Rengekan di Bulan Ramadan

Oleh: Lina Mustika

Anak anak identic dengan bermain, tanpa bermain maka tahapan tumbuh kembang anak belum sempurna. Dengan bermain maka otomatis akan melatih anak untuk belajar menyelesaikan persoalan dan permasalahannya sendiri tanpa tergantung dengan orang lain dan juga dengan bermain maka motoric kasar anak terlatih juga.

Karena berbicara tentang anak anak dan bermain, aku jadi teringat dengan pengalaman dimasa kecil, disaat sedang dilatih untuk berpuasa menahan nafsu. Nafsu disini termasuk juga menahan lapar dan haus di saat berpuasa di bulan ramadhan.

Pada suatu hari, kebetulan hari pertama puasa Ramadhan, seperti sudah menjadi tradisi di kampung setelah menjalankan ibadah sholat subuh, diteruskan dengan jalan jalan berkeliling kampung. Sambil melihat indahnya pemandangan di pagi hari. Setelah selesai jalan pagi, kami meneruskan kegiatan di rumah dengan tadarus Al-Quran dan membantu ibu membersihkan peralatan makan yang telah selesai digunakan untuk makan sahur keluargaku.

Membaca Al-Quran sudah menjadi kewajiban yang harus dibaca sehari hari di keluargaku. Selain di bulan Ramadhan kami mempunyai kewajiban membaca Al-Quran minimal 3 ayat setiap hari. Kalau di bulan Ramadhan maka membaca Al-Quran sebanyak banyaknya ayat. Apabila ada yang belum bisa baca Al-Quran maka membaca , zaman dahulu “ Turutan” sampai lancar. Karena hal tersebut sudah biasa kami lakukan, maka tidak memberatkan bagi kami.

Kami anak anak kecil zaman dahulu kebanyakan bermainnya di out door, dan belum mengenal gadget seperti anak anak sekarang. Aku bersama teman teman seusia bermain sepeda. Kukayuh sepeda bersama teman temannya dengan senang dan penuh semangat. Kami seperti lupa kalau hari ini merupakan hari pertama puasa ramadhan.karena senang dan semangatnya kamipun baru menyadari kalau bersepeda kami sudah jauh dari tempat tinggal kami. Nah, berawal dari sinilah peristiwa “ konyol “ itu terjadi, hehehe . Sesampainya di rumah aku terengah engah, rasa haus menyelimuti tenggorokanku, kering seperti air ludahpun tidak ada. Energiku terkuras habis karenanya. “ Dari mana saja kau ?” Tanya ibu kepadaku . “ Dari bermain sepeda bersama teman teman bu.” Jawabku .

Karena tak kuat menahan haus , akhirnya akupun merengek rengek ke ibu. “ Bu, bolehkah aku berbuka puasa sekarang ? boleh ya bu “ . Dan ibupun tidak menjawab sepatah katapun. Sampai berulang ulang kali aku merengek dan sikap ibupun sama diam tanpa berkata kata. Dan akupun tidak ingat sampai rengekan keberapa kalinya, akhirnya sambil merengek , akupun sambil mengambil makan dan minum. Setelah kenyang baru aku berhenti merengek ke ibu. Hehehehehe ….. kalau aku ingat kejadian itu, terkadang aku senyum senyum sendiri. Ternyata masa kecilku tak luput dari “ kekonyolan juga “.

Setelah aku dewasa dan menjadi orang tua, baru aku tau arti diamnya seorang ibu ketika aku merengek pada waktu itu, minta untuk berbuka puasa. Orang tua sadar bahwa setiap anak itu memiliki keunikan dan potensi dirinya masing masing. Sehingga orang tua dapat membimbing anak anaknya untuk menghargai keunikan tersebut, agar mereka bisa mengembangkan potensi dirinya semaksimal mungkin.


Photo by Arwan Sutanto on Unsplash


Penulis adalah Lina Mustikawati. Merupakan seorang Fisioterapi , yang lahir di Kebumen Jawa Tengah. Sekarang penulis tinggal di Bogor , Jawa Barat. FB Lina Mustika, Ig @Lina.mustika.store .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *