Petualangan di SMU

Saya tidak tahu. Apakah ini masuk kategori nakal atau tidak? Atau apakah karena penasaran yang berangkat dari rasa ingin tahu?

Mungkin bagi orang tua saya dan orang tua lainnya menganggap aksi itu sebagai kenakalan.

Sementara bagi saya sebagai memenuhi rasa ingin tahu.

Waktu itu SMU kelas 1. Saya, adik dan kedua orang tua sudah tinggal di Jatiwaringin.

Daerah Jatiwaringin terbagi 2. Dari Kali Malang hingga jembatan tol Cikampek, masuk kawasan Jakarta Timur. Dari jembatan tol hiingga Pasar Pondok Gede sudah masuk kawaan Bekasi. Kami tinggal di Jatiwaringin yang masuk kawasan Bekasi.

Dari rumah di sinilah, saya berangkat ke sekolah SMU 24 Lapangan Tembak. Sekolah ini terletak persis di belakang gedung DPR/MPR.

Biasanya naik kendaraan umum. Tapi kali ini berbeda, ini menumpang mobil bak terbuka. Saya teringat pengalaman waktu duduk di bangku SLTP. Bersama teman-teman turun naik mobil bak terbuka tak tentu arah. Bukan hanya sekali dua kali. Tapi sering. 

Ada satu pengalaman yang berkesan saat itu. Pengalaman menumpang bak terbuka sampai ke daerah Tangerang; ke Kampung Naga.

Sempat bingung juga, bagaimana pulangnya. Tapi karena bersama-sama, perasaan bingung dan khawatir pun hilang. Kami pun sampai di rumah masing-masing

Kalau dulu, pergi bersama dengan teman-teman tanpa tentu arah. Kini saya ingin melakukannya seorang diri dengan tujuan yang jelas; sekolah.

Rencana pun diatur. Naik turun bak terbuka biasanya dilakukan di lampu merah. Alhamdulillah naik bak terbuka hingga lampu merah daerah Halim. Karena mobil bak terbuka yang ditumpangi tidak sesuai tujuan. 

Untuk sampai di tujuan bisa lewat arah Kampung Melayu, bisa juga lewat arah Cawang. Saya sengaja pilih arah Cawang, karena lebih praktis dan mudah. Kendaraan tinggal lurus saja ke arah Grogol. Turun di halte Farmasi atau di gedung DPR. 

Maka saya pindah ke bak terbuka lain, yaitu yang mengarah ke Cawang. Tapi rencana tinggal rencana. Jelang jembatan Semanggi, bak terbuka berbelok ke jalan Sudirman. 

Saya ikuti mobil bak terbuka itu. Karena bisa lewat jalan lain untuk sampai di sekolah.

Saya harus turun di pintu 9 Senayan. Saya pun sampai di pintu 9 Senayan. Dari sana, naik Kopaja yang lewati Gedung Pemuda Olahraga. 

Kopaja ini penuh dengan penumpang, terpaksa saya berdiri di bemper belakang Kopaja.

Langsung terbayang, bahwa nanti akan melewati bunderan. Diperkirakan Kopaja akan miring ke kiri dan itu berbahaya buat saya.

Hampir tidak ada bedanya dengan film action. Ketika sampai di bunderan, saya membantingkan tubuh ke dalam Kopaja. 

Takdir berbicara lain. Saya tidak bisa masuk ke dalam Kopaja. Saya terjatuh. Celana abu robek dengan sedikit luka di kaki.

Walau ada kecelakaan kecil, saya puas. Saya jadi tahu cara pergi ke sekolah dengan biaya minim.


Photo by Fiona Feng on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *