Oleh: Etika Aisya Avicenna
Banyak hal di masa lalu yang jarang atau bahkan tak bisa lagi kita temui di waktu sekarang. Semua hal di waktu itu menjadi kenangan manis saat diingat di masa sekarang. Bagi saya yang turut merasakan indahnya era 90-an dengan segala kisahnya, tentu beberapa cerita ini juga dialami teman-teman yang setidaknya hidup di era 90-an.
Ahad pagi itu Ibuk bersiap untuk menyetrika baju. Waktu itu saya masih SD dan kami juga masih menggunakan setrika arang. Sebelum menyetrika, Ibuk menyiapkan arang kayu dan bara api kemudian mengipasinya dengan kipas bambu sampai setrika arang siap digunakan. Tak lupa Ibuk sudah menyiapkan beberapa helai daun pisang dan semangkok air. Daun pisang digunakan sebagai alas setrika arang. Sementara air dipakai sebagai pelicin pakaian dengan cara dipercikkan. Maklum, waktu itu belum ada pelicin dan pewangi pakaian seperti saat ini.
Saya pernah mencoba untuk menyetrika baju dengan setrika arang. Hmm, ternyata berat sekali. Butuh waktu agak lama untuk menyetrika karena harus ekstra hati-hati. Jika tidak hati-hati, maka bisa saja baju yang disetrika akan terkena percikan api. Tapi menyetrika baju dengan setrika tradisional berlogo ayam jago ini memang membuat pakaian lebih halus dan rapi. Mungkin karena setrika tersebut berat sehingga memberikan tekanan yang kuat.
Selain setrika arang, ada 2 (dua) warung yang kini saya rindukan. Keduanya adalah warung telepon (wartel) dan warung internet (warnet). Waktu itu masih jarang yang memiliki telepon rumah. Di keluarga kami, baru Pakde Trimo yang memiliki telepon rumah. Oleh karena itu, tiap ada kabar dari keluarga lain, Pakde akan ke rumah kami untuk mengabarkan atau menjemput Babe untuk menjawab telepon dari keluarga.
Selain numpang telepon di rumah Pakde, saya juga sering telepon di wartel. “Selamat sore Mas Adam, pesan lagu “Begitu Indah”-nya Padi ya. Dari Aisya untuk sahabat-sahabat tercinta,” pesan singkat saya pada penyiar radio bersuara renyah itu di sambungan telepon. Memang tak perlu berlama-lama di wartel karena biaya telepon akan terus berjalan.
Sering tiap pulang sekolah atau saat jalan-jalan sore bersama kakak tercinta, saya minta diantar ke wartel. Seringnya sih telepon ke teman untuk diskusi terkait pelajaran sekolah atau telepon memastikan mereka ada atau tidak di rumah dan janjian bertemu. Tapi kadang pesan lagu di radio lokal seperti di atas yang ngetrend di zaman itu.
Selain wartel, tempat yang sering saya kunjungi semasa SMP dan SMA adalah warnet. Waktu itu akses internet belum semudah sekarang. Semua masih serba terbatas dan saya beruntung ada beberapa warnet yang lokasinya tidak begitu jauh dari rumah. Cukup mengeluarkan Rp 2.000,00, saya dapat menghabiskan waktu selama 1 jam untuk berselancar di dunia maya. Selain untuk mencari bahan tugas sekolah, saya juga memanfaatkannya untuk update media sosial yang hits waktu itu yakni Friendster. Selain itu, saya juga chat dengan MIRC maupun Yahoo Massenger dengan sesama kawan atau mencari kawan baru. Mungkin saat ini warnet masih ada di sekitar kita tapi kebanyakan dimanfaatkan untuk bermain game online.
Itulah beberapa hal di era 90-an yang saya rindukan. Tentu masih banyak hal lain yang mungkin bisa diceritakan di lain waktu.
Etika Aisya Avicenna
Terlahir kembar pada 2 Februari. Saat ini berprofesi sebagai statistisi (ASN). Senang membaca, menulis, jualan online di @supertwinshop, dan jalan-jalan. Ada puluhan karya anggota FLP DKI Jakarta ini yang sudah diterbitkan baik solo, duet, maupun antologi, seperti: “The Secret of Shalihah”, “Diary Ramadhan”, “Dongeng Nyentrik Alesha”, dan lainnya. IG: @aisyaavicenna
Photo by Dave Weatherall on Unsplash