Instastory

Oleh Samsul Arifin

Malam itu begitu sunyi. Dengan gitar tuaku kusenandungkan suara rindu yang tak kunjung aku rayu. Di tengah lagu aku merasa hidupku kok gini-gini amat. Begitu hampa dan begitu membosankan. Akhir-akhir ini aku mulai merasa kesepian  dengan segala sesuatu yang ada di sekelilingku.

Setelah tembang Pernah Sakit dari Azmi selesai kunyanyikan, tiba-tiba Arya Propos menimpalku dengan sebatang rokok. “Heh, galau aja hidup lo, ngumpul ni ngumpul, masak dari tadi kita keatawa-ketika lo galau aja terus.”

“Iya nih Pos, akhir-akhir ini aku kok merasa bosen ya? Kok hidupku gini-gini amat, nggak ada bahagianya sama sekali,” jawabku dengan raut wajah kebingunan.

“Dibuat seneng aja Bro, hidup itu nggak usah dipikirin, hidup lo sudah digaris sama tuhan, jadi lo nggak usah banyak mikir, jalani aja dan syukuri apa yang telah kau capai dalam hidup ini,” ucap arya dengan sok bijak padaku.

“Oke, oke, siap. Makasih Bro, sudah dingatkan,” ucapku pada Arya saat itu.

“Sini gitarnya, dari tadi kok galau terus lagumu, kamu main kartu ini aja biar aku yang main gitar, biar hidupmu itu nggak susah,” ejek Ergin padaku.

“Heleh bilang aja kalau mau pinjem, kek. Bosa-basimu panjang amat kayak presenter di TV aja lho,” sahutku padanya dengan sedikit tertawa.

Kukasihkan gitarku padanya dan dia mulai bernyanyi tembang Bongkar milik tuan Iwan Fals. Dinyanyikannya lagu itu dengan semangat dan rasa percaya diri yang begitu meresap di setiap liriknya.

Saat itu setengah lusin kartu ada di tanganku. Aku kini berganti bermain kartu bersama teman-teman tongkronganku. Masih dengan lagu Bongkar, kami semua bernyanyi serentak bak penonton di sebuah konser.

Setelah lima menit aku bermain kartu, perasaanku Kembali seperti tadi lagi. Aku merasakan kehampaan lagi pada hidup. Untuk menghilangkan hampaku aku mencoba untuk membuaka handphone-ku.

Di beranda Whatshapp-ku saat itu tidak ada satupun pesan yang masuk. Aku bingung kenapa kok akhir-akhir ini jarang sekali ada orang menghubungiku, tidak seperti biasanya yang banyak orang yang mencariku. Ketika kugeser layar handphone-ku aku melihat Instastory yang menumpuk banyak malam itu.

Dari banyak Instastory yang masuk ke handphone-ku saat itu, aku tertarik denga Instastory Yanti, si gadis primadona di SMA-ku. Gadis yang begitu cantic, kata teman-teman seangkatanku. Entah apa yang membuatku ingin menekan itu, akhirnya kubuka Instastory itu dan dalamnya berisi tentang video perpisahannya dengan teman-teman satu gengnya.

Awalnya aku biasa saja saat melihat pertama kali, entah kenapa kuulangi lagi video itu dan tak sengaja terbesit di pikiranku untuk mengomentari video. Dengan ngawur aku mengucap, “Alay” padanya.  

Tiga menit setelah komentarku terkirim, tiba kluntinggg, satu pesanpun masuk. Dan ternyata itu dari Yanti.

Iya iya alay, nih tak hapus storyku, jawabnya dengan perasaan sedikit kesal.

Lha gitu dong, jangan alay-alay kalau hidup. Cepet tua lho nanti, timpalku dengan menyandingkan emotikon orang tersenyum sambil menangis.

Setelah beberap menit tiba-tiba ada pesan yang diteruskan kepadaku.

Wooo, nggak bisa menghargai anak itu.

Padahal semakin dewasa seseorang bisa memahami hal-hal seperti itu, soalnya bahagia setiap orang itu beda-beda, nggak bisa disamakan.

Nggak bisa disetarakan.

Makasih ya Mas Sam, atas kritiknya. Itu dari teman-temanku yang ada di video tadi, ucapnya padaku.

Iya, sama-sama, Yan, balasku padanya

Setelah beberapa menit berlalu tiba- tiba aku kok merasa aneh pada diriku Ada seseuatu yang membuatku terasa tak nyaman dengan balasan Yanti dan temannya atas komentarku di Whatsapp. Setelah kubaca lagi balasan dari dia tadi, aku baru sadar bahwa mereka tersinggung atas komentarku tadi.

Melihat respon mereka aku sangat terkejut. Aku merasa apa yang aku lakakan saat itu sudah menyakiti hati mereka semua. Padahal awalnya pada saat itu aku hanya becanda agar aku tak merasa kesepian di hidupku,

Dengan cepat aku langsung mengirimkan pesan permintaan maaf padanya. Maaf ya yan atas komentarku tadi, aku nggak bermaksud untuk menyakiti perasaaan kalian.

Setelah kurimkan pesan tersebut, pesan itu hanya berlogo centang satu. Aku bingung saat itu karena permintaan maafku belum dibuka olehnya. Aku saat itu masih merasa bersalah atas kelakuanku tadi. Aku telah merusak kebahagiaan orang lain dengan guyonanku.

Dengan perasaan bersalah aku akhirnya bingung saat itu. aku yang awalnya tadi berpotensi menang dengan kartu di tanganku, akhirnya harus kalah karena pikiranku masih tertuju pada Yanti.

Setelah beberapa menit berlalu pesanku tak kunjung juga terbaca olehnya. Saat itu aku berpikir mungkin dia kesal denganku dengan komentarku tadi. Saat itu aku menyesal sekali atas kelakuanku. Aku baru paham kalau setiap orang mempunyai kadar kebahagiannya masing-masing.

Satu jam pun berlalu, balasan dari Yanti belum juga sampai padaku. Hingga aku dan teman tongkronganku pulang, balasan Yanti belum juga datang.

Sesampainya di rumah aku beranjak untuk tidur. Namun, ketika kulihat handphone-ku lagi, ternyata Yanti belum membalas pesanku. Bagaimana ini? tanyaku pada diriku sendiri. Hal itu membuatku kau tidak bisa tidur hingga jam dua pagi. Aku masih merasa bersalah dan tak kusadari aku tertidur dengan rasa bersalahku.

Bersambung…


Photo by Tunahan Günkan on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *