Mekarnya Puspa Svarga
Tentang taman dan bunga-bunga
Kepalaku laksana taman bermekaran bunga
Aromanya cukup memabukkan bak puspa swarga
Kepalaku laksana taman bermekaran bunga
Menarik kumbang dan lebah untuk singgah
Hinggap, bermesra, dan menyesap sarinya
Kepalaku laksana taman bermekaran bunga
Warni warnanya memesona
Memikat penikmat seni paling gila
Berdecaklah ia, memindahkan rona di atas kanvasnya
Kepalaku memang laksanan taman bermekaran bunga
Tapi di musim penghujan, hanya raflesia bertumbuh dengan suburnya
Menyimpan busuk dan berbangga atasnya
Mengelabui manusia dengan pikiran luar biasa
Membuat mereka abai betapa racunku menewaskan siapa-siapa
Kepalaku memang laksana taman dengan bunga bermekaran
Bersemi dari tangkai-tangkai perjalanan
Atau kisah-kisah yang kudengarkan:
Dari bisikan pasir bromo hingga sahara dan gobin,
Tiupan lembut udara di Mediterania hingga deru dari Palestina
Maupun janji-janji nyaring pengisi kemerdekaan di parlemen
Kepalaku memang laksana taman bunga dengan duri-durinya
Indah dan berbahaya, sebagaimana yang kulihat pada wajahnya
Yang berpura teriakkan merdeka, merongrong sejatinya
Berselingkuh dari keadilan, takluk pada rayuan kekuasaan
Mengangsur kepentingan, menimbun kekayaan
Mengabaikan keadaan, memacu ketamakan
Berpaling dari
Sirampog, 9 Agstus 2020
Kuteriak Merdeka!
Di bawah ini adalah mantra untuk mengingatkan cara mengeja percaya
Merdeka! Merdeka! Merdeka!
Negeri kita telah 75 tahun menyanyikan Indonesia raya
Dengan bangga, dengan suka cita
Merdeka! Merdeka! merdeka
Tapi ini juga tamparan buat kita semua
Benarkan kita merdeka?
Penjajah dari negeri tetangga memang sudah minggat
Tetapi saudara kita sesama berpeci masih menjerat
Mengikat dengan erat
Belum usai soal ini itu
Muncul lagi pandemi *su
Semua jadi serba bukan begitu
Tetapi tidak ada yang benar begini
Sekali lagi kuteriak Merdeka!
Apakah benar kita sudah merdeka?
Barangkali ini cuma neraka
Lapis ke empat setelah jatuh dari lapis tiga
keresahan kian merata, iming-iming prakerja memesona
Masih mending hilang pekerjaan dari pada semangat hidupnya
Memaksa menjadi terbiasa
Kewalahan karena ternyata tidak biasa
Ujung-ujungnya, kita sabar saja!
Pemerintah lelah, rakyat kalah
Belajar makin susah, semua jadi payah
Hati gundah hendak sumarah
Aku ingin teriak merdeka!
Semoga kita bangkit segera!
Sirampog, 10 Agustus 2020
Indonesiaku Tercinta
Indahkan negeriku, Indonesia yang kucintai
Negara berdaulat, bertumpah darah demi kemerdekaan
Dimenangkan dengan besarnya pengorbanan dan bulatnya tekad
Opresi bukanlah cara kami mengisi kemerdekaan, Jo!
Namun, belakangan penguasa dan pengusaha berkawin menyeramkan
Egoisme atas nama kemajuan bersama, haha, justru mereka buat hajat rakyat hanya sepele
Sediakan kesedihan yang cukup, tapi baiknya lebih banyak keteguhan karena ia asas
Indahkan negeriku, Indonesia yang gemilang harumi hati
Abadi ia kubela sekali dan seribu kali sampaipun mati, selamanya
Kuatlah berdiri membela harkat negeri, lantang berteriak atas nama hak
Untuk yang mendahului, atau masa depan esok anak cucu
Tetaplah kuat
Engkau yang terkece,
Rapat dewan bikin geger
Cipta kerajaan kapitalis serba gercep
Ingkar pada suara Tuhan, suara nurani
Ngeri, tak pandang jutaan manusia terancam disengsarakan
Takutlah bila rakyat berpaling, dengan keras kalian diseret
Aktualisasikanlah cita-cita mulia pendiri bangsa, bukan mencorengnya hina
Plompong, 10 Agustus 2020
Senja di Negeriku
Delima dipucuk senja tak hirau camar yang bernyanyi hendak pulang
Ombak sedemikian kuat memberi riak-riak memuja Tuhan
Matahari telah terbelah menjadi dua
Yang satu kini hilang ditelan segara
Keindahan itu mengantarkan kita akan kegelapan
Bangsa ini pernah begitu sangat indah
Kemudian dihancurkan penjajah
Lalu bangkit geloralah gairah memerdekakan
namun dikubur lagi oleh penjajah yang bukan berbendera negara
Kelopak mawar yang runtuh dari kuntumnya
Telah pertanda rentannya usia, kini senja tiba
Mengantarkan kita pada masa gelapnya nasib bangsa
Entahlah, kenapa gulita malam ini begitu amat lamat terasa?
Kapankah engkau fajar kan menyingsing?
Semoga esok pagi engkau rekah, memberi pengharapan pada hati-hati gelisah
Malam ini begitu gerah
Masalah satu ditumpuk berkali, berlipat
Bencana Tuhan dan malapetaka ciptaan manusia
Saling tersenyum menguji iman dan kewarasan
Apakah bertahan atau saling menyalahkan
Malam benar-benar telah sempurna
Ia menjarah negeriku dalam pekatnya gulita
Memerkosa negeriku menjadikanya hilang martabat,
Merampoknya menjadi tak berharta,
Memojokanya hingga merasa hilang asa
Merampas kemerdekaanya, merampas aksara dipapan-papan pelanjut negara
Perut-perut penguasa menggendut
Gedung-gedung indah sarang curut
Benarkah negeri ini akan bangkrut?
Malam cepatlah berlalu dan bawa gelap ini bersama beranjaknya dirimu
Kabarkan pada fajar bahwa kami menunggunya menyingsingkan harapan
Malang, 10 Mei 2012
Photo by Nick Agus Arya on Unsplash