If Ramadhan Never Comes (Again)

Oleh: Maydina Zakiah*

Waktu terus berjalan…

Detik demi detik berlalu…

Tahun demi tahun meninggalkan kita…

Seketika kuteringat beberapa pepatah ini:

Yang paling jauh adalah masa lalu, yang terdekat adalah kematian…

Dan… waktu adalah pedang! Yup, pedang bagi kaum muslimin… (bukan uang yow…🙂 #cmiiw)

Semalam daku menerima sebuah email dari seseorang yang mengaku dari perusahaan sebuah produsen jam tangan dari Italia…Ia mengajak kolaborasi denganku dengan niatnya untuk menjadikan ‘exclusive representative‘ produknya. Entah apa itu, responku saat menerima email adalah sedikit kaget lalu mulai bertanya-tanya, ia mengetahui tentangku darimana, apakah instagram, pinterest, atau linkedin? Asumsi terbesarku adalah dari pinterest, karena dahulu aku suka me-review/merekomendasikan produk yang oke menurutku dari segi desain, visual, dan teknologi hingga ada kategori khusus tentang ini di pinterest-ku yaitu ‘Great product’ yang memang kebanyakan adalah rekomendasi jam tangan yang simple dan futuristik.

Kemudian kuputuskan untuk mengeksplorasi produk tersebut, mengunjungi akun instagram dan web official-nya, dilanjutkan membalas emailnya menjelang pagi hari, mempertanyakan jobdesc dan maksud serta tujuannya agar dijelaskan lebih detil. Dan kini…saat membuat tulisan ini, setelah membaca salah satu tulisan peserta Ramadhan Writing Challenge – books4care seperti halnya diriku, seketika aku terdiam…

Lalu terjadi self-talk pada diriku: 

“Yup, momen-nya pas banget nih books4care memberikan tugas dengan tema: ‘Jika ini Ramadhan terakhir-mu’, di pekan yang terdapat hari lahirku…ditambah lagi sehari sebelumnya ku juga menerima email tentang produk jam seperti yang sudah kuceritakan pada paragraf-paragraf di atas.” 

Oleh sebab itu, kalimat pembuka tulisan ini berupa rangkaian kata terkait ‘waktu’ dan konsep waktu yang sedikit kuketahui dari sudut pandang islam #cmiiw

Entah kenapa…saat mengetik tulisan ini, seakan ada yang tersirat dari beberapa momen yang kualami terkait ‘waktu’… seperti ada yang hendak diajarkan oleh Allah SWT agar daku bermuhashabah, momen-momen itu laiknya potongan-potongan puzzle menuju sesuatu yang berujung pada sebuah self-talk dengan pertanyaan untuk diri sendiri:

 “What is the legacy from you, May… if the time is over?

Jikalau ini momen terakhirmu menikmati Ramadhan…Menyapa Ramadhan untuk terakhir kalinya…dimana kelak status ‘Game Over’  muncul dan tidak bisa diulang lagi?

 Seketika tiba-tiba kuteringat dengan potongan ayat ini:

 “…Dan kehidupan dunia tak lain adalah permainan dan senda gurau.” (QS. Al-An’am: 32) 

dan nasihat bijak ini:  “Jadikan akhirat dihatimu, dunia di tanganmu, kematian di pelupuk matamu’ – Imam Syafi’i. Lalu tubuh ini bergidik manakala memvisualisasikan pertanyaan-pertanyaan berikut ini muncul pabila telah berpulang ke rahmatullah:

“Untuk apa masa mudamu kamu gunakan?

Untuk apa ilmumu kamu gunakan?

Untuk apa kompetensimu kamu gunakan?

Untuk apa hartamu kamu gunakan?

Untuk apa media sosialmu kamu gunakan?

Untuk apa karyamu kamu gunakan?

Untuk apa komunitasmu kamu gunakan?

Untuk apa Ramadhan-mu kamu gunakan?

Untuk apa….., dst?”

Sudahkah siap berpisah dengan Ramadhan untuk selama-lamanya? Di mana tidak lagi kan terdengar lantunan indah adzan dari muadzin dan bacaan Al-Qur-‘an… Di mana tidak lagi kan terdengar bedug, keceriaan saat berbuka puasa dan sahur dengan keluarga, tetangga, dan kerabat… Di mana tidak ada lagi jual beli dan perniagaan…

Masih ingatkah kita dengan nasehat guru ngaji atau ustadz/ustadzah yang mengajarkan kita di waktu kecil bahwa malaikat Raqib dan Atid senantiasa mencatat amal kita, me-record semuanya, hadir di samping kita? Berada selalu di kanan-kiri kita? Namun kenapa masih banyak kecurangan dan korupsi di mana-mana?

Sadarkah kita kalau setiap harinya, setiap waktu, setiap sudut rumah kita, kantor kita, dan di mana saja kita berada, malaikat Izrail sewaktu-waktu dapat mencabut nyawa kita? Apakah sudah siap jika beliau mendatangi kita? Seberapa banyak orang yang tersakiti dengan ulah kita, perkataan, perilaku, dan tulisan kita? Sudahkah mereka memaafkan kita? Lantas seberapa banyak janji yang terucap dan amanah yang dipegang tapi tidak tertunaikan? Bukankah seharusnya kita senang dan gembira berpulang ke rahmatullah? Laiknya kita pulang ke rumah sendiri? Bukankah kita senang jika pulang ke rumah… Kadangkala malah membawa oleh-oleh untuk orang-orang di rumah, dsb.

Lantas pertanyaannya kini… 

‘Apa bekal atau oleh-oleh kita untuk berhadapan dengan Allah SWT?’ 

Siap gak siap jika disuruh pulang, harus pulang kan? Apa kita sudah cukup bekal di Ramadhan kali untuk bertemu dengan Allah SWT? Maka…

Jikalau ini Ramadhan terakhirku…

Kumohon agar diberikan maaf yang seikhlas-ikhlasnya dengan hati yang lapang seluas-luasnya dari anda semua…

Terutama untuk mereka yang pernah tersakiti hatinya olehku, sengaja ataupun tidak sengaja…

Semoga tahun depan kita masih bisa bertemu dengan Ramadhan kembali…

Backsound imajiner-lagu: If tomorrow never comes – Ronan Keating

———–

Sumber kutipan pendukung:

https://www.nu.or.id/post/read/90605/hanya-permainan-kok-tegang

https://umma.id/post/jadikan-akhirat-di-hatimu-dunia-di-tanganmu-dan-kematian-di-pelupuk-matamu-864070?lang=id

—–

* Penulis adalah peminat dunia kreatif, kreativitas, inovasi, dan pembelajaran. Pernah menjadi kontributor aplikasi perangkum buku pada sebuah startup rangkuman buku best seller terkait manajemen, marketing, SDM, dsb disamping juga pernah menjadi kontributor pada sebuah web portal industri kreatif. Penulis juga merupakan salah satu founder forum sebuah komunitas pembelajaran kreatif. Lebih lanjut tentang karya dan kiprah penulis dalam komunitas dan profesional bisa dilihat pada https://linktr.ee/maydina.


Photo by Jorik Kleen on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *