Kita Butuh Teman

Suatu ketika membonceng seorang teman. Tiba-tiba dia berseru mengagetkan, “Ya! Ya!.. jangan lewat sini. Ada musuh gue,”

Betapa tidak nyamannya hidup. Untuk melalui jalan saja tidak bisa. Bukan karena jalanan banyak disekat seperti saat ini; saat PPKM. Tapi karena di jalanan yang akan dilalui terdapat rumah atau daerah tempat musuhnya berada.

Kondisinya mirip ketika sedang tawuran antara dua sekolah. Daerah atau tempat lokasi sekolah lawan tawuran berada atau tempat nongkrong mereka amat dihindari. Terlebih bila atribut sekolah belum dilepas.

Kebayang kan teman-teman tidak nyamannya?

Berbeda bila tidak punya musuh. Punya banyak teman.

Suatu ketika dalam perjalanan pulang ke kantor sehabis tugas luar. Sebagaimana cerita sebelumnya, saya pernah bekerja untuk mengurus visa-visa Tenaga Kerja Indonesia. Hampir tiap hari pergi ke kedutaan Saudi Arabia.

Nah, sepulang mengurus visa inilah motor mogok. Waktu itu berada di daerah Tebet. Sementara kantor berada di daerah Manggarai. Sehingga bila berjalan kaki sambil mendorong motor, tentu cukup jauh jarak yang harus ditempuh.

Saya coba ingat-ingat, adakah teman yang tinggal dekat lokasi motor saya mogok. Teringat Umar yang kantornya dekat dengan lokasi.

Alhamdulillah Umar ada di kantor. Dia pun menyuruh OB-nya untuk membelikan bensin. Ternyata motor saya mogok karena kehabisan bensin. Selesai sudah masalah.

Alhamdulillah saya tergabung di komunitas menulis yang mempunyai cabang di berbagai provinsi, bahkan sampai di luar negeri.

Dengan izin Allah, saya diberi kesempatan tunaikan ibadah umroh di tahun 2017. Sewaktu di Mekkah teringat teman komunitas yang tinggal di sana. Saya hubungi dia untuk sekadar sapa saja. Karena saat itu memang jelang pulang ke tanah air. 

Ini sekali lagi bukti, indahnya punya teman di mana,-mana.

Ketika pertama kali kerja di kantor, informasinya diperoleh dari seorang teman. Hampir tidak ada tes. Cuma wawancara sedikit. Bekerja di sana selama tiga tahunan.

Lalu pindah kantor demikian pula. Informasi juga dari teman dan tidak ada tes.

Terlebih lagi ketika mengurus visa di kedutaan Saudi. Satu paspor berstempel visa harus ditebus dengan $14 dan harus dibayar dengan uang pas.

Memiliki uang pas tidaklah mudah. Entah karena pihak kantor membekali dengan dollar pecahan besar atau karena alasan lain. 

Kadang paspor yang diajukan untuk stempel visa berjumlah dua. Otomatis kita menyiapkan pecahan 20, 5 dan 3 pecahan 1 dollar. Tapi keesokkan harinya paspor yang sudah distempel cuma satu paspor.

Ini berarti harus menyiapkan 1 lembar pecahan 10 dan 4 lembar  pecahan 1. Bagaimana jika yang ada di tangan 1 lembar pecahan 20, 1 lembar pecahan 5 dan 3 lembar pecahan 1? Kita harus menukarkan pecahan 20 jadi 2 lembar pecahan 10 dan pinjam 1 lembar pecahan 1.

Kondisi ini menuntut kita harus banyak teman. Mutlak perlu teman.

Banyak karyawan dari berbagai PJTKI (perusahaan yang memberangkatkan tenaga kerja Indonesia) yang mengurus visa di kedutaan. Kita harus berteman dengan sebanyak-banyaknya orang.

Tapi saya punya pengalaman yang membuat diri ini jadi memilah-milah. Mana teman yang bisa dipercaya, tidak bisa dipercaya atau harus berhati-hati padanya.


Photo by Hannah Busing on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *