Oleh Agit Yunita
Ketika persahabatan adalah segalanya, di saat itulah semuanya begitu menyenangkan. Tak ada beban pikiran yang bisa membuat pening kepala. Semuanya hanya seputar ada PR apa hari ini, mau main apa kita hari ini, atau sekedar melirik kakak kelas ganteng yang fansnya seabrek.
Kami empat sekawan, dipertemukan oleh waktu. Dan dipersatukan oleh segudang cerita. Teman satu komplek rumah yang menyenangkan. Aku dan Ningsih satu SD, sementara Rina dan Tiwi berbeda. Tiwi berusia satu tahun dibawah aku, Ningsih dan Tiwi. Namun kita selalu nyambung dan tentu saja saling menyayangi.
Saat masuk SMP, aku, Ningsih dan Tiwi bersekolah di tempat yang sama. Sedangkan Rina, ia diterima di sekolah yang berbeda. Tetapi karena rumah kami hanya berbeda blok, gak jadi masalah. Sepulang sekolah, kami tetap bisa mengerjakan PR bersama. Untuk kemudian dilanjutkan bermain.
Setiap malam Minggu kami sering menghabiskan waktu lebih lama untuk sekadar hanya bertukar cerita. Dan biasanya, rumahkulah yang dijadikan markas. Entah kenapa, yang kutahu, ibuku tak secerewet ibu-ibu mereka. Hehehe… Jadi mereka betah berlama-lama berada di rumahku.
Saat Masuk SMA, kami benar-benar berpencar. Termasuk aku yang sempat harus pergi jauh, ke kota pahlawan, walaupun tak sampai setahun. Dan kami bisa bersama-sama lagi.
Masa lalu bersama mereka, sejujurnya tak akan pernah habis untuk diceritakan. Karena kami memang menghabiskan waktu, hampir selalu bersama-sama. Biarpun sebenarnya, aku yang lebih banyak menjadi tempat curhat mereka. Tapi aku merasa senang.
Permainan kami berkembang sesuai umur. Mulai menjadi lebih rumit saat memasuki usia remaja. Haha… Karena kita mulai punya masalah sama ‘perasaan’. Bahkan Ningsih, pernah datang ke rumah sambil menangis hanya karena Laki-laki yang dia sukai ternyata sudah memiliki kekasih. Atau bagaimana kami mengantar Rina, yang sudah seperti adik kami sendiri, untuk bertemu dengan laki-laki yang naksir padanya. Dan Tiwi, yang kami tunggui di ujung gang saat dia sedang bertengkar dengan pacar pertamanya. Lalu aku? Aku kan menjadi penghibur mereka agar tak berlarut dalam kesedihan dan penyemangat bagi yang lainnya.
Aku cukup senang, menjadi saksi hidup bagaimana kami bertumbuh bersama dengan segala kisah yang dilewati. Karena kenangan masa lalu itulah yang menjadi pengobat rindu kini. Saat masing-masing dari kami sudah memiliki keluarga sendiri. Saat pertemuan menjadi barang yang begitu mahal. Obrolan pun bukan lagi seputar lagu favorit atau film kartun apa yang kita tonton. Walaupun persahabatan kami tak tak akan pernah putus, tetapi cerita yang tertulis tak seperti dulu lagi.
Kami empat sekawan dari Komplek Pondok Cipta Mas, akan selalu mengenang kisah kami. Menjadi cerita untuk anak cucu kami kelak. Semoga mereka pun dapat bersahabat dengan sangat baik seperti kami.
Bantul, 8 Juli 2021
Photo by Brooke Cagle on Unsplash