Dia dan Kereta Api

Oleh: Agit Yunita

Cerita yang singkat belum tentu tidak berkesan. Bahkan mungkin sesuatu yang mungkin terlewat adalah sebenarnya yang paling diingat. Hal-hal kecil yang mungkin terjadi dalam perjalanan hidup kita dan membuat kita melengkungkan senyum jika mengingatnya saat ini. 

Hari itu, pertama kalinya aku bekerja dengan menaiki kereta api. Bukan tanpa alasan aku memilih transportasi tersebut. Awalnya, saat aku diberi tugas untuk bekerja di kantor cabang yang berada di Kiaracondong, dari Cimahi aku menaiki angkutan umum. Tetapi karena rute yang belum aku paham dan waktu yang ditempuh terlalu lama, membuatku terlambat datang di hari pertama bekerja. Sejak kejadian itu, aku memilih kereta api menjadi sarana transportasiku setiap hari.

Kurang lebih satu jam waktu yang ditempuh dari stasiun Cimahi ke Stasiun Kiaracondong. Dan setiap harinya aku menaiki kereta api dengan keberangkatan pukul enam pagi. 

Sebenarnya jadwal masuk kerjaku adalah pukul delapan pagi. Namun aku tidak mau terlambat lagi. Maka aku akan menghabiskan waktu sebentar untuk menikmati suasana pagi di stasiun Kiaracondong, setibanya di sana sekitar pukul tujuh, untuk kemudian aku akan berjalan kaki menuju tempat kerjaku.

Pagi itu seperti biasa, KRD yang aku naiki penuh oleh mereka yang akan berangkat bekerja dan bersekolah. Mereka akan turun di beberapa stasiun yang aku lewati. Kebanyakan dari mereka akan turun di stasiun Bandung. Dan di antara sesaknya para penumpang ada wajah yang menarik perhatianku. Itu disebabkan karena tiba-tiba kami yang bertemu pandang. Aku seperti sedang terhipnotis dan menghafal bagaimana rupanya. Lalu kami berpisah, karena dia harus turun di stasiun Bandung.

Awalnya aku tidak terlalu memikirkannya. Aku anggap itu sebagai sebuah ketidaksengajaan. Ya, tidak sengaja melihat laki-laki tampan di kereta api yang selalu sesak. Namun pertemuan itu terjadi lagi keesokan harinya. Lagi, lagi, dan lagi. Aku semakin hafal bagaimana ekspresinya. Aku merasa menjadi pemerhati bagaimana pakaiannya. Kemudian aku menerka-menerka akan kemana dia. Bekerja kah? Atau kuliah? 

Aku tidak pernah mengerti apa arti dari setiap tatapannya saat kami harus saling bertemu pandang. Kadang ada senyum yang dia berikan walaupun tipis. Namun kadang juga seperti raut muka penasaran. Ah, membuat aku jadi salah tingkah sendiri. 

 Satu waktu dia tidak sendiri. Bersama beberapa temannya. Ada dua orang laki-laki dan satu perempuan. Saat dia sedang asyik mengobrol dengan kawannya itu, dia tidak menyempatkan diri untuk melihat ke arahku. Bukan suatu keharusan, tapi entah mengapa aku merasa kehilangan. Aneh, aku dibuatnya menertawakan diriku sendiri. Hey, kita tidak saling mengenal. Aku tidak pernah tahu apa yang ada di dalam pikirannya saat kami saling tatap. Jika dia ingin lebih banyak tahu tentangku, bukankah seharusnya dia mendekati? Tetapi itu sama sekali tak dia lakukan. Mungkin hanya aku yang terlalu percaya diri.

Sampai akhirnya, aku tidak lagi menemukan sosoknya. Semua itu mungkin memanglah hanya ketidaksengajaan. Ketidaksengajaan yang menyenangkan. Jika tatapan bisa bicara, mungkin selama itu pula aku merasa banyak bicara padanya. Padanya yang jelas tak kukenal dan sepertinya tak terlalu tertarik untuk mengenalku.

Ini memang hanya kisah singkat yang tak berakhir dimana pun. Tetapi cerita ini pernah menjadi penghias perjalananku. Perjalanan saat bekerja, yang mampu membuatku lupa betapa sesaknya kereta api yang kunaiki. Dia dan Kereta api ini adalah bagian kecil dari warna yang menghiasi cerita masa laluku.

Bantul, 10 Juli 2021


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *