di pel, batinku.

Titik-timik kaki melangkah pelan-pelan. Takut terpeleset.

“Masnya hamil, ya?” Sambil menoleh ke belakang, panitia itu bertanya padaku.

Gubraaakkk… ternyata aku mengikuti rombongan ibu hamil. Pantesan jalannya hati-hati banget. Dengan rasa malu kubalikkan badanku menuju tempat semula.

“Yang sudah dapat username dan pasword bisa menuju ruangan untuk tes SKB!”

Kali ini pasti rombongan yang benar. Berjalankah aku menuju tangga yang tadi. Dengan santai kulangkahkan kaki, tidak perlu takut terpeleset lagi.

Kumasuk ruangan. Komputer berjajar rapi bersiap menyambut kami. Instruksi dari panitia perhatikan baik-baik.Dengan mengucap bismillah mouse mulai kumainkan. Username dan password kumasukkan. Belum apa-apa hati gelisah. Pikiran bingung. Kuangkat tangan.

“Pak, password-nya invalid,” kataku pasrah.

Setelah dicek panitia, ternyata itu username dan password-ku yang dulu saat SKD di Lamongan. Eeeehhheeemmm…. kuhembuskan napas panjang.

Di saat yang lain mulai mengerjakan, aku disuruh ke tempat registrasi untuk minta username dan password yang baru. Sepuluh menit aku tertinggal. Tapi tak masalah karena waktu mengerjakan  selesainya sesuai waktu yang tertera pada layar komputer.

Kutenangkan pikiranku. Kutata hatiku. Belajar dari yang pertama. Aku tidak mau terburu-huru. Dengan mengucap basmallah aku klik tanda mulai. Kelihatannya soal kali ini lebih mudah dari yang pertama. Setiap memilih jawaban selalu kuawali dengan bismillah.Peserta yang lain pada keluar. Aku masih serius mengerjakan. Alhamdulillah, akhirnya selesai juga. Aku berjalan keluar langsung menuju layar yang menampilkan nilai setiap peserta.

Satu persatu kulihat. Mataku fokus pada nama dan nilai rivalku. Kok tidak muncul-muncul, termasuk namaku.

Jujur, langsung lemas dan pusing kepala ini setelah tahu hasilnya. Belum ada rasa bahagia. Apa ini karena aku belum sarapan? Dari tadi pagi perut juga belum terisi apapun. Aku langsung pergi ke kantin dan masih tidak percaya dengan hasil yang kulihat.

Mungkin ini jawaban dari doa-doaku atau doa istriku. Bisa juga karena doa orang tuaku atau rizki anak keduaku yang baru lahir. Aku pokoknya bahagia. Mungkin bahagia yang tertunda. Harusnya aku merasakan ini saat pertama tahu hasilnya. Bukannya malah lemas dan pusing.

Untuk bisa mencapai yang sekarang aku harus melewati berbagai proses. Jadi pegawai gudang, sales telepon, menggadaikan motor untuk buka usaha. Dari rumah ke rumah melakukan bimbingan belajar. Ada yang tiga bulan tidak bayar. Jualan kacang dan pisang rebus yang aku titipkan ke warung-warung. Nikmat banget pokoknya.

Aku sadar, apa yang aku capai sekarang bukan karna usahaku, kepintaranku, atau doaku. Tapi semua ini karena rahmat-Nya Allah SWT.

Pelangi terlihat indah bukan karna satu warna. Kebahagian terjadi bukan karna satu usaha. Nikmati setiap prosesnya, maka kamu akan menikmati keindahan dan kebahagiaan.


Photo by Phil Hearing on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *