Hari berganti begitu saja. Aku tidak tahu bagaimana bisa matahari berlarian mengelilingi bumi sebegitu cepat. Padahal bola kuning itu tak punya kaki dan tak pernah terlihat bergerak saat aku memandangnya. Tahu-tahu, besok sudah satu tahun Anastasia setelah kami merayakan ulang tahunnya tahun lalu. Jika saja aku tidak terlambat menyadari, pasti aku memberinya hadiah yang lebih mahal dan lebih bagus daripada setangkai mawar merah.
Pikiranku terus saja meracau kesal. Bagaimana bisa aku melupakan hari lahir pacarku. Seharusnya aku menjadi pacar yang baik yang tidak lupa akan hal ini. Ya Tuhan, kenapa otakku kopong sekali dan tak mampu mengingat tanggal dan hari. Astaga.
Aku berjalan menuju kebun mawar milik Ayah. Seharusnya para mawar sudah menunjukkan dirinya di minggu-minggu ini. Semoga aku tidak kecewa dan perkataan ayah tidak salah. Minggu ini katanya mawar sudah banyak yang terlihat. Tak lagi malu-malu menjadi kuncup, melainkan berani mekar dan menunjukkan warnanya yang merah dan indah.
Aku akan memberi Anastasia setangkai mawar merah sebagai bukti kalau aku mencintainya. Lalu hadiah lain adalah boneka Panda yang akan aku berikan padanya satu minggu lagi. Setelah uangku cukup untuk membeli.
Kebun Ayah berada di belakangnya belakang rumah. Melintasi jembatan kayu kecil dengan sungai kecil yang banyak ikan gupi bertebaran kecil-kecil di bawahnya. Karena di sini dekat sawah, kebun mawar terlihat sepi. Sedikit menakutkan untukku yang belum punya KTP berjalan sendirian. Apalagi tumbuhan di sekeliling sangat tinggi dan menutupi mata. Termasuk rumput liar yang sebenarnya tidak diharapkan keberadaannya.
Aku masih berjalan menuju kebun mawar Ayah. Kukira tinggal sepuluh meter lagi melewati semak-semak liar. Kelihatan dari kejauhan, bunga-bunga itu sudah mekar dan indah. Jantungku begitu senang karena Ayah tidak bohong padaku.
Karena belum semuanya mekar, aku harus memilihnya satu-satu. Aku pasti memilih bunga yang paling mekar dan paling indah untuk Anastasia dengan kelopak bunga yang sempurna mekar dan lebar. Lalu dia akan berterima kasih padaku, mengucapkan kata-kata romantis. Lalu setelah itu kemesraan cintaku dengannya akan ditutup dengan ciuman dari kedua bibir kami. Ah, aku tidak sanggup membayangkan bagaimana hal itu akan terjadi.
Hmm …, hanya saja. Aku kira tidak semua rencanaku bisa berjalan dengan lancar. Kepalaku langsung bertanya-tanya setelah mataku mengelilingi seisi kebun. Pandanganku melewati bunga-bunga buruk yang kelopak bunganya berlubang, daunnya dimakan ulat, kayu dan semak lebat yang menghalangi jalanku! Aku melewatkan semua yang bukan bunga mawar merah indah. Tidak peduli.
Setelah mencari-cari dan aku menemukan bunga yang benar-benar indah. Astaga! Saat itu tiba-tiba jantungku kaget. Aku melihat seorang anak kecil tergeletak di balik semak-semak hijau. Tepat di kebun ayahku! Aku sudah berkeliling ke seluruh sisi. Tapi baru melihat anak kecil ini. Kenapa dia dari tadi diam saja!
Aku hampir menyangka jika dia adalah hantu.
Napasku tiba-tiba sesak setelah melihatnya terus menerus. Ya ampun, aku tidak berencana menemukan seorang anak kecil tidur-tiduran di sini. Apalagi anak kecil dengan baju merah menyerupai darah dan wajahnya begitu menakutkan. Matanya tidak berkedip.
Membuatku benar-benar takut karena saat aku panggil, ia diam saja. Tidak menjawab sama sekali perkataanku. Sangat sombong! Lalu saat aku menggerak-gerakkan tubuhnya, ia juga diam saja. Tuhan, kenapa hal ini terjadi padaku! Tiba-tiba bulu kudukku terasa berdiri dan diterpa angin. Jantungku semakin bergerak cepat! Aku merasa ketakutan.
Aku terus berusaha memperhatikan anak kecil yang ada di bawahku. Apakah dia benar-benar anak kecil atau mainan. Karena saat aku menempelkan jari telunjukku di depan hidungnya. Sama sekali tidak ada udara yang biasanya terasa hangat. Mungkin anak kecil ini adalah boneka yang bagus sehingga menyerupai anak kecil. Karena jemari tangannya aku lihat ada yang tidak lengkap. Juga pakaian yang dikenakan tidak menyerupai baju asli.
