Oleh Lembayung Senja
Dua puluh tujuh tahun sudah kakiku tak menapaki tempat ini. Tempat yang telah menggoreskan lembar kisah penuh warna selama 3 tahun masa remajaku. Rasanya tak percaya kembali lagi ke tempat ini. Tak puas netraku menyapu seluruh bagian gedung sekolah yang ada di hadapanku. Gedung SMA-ku dulu. Setelah lulus aku memang merantau ke tanah seberang mengikuti kepindahan orang tuaku dan tak pernah lagi kembali. Hingga tiga hari yang lalu aku mendapat tugas dari kantor ke kota ini lagi. Dan di sinilah aku sekarang, menyempatkan diri datang ke sekolah ini lagi. Melepas kerinduan, potongan potongan kenangan seakan berlompatan hadir di ingatanku.
Walau fisik bangunan gedung telah banyak berubah , sekarang terlihat lebih megah dan bertingkat dua, kelas kelasnya juga lebih banyak, hanya menyisakan sedikit bagian yang masih kukenali. Tak lagi ada pohon beringin tempatku biasa menghabiskan waktu istirahat sambil menuliskan puisi puisi ataupun hanya sekedar duduk menikmati hembusan sang bayu. Bahkan kantin di Samping sekolah juga sudah tidak ada lagi. Kantin penuh kenangan. Walau aku jarang berkunjung ke kantin. Tapi ada satu episode dimana aku jadi rajin ke kantin di waktu istirahat dan meninggalkan teduhnya lindungan beringin di belakang sekolah.
Semenjak kehadiran seorang murid baru, pindahan dari sekolah lain yang mencuri perhatianku, lelaki muda berkulit hitam manis dengan wajah yang selalu tersenyum. Aku jadi suka ke kantin, karena di sana aku bisa mencuri curi pandang wajahnya sambil menikmati jajanan. Lelaki itu selalu ada di kantin saat jam istirahat. Kehadirannya berhasil menarikku keluar dari pertapaanku, zona nyaman yang kupagar tinggi. Membuatku mengingkari janji untuk melewati tiga tahun masa SMA tanpa embel embel rasa yang lain. Dia, teman lelaki baru itu menghadirkan gelenyar rasa yang tak pernah ada. Membuatku tersenyum sendiri bila mengingatnya. Rasanya tak ingin waktu sekolah cepat berakhir. Hari – hariku jadi lebih berwarna. Ah, ya dia cinta pertamaku. Aku si pemalu dan dia yang supel dan selalu ceria, entah bagaimana mulanya kami bisa dekat. Aku si kutu buku yang biasanya tak ambil pusing dengan sekelilingku jadi ikut membaur bersama teman teman karena ajakannya. Selalu ada senyum di kebersamaan kami. Dia benar benar membuatku berubah. Pesonanya menjerat hatiku.
Suasana sekolah yang tak terlalu ramai karena masa pandemi Covid-19. Membuatku leluasa mengelilingi bangunan gedung ini. Langkahku berhenti di depan pintu kelas berwarna coklat tua yang terkunci. Ada bangku panjang dari kayu di depan kelas. Ini kelasku dulu kelas Biologi, kucoba mengintip ke dalam lewat jendela kaca, mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas. Ah, tak lagi sama, cat dinding, meja dan kursi telah berganti. Aku tersenyum di kelas ini dulu aku dan si Tuan cinta pertama pernah belajar bareng, berdebat, bercanda, mengerjakan tugas bersama, dan saling mencontek. Hmmmm tapi seingatku dia yang selalu mencontek pekerjaanku 😊😊😊.
Warna serupa pelangi, kerlip secemerlang bintang, indah menghiasi hari hari di penghujung masa SMA. Hatiku selalu menyenandungkan kidung kidung asmaradana. Puisi puisi yang terlahir dari rasa terdalam melahirkan anak anak puisi cinta yang manis. Semua karena dia, Si Tuan Cinta Pertama.
Berakhirnya masa SMA juga menjadi akhir dari kisahku dan dia. Walaupun kisah itu selalu hidup di ruang memoriku. Tak akan dapat terlupa.Entah di mana kini dia berada. Dalam hati kecilku berharap entah kapan dan entah di belahan bumi yang mana tuhan akan mempertemukan kita lagi. Semoga bahagia selalu menyertaimu Tuan Cinta Pertama.
Sungai Raya , 08072021
Photo by engin akyurt on Unsplash