Menjadi Orang yang Merugi

Oleh: Fisra Firsty

Bagaimana kalau ramadhan ini menjadi ramadhan terakhirmu? Bagiku, itu adalah pertanyaan yang sulit untuk dijawab, hehehe. Bukan apa-apa, itu juga merupakan pertanyaan semua orang, termasuk saya. Apalagi kalau setiap ramadhan, pertanyaan ini menjadi pertanyaan retorika yang sering dipertanyakan oleh para ustad-ustad dalam setiap kajian ramadhan dalam ceramah ramadhan setelah shalat isya.

Jujur aja ya, saya sering juga mempertanyakan pertanyaan ini pada diri saya setiap kali ramadhan hendak berlalu. Apalagi ketika menyadari saya sering merasa ‘mengabaikan’ bulan Ramadhan. Saya seringkali tidak maksimal dalam menjalankan ibadah ramadhan saya selain puasa ramadhan. Saya sering lalai dalam menjalankan ibadah sunah yang seharusnya saya lakukan di Bulan Ramadhan sebagai umat islam.

Saya seringkali berpikir ketika Ramadhan telah berlalu, “Ya Allah, saya telah lalai, telah abai dalam menjalankan ibadah-ibadah ramadhan, abai dan lalai kepada Engkau. Bagaimana kalau ramadhan yang kemarin adalah ramadhan terakhirku? Bagaimana kalau tahun depan saya tidak lagi bertemu ramadhan? Alangkah ruginya saya sudah mengabaikankan ramadhan tahun ini ya Allah…”

Begitulah yang saya rasakan setiap kali ramadhan hendak berlalu atau telah berlalu. Selalu ada penyesalan di dalam dada saya. Dan selalu ada rada bersalah yang muncul di dalam hati saya. Sekiranya saya tidak lagi bertemu ramadhan tahun depan betapa meruginya saya bukan? Ya, saya termasuk orang-orang yang merugi karena tidak bisa memanfaatkan ramadhan ini untuk ‘menabung’ amal untuk di akhirat kelak. 

Kita semua tahu bahwa ramadhan adalah ladang amal dan pahala, ladang kebajikan yang seharusnya kita manfaatkan untuk beribadah. Karena beribadah di Bulan Ramadhan pahalanya berlipat-lipat, 70 kali lipat dibanding beribadah di bulan lain di bulan Ramadhan.

Jadi semisalnya kita melakukan dua rakaat shalat sunah tahajud pada hari biasa di bulan Ramadhan, pahalanya dihitung satu kebaikan, maka pada bulan ramadhan dihitung 70 kebaikan. Apalagi pada Bulan Ramadhan terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari 1000 bulan, atau lebih baik dari 84 tahun 3 bulan. Yakni, Malam Lailatul Qadar.

Bayangkan kalau kita melaksanakan dua rakaat shalat sunah tahajud pada malam lailatul qadar, maka itu artinya kita sudah melaksanakan dua rakaat shalat tahajud setiap malam selama 1000 bulan. 

Bayangkan, sedemikiannya saya lalai dan abai dalam melaksanakan ibadah ramadhan, selalu menimbulkan perasaan rasa bersalah di dalam diri saya setiap kali saya lalai dan abai dalam beribadah pada malam-malam Ramadhan, terutama sepuluh malam terakhir ramadhan. Padahal ramadhan datang hanya setahun sekali.

Seharusnya, justru pada bulan ramadhan-lah kita punya kesempatan menuai amal untuk bekal kita kelak di hari akhir, tapi saya mengabaikannya. Jika di bulan ramadhan saja saya abai dan lalai begini, bagaimana dengan amalan-amalan saya di luar bulan ramadhan? Wallahu a’lam. Tentu, tidak ada ‘tabungan’ akhirat yang saya punya untuk menolong saya kelak. 

Alangkah meruginya saya, bukan? Sehingga selalu saja ada permohonan kepada Allah SWT supaya saya bertemu kembali dengan ramadhan tahun depan. Semoga Allah selalu merahmati kita semua.


Photo by Andrew McElroy on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *