Lautan titik-titik cahaya doa dalam berbagai warna, redup namun berkelap-kelip di tengah kegelapan. Doa yang kumaksud adalah benar-benar doa. Benar-benar doa yang dipanjatkan oleh manusia-manusia dan makhluk-makhluk di Bumi. Salah satu jalan masuk ke sini adalah melalui celah jurang ini yang terhubung secara misterius dengan langit mereka.
Karena aku duduk di sisi tebing aku bisa melihat sampai ke dasar jurang. Ribuan, jutaan mungkin miliaran doa melayang-layang berusaha membuat ikatan dengan langit. Di seberang jurang di atas menara-menara batu. Petugas berseragam ungu dengan jaring-jaring besar dan lebar berusaha menyaring doa-doa itu.
Kabarnya jaring itu bukan sekedar jaring, namun sangat istimewa karena dia bisa mengenali doa mana yang paling mungkin dikabulkan. Mungkin jaring itu adalah alat khusus yang diciptakan langsung oleh atasan kami. Maka dari itu tidak sembarang orang bisa berkerja di menara di divisi doa-doa langit.
Aku tidak tahu jelas karena itu hanya kabar. Satu dari banyak kabar yang kubicarakan dengan rekan kerjaku di divisi permohonan mengenai tempat kerja kami. Tempat kerja kami adalah langit kelima. Jika manusia sedang memanjatkan doa. Kami adalah orang-orang yang pertama kali mendengarnya, yang pertama kali melihatnya dan merasakan ke dalaman doa dan harapannya.
Aku memandangi doa-doa biru kecil yang melayang di dekatku. Aku mengikutinya sampai ia tertangkap jaring dan disimpan oleh petugas. Petugas menara yang satu itu namanya Menggala. Aku mengenalinya dan dia mengenaliku. Dengan penglihatan kami yang memang tajam kami saling memandang. Dia tersenyum sambil mengangkat topi ungunya tanda salam. Aku pun membalas senyumnya dan melambaikan tangan.
Tangannya menunjuk ke arah bukit, matanya seperti berusaha memberikan aku peringatan. Aku melihat ke arahnya menunjuk. Dari atas bukit aku bisa melihat gadis berseragam merah muda sepertiku tergesa menuruni bukit.
Aku memandang Menggala dan berterima kasih padanya lewat gestur tangan. Di balasnya denga senyuman, gadis yang menuruni bukit itu adalah temanku Seska dia pasti ke sini menjemputku.
“Petra!!”, aku mendengar suaranya nyaring memanggilku. Aku segera menyingkir dari sisi tebing dan menghampirinya sebelum ia terlalu dekat dengan jurang.
“Sudah kuduga kamu di sini” ucap Seska. “Sekarang sudah shift kita di booth, kita harus segera ke sana. Aku tidak mau dimarahi lagi gara-gara kamu telat”, lanjut Seska.
“Maaf, ayo pergi”, jawabku sambil mengikuti langkahnya. Kami berdua mendaki tanjakan landai. Di atas tanjakan itu terdapat gedung batu putih dengan dua menara. Kami masuk dari pintu utama berupa pintu ganda ungu raksasa. Kami melewati koridor-koridor yang dipenuhi orang-orang yang sibuk dari divisi lain. Sampai kami sampai di divisi kami sendiri.
Seperti yang disebutkan Seska, kami bertugas di divisi permohonan. Divisi ini berupa ratusan booth telepon dengan puluhan server dan sambungan. Kami menerima doa-doa dari panggilan-panggilan ini. Kemudian kami mencatatnya untuk kemudian diatur oleh divisi pendataan dan ingatan. Kami hanya menerima panggilan itu. Mendengar harapan-harapan manusia tanpa bisa mengatakan apapun. Sekalipun kami berbicara, mereka pun takkan pernah mendengarnya. Karena itu petugas divisi kami sering juga disebut ‘Para Pendengar’. Permohanan agak berbeda dengan doa. Sebenarnya ada banyak variasi keinginan, perbedaannya pada seberapa dalam harapan yang ada di dalamnya. Seberapa tulus keinginan itu ada.
Seperti biasa aku duduk di booth tempatku biasa berkerja. Aku menunggu tombol server menyala. Tidak perlu lama ada yang berkedip-kedip. Aku menekannya kemudian mendekatkan gagang telepon ke telinga dan mulai mendengarkan. Aku bisa merasakannya. Saat aku mendengar suara-suara para makhluk memanjatkan permohonan itu. Seberapa dalam permohonan itu berada di hatinya. Apakah itu hanya permohonan spontan yang dilakukannya karena kesal atau apakah itu adalah jeritan hati yang sudah lama yang terkuak karena rasa frustasi yang tak tertahankan lagi.
Aku menyadari doa adalah milik semua makhluk. Entah mereka manusia atau hewan bahkan tanaman. Permohonan adalah pegangan seluruh makhluk di dunia ini. Entah mereka sadari atau tidak. Kadang ada beberapa doa yang benar-benar dalam. Berasal dari dasar hati dan rasa depresi. Doa yang sangat berbobot dengan harapan. Aku ingin sekali membalas perkataan para pendoa itu. Bahwa mereka tidak sepenuhnya sendirian, bahwa aku di sini mendengarkan doa mereka. Karena itu jangan menyerah. Tapi tentu saja aku tidak bisa melakukannya.
Photo by abi ismail on Unsplash