Mentari telah menyinari pagiku. Seperti hari kemarin. Bedanya, hari ini adalah hari lahir pacarku, Anastasia. Dan aku akan ke rumahnya nanti siang. Syukur saja hari ulang tahunnya adalah hari ini, dan hari ini adalah hari minggu. Walaupun hari ini perutku mual-mual setelah diberi tahu Ayah kalau anak kecil kemarin adalah sungguhan. Tapi sudah mati karena dibunuh seseorang.
Karena kemarin aku melapor pada ayah. Ayah langsung lapor polisi yang jarak kantornya hanya tiga kilo dari rumah kami. Lalu tiba-tiba banyak orang berkerumun mengunjungi kebun mawar setelahnya. Beberapa dari mereka juga ke rumahku. Lalu bercerita banyak hal yang menjijikkan dan membuatku tidak sanggup makan satu piring nasi dengan ayam goreng. Perutku dibuat mual-mual.
Aku tidak peduli dengan mereka semua. Aku sempat kesulitan pergi ke rumah pacarku karena beberapa polisi bertanya padaku. Namun setelah siang, akhirnya aku bisa pergi dari rumahnya dan menemui Anastasia.
Anastasia langsung menawariku masuk setelah membuka pintu untukku. Dia sangat baik. Pertama aku bertemu dengannya adalah saat jalan-jalan di taman dan lupa jalan mana arah ke rumah. Aku menangis lalu dia datang membantuku. Ternyata rumah kami tetanggaan. Karena saat itu aku baru pindah, aku baru tahu.
“Halo … Nils! Selamat datang di rumahku. Ya ampun apakah kamu membawakan kak Anastasia bunga untuk merayakan ulang tahun?”
“Ya …,” kataku. Aku malu saat mengatakannya. Sambil mengangguk lalu menundukkan wajahku.
Tapi Anastasia memelukku setelah itu. Ia rela untuk jongkok dan menelentangkan tangannya ke tubuhku. Aku lalu memeluk tubuhnya yang besar. Merasa sangat senang karena perjuanganku tidak sia-sia.
“Tunggu di sini, ya. Aku akan membeli camilan di toko depan sebentar,” kata Anastasia padaku.
Aku menyetujuinya. Lalu duduk-duduk di sofa rumah. Berusaha menenangkan tubuhku dengan cara berbaring, menyelonjorkan kakiku, duduk simpuh, tapi tidak bisa. Berbagai posisi aku jajal namun perutku sangat tidak enak. Masih mual gara-gara pagi tadi terlalu banyak mendengar kata-kata menjijikkan.
Langsung saja aku pergi ke toilet rumah Pacarku, Anastasia, aku menyebutnya pacar karena dia satu-satunya perempuan yang cantik dan baik padaku. Kadang dia membelikanku jajan, kadang es krim, kadang mainan robot dan masih banyak lagi.
Ya ampun! Aku kaget dan tidak sadar berteriak sangat keras saat melihat toilet Anastasia sangat merah dan penuh darah di lantainya! Aku sangat ketakutan dan hampir saja menangis.
Lalu tiba-tiba tantenya Anastasia datang dan menarik paksa kerah bajuku bagian belakang. Aku diseret ke ruang tengah dengan paksa hingga kulit kakiku bergesekan lantai cukup lama. Aku sangat kesakitan dan menangis sejadi-jadinya. Tantenya Anastasia malah menyumpal mulutku dengan tangannya. Aku semakin meneteskan air mata tanpa suara tangis. Tapi aku sungguh menangis dan sungguh kesakitan. Sampai-sampai napasku sesak dan detakan di dadaku terasa sangat keras.
“Tante! Hentikan! Sudah cukup! Jangan berbuat jahat dengan anak kecil!” Anastasia datang dan langsung merangkulku setelahnya. Lalu menyuruhku untuk tetap tenang karena dia akan menjagaku.
Bagaimana aku bisa tenang. Kakiku sakit, napasku sesak, dan seretan tante itu sangat paksa dan membuat leher belakangku lecet. Tapi karena aku tahu Anastasia ada di sebelahku. Aku sedikit lega dan bisa berhenti menangis.
“Suruh anak itu pulang! Jangan sampai dia bilang siapa-siapa!” Tantenya Anastasia berteriak padaku. Sangat keras dan aku sangat takut akan teriakannya.
Aku tidak banyak mengerti apa yang mereka perdebatkan setelah itu. Mereka bicara tentang hal-hal yang tidak pernah diucapkan ayah padaku. Mereka berdebat sangat lama dan mengganggu telinga. Aku sempat mendengar Anastasia mengatakan “tante benar-benar bajingan”.
Namun aku bingung bukankah bajing adalah hewan yang punya ekor dan tante tidak punya ekor. Aku tidak paham sama sekali. Apalagi bajing biasa melompat-lompat di atas pohon kelapa. Di daun-daunnya. Tapi, mungkin tantenya Anastasia biasa melompat-lompat di atas pohon kelapa lalu disebut bajing.
Selain itu tantenya Anastasia juga berkata tentang suaminya yang akan membantu dan balas dendam. Entah apa maksudnya.
Aku belum sempat pulang ke rumah. Namun tiba-tiba setelah suasana semakin ramai. Para tetangga saling berkerumun dan mendengar percakapan Anastasia dan tantenya yang keras. Ayahku tiba-tiba datang dan mengajakku pulang. Ia membalut luka di kakiku. Juga mengoleskan sesuatu di leher bagian belakangku yang lecet.
Aku tidak tahu kenapa setelah itu polisi berdatangan ke rumah Anastasia. Lalu kata ayah tantenya Anastasia dibawa ke polisi.
“Ia adalah pembunuh anak kecil yang ada di kebun bunga mawar. Dia pantas dipenjara,” kata ayah.
Ayah juga dititipi pesan dari pacarku, Anastasia, jika ia akan bertanggungjawab atas keamananku. Aku tidak begitu paham maksudnya. Namun aku merasa senang dan mengiyakan semua perkataan ayah.
Lalu karena aku ingin melihat keadaan di luar. Aku meminta ayah menggendongku ke kursi depan. Kesakitan dan duduk di kamar membuatku bosan. Hanya ada tembok di depanku. Setelah itu, aku melihat orang-orang lewat dari teras rumah setelah digendong. Sudah tidak ada lagi polisi dan keramaian. Karena saat ini sudah hampir magrib.
Cukup lama aku duduk-duduk di teras dan bermain gim dengan ponsel. Ayah sempat meninggalkanku mandi dan belanja beras di toko sebelah. Aku tetap bermain gim.
Hanya saja saat ayah pergi mandi, tiba-tiba sebuah mobil hitam mampir di depan rumah. Pemiliknya turun tergesa-gesa dan menodongkan kain putih di hidungku. Sangat tidak sopan padaku.
Setelah itu, yang aku tahu tubuhku sudah diikat. Aku duduk di kursi dan mulutku disumpal dengan kain.
Aku berusaha berteriak dan berteriak meminta bantuan!
“Gara-gara kau istriku dibawa ke polisi! Sialan!”
Seorang laki-laki bertubuh besar berkata-kata dengan keras di depanku. Sambil ia menampar wajahku berkali-kali.
Panas!
Aku tidak tahan.
Aku sangat kesakitan karena tangannya menampar pipi kiriku sangat keras dan terasa sangat panas. Lebih sakit daripada saat ayah memukul bokongku dengan kayu akibat aku pulang terlalu sore. Aku menangis kesakitan. Terus menangis dan terus mengeluarkan air mata. Tapi orang di depanku terus menampar sambil berkata-kata tak jelas kepadaku.
Setelah itu pipi kananku juga ditampar olehnya. Laki-laki besar itu menampar berkali-kali. Rasanya sangat sakit seperti tanganku terkena api saat membantu ayah memindah gorengan dari atas kompor yang menyala. Panas dan membuatku menangis. Apalagi ini tidak di tangan melainkan di pipiku langsung.
Sakit!
Semakin lelaki itu menghajarku. Semakin pula tubuhku merasa lemas. Terasa sakit namun aku tak mampu berbuat apa-apa. Bahkan saking lamanya, penglihatanku semakin lama semakin kabur saat aku melihat benda-benda yang ada di depan.
Pisau besar. Karung. Meja. Nasi bungkus. Entah apa lagi yang ada di depanku. Aku semakin tidak mampu melihat dan tidak berdaya.
Mulutku terasa perih, dan asin darah akibat gigiku bertabrakan dengan pipi yang dihantam tangan lelaki dewasa kejam itu. Aku sungguh tidak kuat dengan rasa sakit ini. Sakit di kakiku belum sembuh. Bahkan masih sakit. Namun aku tambah sakit dan tambah tidak berkutik. Pipiku memar dan berdarah.
Aku merasa senang saat lelaki kejam itu berhenti menamparku. Karena pada saat itu aku melihat Anastasia dengan paksa membuka pintu rumah. Ia bersama … polisi?
Aku tidak tahu, karena aku tertidur setelah itu.
Saat bangun. Aku yakin jika sedang tidak berada di rumah. Tidak ada kamar rumahku yang temboknya putih dan di sampingnya ada gorden putih. Selimutku juga bukan putih bergaris-garis hitam. Apalagi bantal, di rumahku lebih bagus daripada di sini.
Anastasia dan ayah berada di samping saat aku bangun. Mereka sempat berkata jika Anastasia mencemaskanku karena suami tantenya menghilang. Lalu Anastasia melapor polisi dan mengajak polisi ke rumah suami tantenya yang berada di tengah-tengah sawah. Tempat yang sepi dan menyeramkan.
“Aku di mana?”
“Kamu sedang di rumah sakit, Sayang,” kata ayah padaku. Lalu Anastasia memandangiku dan mencium keningku.
Ayah dan Anastasia bicara banyak kepadaku. Saking banyaknya, aku merasa senang karena mereka berbicara sambil tersenyum.
Walaupun aku sedang sakit dan kesulitan untuk makan, aku selalu mengiyakan semua kata-kata Ayah dan Anastasia. Walaupun aku tidak paham apa yang mereka katakan. Aku merasa bahagia berada di sampingnya. Apalagi, aku melihat mawar merah yang indah berada di meja sebelah kami. Mawar Anastasia.
Photo by Artem Maltsev on Unsplash