Setengah Hari Puasa Setengah Hari Tidur

Oleh: Delfitria

Apa kamu pernah ada dalam masa puasa dimana setengah harimu dihabiskan untuk tidur lalu setengah lainnya dihabiskan untuk berpuasa? Gambarannya seperti ini. Kamu tidur telat yaitu sekitar pukul 12 malam. Selanjutnya, kamu sahur tepat waktu bahkan bangun jam 3 pagi untuk bersiap-siap sahur. Setelah itu kamu sahur dengan begitu lahap dan berdoa agar hari ini kuat perutmu untuk menahan lapar. Setelah Subuh, matamu mendadak sayu dan punggungmu mendadak berat untuk ditegakkan. Hingga akhirnya kamu memutuskan  untuk tidur dengan alasan ‘Tidur itu Ibadah bagi Orang yang Berpuasa’. Kamu sadar bahwa ketika bangun, jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Waktu yang sempurna untuk melanjutkan tidur hingga Adzan Zuhur. Sempurna, bukan? Iya, barangkali yang tidak sempurna adalah Iman-ku di masa itu. Konyol!

Kata Ustadzah, Iman itu harusnya dibuktikan dengan tiga hal. Pertama, diniatkan dalam hati. Kedua, diucapkan dengan lisan. Ketiga, ditampilkan oleh perilaku. Diantara tiga hal tersebut. Hanya 2 kriteria yang ku penuhi saat bulan puasa yang kondisinya setengah puasa setengah tidur itu, yakni diniatkan dalam hati dan diucapkan dengan lisan. Sayangnya, untuk syarat iman yang ketiga aku benar-benar pincang dalam menjalankannya. Perilaku yang harusnya tampil ketika aku beriman pada Allah, menjalankan seluruh ajaran Rasulullah dan semua nasihatnya pasti bukan tentang waktu tidur yang panjang di siang hari. Hanya saja, beberapa tahun lalu (mungkin juga akhir-akhir ini) aku masih menjalankan metode beribadah puasa dengan rumus setengah hari puasa setengah hari tidur. 

Terbangun di waktu Zuhur, otomatis bukan lemas yang dirasakan. Aku merasa ada rasa ingin yang begitu tinggi untuk memperpanjang puasa bahka hingga malam hari. Jadi terlihat sangat kuat saja. Padahal sebelum zuhur, kita yang tidur ini, tidak hadir dimanapun. Ibarat kata, ketika malaikat melapor pada Allah mengenai apa perilaku hambaNya ketika puasa, nampaknya isi laporan tentang aku hanya satu kata, yaitu ‘tidur’. Iya, tidur memang anjuran Rasulullah. Apalagi tidur orang yang berpuasa. Namun sayangnya, aku tidak lengkap dalam memahami makna anjuran tersebut. Hampir seharian tidur pun justru membuat puasa tidak lagi bermakna. 

Sebenarnya aku belum mendengar larang-larangan keras mengenai tidurnya orang yang berpuasa di waktu subuh. Aku hanya mendengar bagaimana Rasulullah sangat menyayangkan orang yang tidur di waktu subuh karena Ia akan segera kehilangan kesempatannya mencari rezeki. Terutama rezeki tentang amal yang ketika bulan Ramadhan semua amal dilipatgandakan. Hitung-hitungannya seperti ini. Kamu terbangun dengan baik, dengan waktu tidur yang cukup. Biasanya subuh yang membuatku ngantuk disebabkan karena waktu tidur di malam hari yang begitu sedikit. Perhitungannya, kita mendapatkan waktu menunggu hingga terbit sebanyak 1 jam kurang lebih. Dalam waktu 1 jam di bulan Ramadhan, kita bisa melakukan apa saja ya?

Kita bisa melakukan tilawah satu setengah juz Al Quran dimana yang setiap hurufnya berlipatganda kebaikan. Kita bisa berzikir sebanyak 60 kali dimana setiap menitnya terdapat 33 pengulangan kalimat Allah dengan khusyuk. Kita bisa 1 jam membaca buku dan selesai sekitar 60 halaman atau setara seperempat buku pada umumnya. Kita bisa pemanasan ringan dan membuat tubuh kita lentur seharian. Bahkan kita bisa membuat satu tulisan yang bisa menginspirasi banyak orang dalam seharian melalui akun media sosial kita. Ini hitung-hitungan kasarku dimana setiap orang barang kali punya kecepatan dan ketepatan yang berbeda. Rugi juga yak tidur setelah subuh di bulan puasa. Jangan sampai setelah menulis ini aku masih saja nyaman dengan rumus: setengah hari puasa setengah hari tidur.


Photo by Lauren Kay on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *