Kasih Ibu Sepanjang Masa (5)

Oleh: Wulandari

Aku pikir jika seumur hidup aku akan menghabiskan waktu di sekolah, bekerja, menikah dan menutup usia di Belinyu, Bangka.

Tetapi aku lupa jika Tuhan punya rahasia dalam setiap takdir yang Ia tulis untuk hambanya, hari itu seakan disambar petir saat aku mendengar keputusan ibu untuk pergi ke Lampung. 

Ibu akan pulang setelah Yuk Len lulus SMP dan membawa Yuk Len untuk melanjutkan SMU di sana, sedangkan aku akan tetap di Belinyu sampai lulus SMP nanti setelah lulus aku juga akan melanjutkan sekolah di Lampung.

Keputusan itu membuat aku sakit hati, rasanya ibu sudah tidak sayang lagi padaku. Bagaimana hari-hariku setiap malam? Siapa yang akan mengeloniku? Siapa yang akan mengayunkan ayunan agar aku bisa tidur terlelap? Siapa yang akan memasak dan merawatku?

Untuk pertama kalinya aku bersuara keras di depan ibu menangis dan membentaknya, ‘ibu tidak sayang sama Cu lagi. Ibu lebih senang Cu tidak ada.’ Mendengar ucapanku, ibu segera memeluk dan menenangkan tangisku.

‘ibu sayang sama Cu kok, ibu pergi agar ada yang bisa merawat ayah di Lampung. Cu harus belajar yang rajin, jangan lupa makan dan mendoakan ibu nanti kalau bisa ikut pindah ke Lampung tanpa harus menunggu lulus SMP tentu Cu akan ibu bawa.’ Ucapan itulah yang membuatku merelakan kepergian ibu untuk menyusul ayah ke Lampung.


Aku bersyukur dan merasa senang setelah satu tahun ibu pulang ke Belinyu, ditambah setelah mendatangi pihak sekolah aku bisa ikut pindah tanpa harus menunggu lulus SMP. 

Sifat manjaku yang hilang selama setahun kembali lagi, aku tidak mau jauh dari ibu bahkan meminta untuk dikeloni dan ditepuk pelan bokongnya serta dinyanyikan lagu yang dulu sering menjadi pengantar tidur, setidaknya aku sudah tidak tidur di ayunan lagi.

Untuk pertama kalinya aku pergi jauh dari rumah, pengalaman pertama yang tak terlupakan saat naik bus menuju pelabuhan Mentok, lalu naik kapal feri selama sehari semalam menuju Palembang dan harus berdesak-desakan dengan penumpang di kapal serta tidur di kursi, bertemu orang dengan berbagai macam sifat. Mengobrol dengan bahasa Indonesia yang masih tercampur dengan bahasa daerah lalu naik getek dan naik kereta api menuju Lampung. 

Setiba di Lampung ayah langsung memelukku dan Yuk Len, bertanya bagaimana keadaan kami selama di Belinyu dan bagaimana perjalanan menuju Lampung. Aku begitu antusias bercerita tentang betapa repotnya naik kapal, susahnya tidur di kursi dan kamar mandi kapal yang jorok. Ayah dan ibu hanya tertawa sedangkan Yuk Len setelah sampai memilih tidur karena kelelahan.

Menyenangkan sekali bisa berkumpul kembali bersama kedua orang tua, menghabiskan waktu sambil bersenda gurau. Bisa merasakan lagi rasa masakan ibu dan yang terpenting adalah setiap malam bisa dikeloni oleh ibu dan ayah, bagiku saat itu adalah hal yang membahagiakan.

…END…

Kisah sebelumnya: Kasih Ibu Sepanjang Masa (4)


Photo by Some Tale on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *