Oleh: Nur Fitri Agustin
Jika malam tiba, apakah engkau masih akan hidup sampai fajar (esok)
Berapa banyak orang sehat yang meninggal tanpa (didahului) sakit
Dan berapa banyak orang sakit, namun menjalani hidup lebih panjang
Berapa banyak pemuda yang setiap pagi dan sore hanya tertawa
Dan di tempat lain kain kafannya sedang ditenun sedangkan ia tidak tahu
Dan siapapun yang hidup seribu atau dua ribu (tahun), sesungguhnya
Harus ada suatu hari dimana ia berjalan menuju kuburan.
Syair Imam Syafi’I di atas, mengingatkan andai ini ramadhan terakhir kita. Mendengar atau membaca kata terakhir, tentulah yang ada di benak adalah sebuah kematian. Kematian di masa pandemi menjadi hal yang tiap detik kita dengar beritanya. Lalu lalang pemberitaan selalu menghadirkan sajian kemaatian akibat covid. Tapi, kadang berita tersebut tak menggugah kita untuk bergegas memperbaiki diri.
Entah mengapa, ramadhan kali ini diiringi begitu banyak kabar kematian dari orang yang ku kenal. Penulis senior, mba Ifa Avianty kemudian orang tua murid, tetangga dan lainnya. Sepertinya ini merupakan petunjuk agar aku makin mengingat kematian.
“Orang yang cerdas adalah orang yang memaksa dirinya untuk beramal yang manfaat setelah kematian. Sementara orang yang lemah adalah selalu mengikuti keinginan hawa nafsunya, kemudian dia berharap diampuni Allah.” (HR. Ahmad 17588, Turmudzi 2647, Ibnu Majah 4401 dan dishahihkan al-Albani) (Referensi: Konsultasi Syariah)
Apalagi di bulan ramadhan ini, ketika banyak sekali ampunan dilimpahruahkan apakah menggugah kita untuk makin khusyuk ibadah? Tanpa sadar pula, khusyuknya ibadah kita hanya ketika mengharap sesuatu. Doa-doa yang terlantun begitu khusyuk, padahal doa untuk kenaikan pangkat saja. Doa-doa makin giat dilambungkan, padahal doa ingin sebuah mobil. Ketika doa kita terpenuhi, berkali-kali terlupa untuk khusyuk kepadaMu lagi. Jujur, aku malu ketika mengingat polahku. Ada yang merasa seperti ini juga?
Seharusnya, ramadhan ini makin khusyuk. Memohon ampun atas dosa yang telah dilakukan, makin giat beramal. Apa pinta kita di tiap ramadhan? Kalau aku hanya ingin bertemu dengan ramadhan tahun depan dengan tingkat keimanan yang makin optimal, segala amal diterima olehNya serta mempunyai akhir yang baik. Allohumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa fa’fu anni, artinya Ya Alloh, sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha Pemaaf dan Pemurah, maka maafkanlah diriku.
“dan celakalah seseorang, bulan Ramadhan menemuinya kemudian keluar sebelum ia mendapatkan ampunan,” (HR. Tirmidzi) Ali bin Sulthan menjelaskan bahwa, sebab ia tidak diampuni karena kekurangan yang ada pada diri hamba yang telah diberi kesempatan.
Nah, sudah siapkah mengoptimalkan ibadah di ramadhan kali ini? Dan harapannya semoga kita semua dimudahkan mendapatkan ampunanNya, aamiin
Nur Fitri Agustin, Penikmat teh hangat pahit
Photo by Aziz Acharki on Unsplash